Advertorial

Lokalitas dan Kreativitas, Senjata UMKM Lokal Hadapi Persaingan Pasar

Kompas.com - 08/08/2021, 10:19 WIB

KOMPAS.com – Berada di antara Gunung Merapi dan Merbabu membuat tanah di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, sangat subur. Tak heran, hasil bumi dan ternak di daerah ini begitu berlimpah. Contohnya, susu sapi dan kopi.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah 2020, Boyolali merupakan salah satu daerah penghasil susu segar terbesar di Indonesia. Pada 2019, produksinya mencapai 49.716 kiloliter (kl). Karena itu, Boyolali dijuluki New Zealand van Java atau Selandia Baru dari Jawa.

Sementara, kopi asal Boyolali sukses menembus pasar Jerman bersama dengan kopi dari Toraja dan Flores, sebagaimana diberitakan Antara, Kamis (4/3/2021). Hal tersebut menandakan bahwa sumber daya alam (SDA) Indonesia berpeluang untuk bersaing di ranah global.

Sayangnya, masih banyak pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) belum menyadari potensi itu. Menurut aktivis brand Arto Biantoro, tantangan terbesar bagi UMKM di Boyolali adalah persaingan dengan merek nasional dan global yang sudah punya nama. 

Guna menghadapi kendala tersebut, merek lokal UMKM harus mampu menandingi lewat sektor-sektor padat kreativitas dan budaya yang berakar dari kekuatan lokal.

“Pelaku UMKM di Tanah Air sebenarnya sudah punya modal dasar yang sangat besar, yakni lokalitas, kreativitas, dan diversitas yang bersumber dari kekayaan alam Indonesia. Di Desa Banyuanyar saja, begitu besar potensi lokalitasnya,” terang Arto dalam tayangan serial mini Petualangan Brilian The Series yang disiarkan di Kompas TV, Minggu (8/8/2021).

Mengoptimalkan lokalitas Desa Banyuanyar

Sektor UMKM bisa jadi kekuatan besar bagi perekonomian Indonesia. Bahkan, tak tertutup kemungkinan produk dari sektor tersebut bersaing di kancah global. Hanya saja, hal ini baru bisa terwujud jika pelaku UMKM jeli dalam memanfaatkan SDA yang ada.

Hal itulah yang tengah diupayakan salah seorang pegiat brand lokal asal Boyolali, Farida Sanjaya. Bersama Forum Brand Lokal (FBL) Boyolali yang didirikannya, ia merangkul banyak pelaku UMKM setempat untuk dibina agar mampu menghasilkan produk terbaik.

Pada episode ke-4 Petualangan Brilian The Series, Farida mengajak masyarakat melihat potensi yang dimiliki Desa Banyuanyar. Desa ini terkenal dengan julukan kampus kopi alias kampung susu dan kopi.

“Hampir setiap rumah di sini (Desa Banyuanyar) punya peternakan sapi, baik kecil maupun besar. Semua sapi yang diternak di sini lokal alias asli Boyolali,” kata Farida kepada Arto.

Sementara, keberhasilan dalam mengolah lokalitas tergambar dari pemilik kedai kopi Omah Kopi Ngemplak, Eko Budi Suroso. Ia mengatakan, hampir setiap rumah di Boyolali memiliki tanaman kopi di pekarangannya, baik dalam jumlah banyak maupun sedikit.

Menyadari hal tersebut, Eko lantas mengumpulkan komoditas tersebut dari petani kopi setempat yang tergabung dalam kelompok tani ternak (KTT) Budi Utomo untuk diolah dan dijual di kedai kopi miliknya.

“Petani kopi di Boyolali mampu menghasilkan sebanyak 8-10 ton biji kopi robusta dan liberika dalam sekali panen,” ujarnya.

Secara bisnis, Eko berfokus pada pemberdayaan kopi lokal, yaitu kopi nangka. Kopi tersebut dinamakan demikian lantaran memiliki aroma mirip buah nangka.

Lahan pertanian kopi di Desa Banyuanyar, Boyolali Dok. BRI Lahan pertanian kopi di Desa Banyuanyar, Boyolali

Selain jenis tersebut, Omah Kopi Ngemplak juga memproduksi kopi robusta Tugu Sari (TS) dan Jawa, serta kopi arabika. Penjualan dilakukan secara langsung di kedai dan dititipkan di outlet milik FBL Boyolali.

“Kalau di sini, kopi yang terkenal itu kan ada liberika, excelsa, dan robusta. Jadi, saya memilih kopi nangka khas Boyolali yang diproduksi langsung oleh petani sini (Boyolali), bukan mengambil kopi-kopi dari luar. Ya, karena saya ingin mengenalkan potensi lokal pada masyarakat luas,” jelas Eko.

Awalnya, Eko tak terlalu berambisi menjajakan kopi asal Boyolali. Fokus utamanya saat itu adalah menyadarkan masyarakat setempat bahwa daerah tersebut punya kopi enak seperti di tempat lain.

“Biji-biji dari petani kami ambil untuk dipanggang dan digiling. Setelah itu, kami berikan kepada petani untuk mereka coba. Cara tersebut ampuh karena mereka menyadari kopi yang selama ini ditanam ternyata memiliki cita rasa nikmat. Saat ini, masyarakat hanya tertarik mengonsumsi kopi Boyolali,” tuturnya.

Namun, untuk sampai ke tahap itu, Eko harus menempuh perjalanan panjang dengan waktu tidak sebentar. Ia harus membina petani lokal dari hulu hingga hilir demi memperjuangkan nama kopi Boyolali.

Kemudian, ia juga menjalin kerja sama dengan FBL dan menggalakkan sistem reseller agar produk kopi Boyolali diterima di pasar secara luas. Bahkan, Eko pun memanfaatkan kekerabatan demi memperluas pasar.

“Kami kan juga punya keluarga di Jakarta dan luar Pulau Jawa. Melalui mereka, kami berupaya mengenalkan produk kopi dari Boyolali,” ucapnya.

Eko menyadari, UMKM tidak bisa berjalan sendirian. Harus ada sikap saling mendukung antara pelaku usaha dan lingkungan sekitar. Karena itu, ia bersama KTT Budi Utomo memanfaatkan betul kehadiran lahan seluas 10 hektare (ha) milik warga secara efisien.

Kini, usaha Eko dalam menyadarkan masyarakat bahwa lokalitas tidak bisa lagi dipandang sebelah mata telah berhasil. Menurutnya, lokalitas saat ini telah menjelma menjadi senjata ampuh untuk melawan persaingan global. 

Dapur Sambal Tumpang Mbah Kromo Dok. BRI Dapur Sambal Tumpang Mbah Kromo

Lokalitas kuliner legendaris

Selain susu dan kopi, lokalitas Boyolali juga dapat ditemukan dalam bentuk sajian kuliner legendaris sambal tumpang. 

Sambal tumpang merupakan hidangan berkuah kental dengan bahan dasar tempe bosok (busuk). Makanan ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram.

Salah satu usaha sambal tumpang yang mengusung aspek lokalitas adalah Sambel Tumpang Mbah Kromo. Sang pemilik usaha, Yusuf Cahyono mengatakan, bisnis kuliner ini sudah berjalan sejak 1966.

“Mbah Kromo itu konon (yang) mendirikan warung makan. Menu yang dijual saat itu berporsi besar, tapi dijual dengan harga murah. Faktor ini yang membuat Sambel Tumpang Mbah Kromo bertahan sampai sekarang,” jelas Yusuf.

Selain harga, konsistensi rasa juga berperan dalam kesuksesan usaha tersebut. Resep turun-temurun masih dipertahankan hingga kini. Begitu pula dengan tempe yang menjadi bahan baku utama sambal tumpang.

“Pembuatan dan pembusukan (tempe) kami lakukan sendiri. Karena itu, sajian sambal tumpang di sini bercita rasa kuat. Bahkan, kami masih memasak secara tradisional, yaitu dengan kayu bakar (untuk mempertahankan cita rasa),” imbuhnya.

Dalam melakoni bisnis kuliner, Yusuf kerap mengalami pasang surut. Namun, ia bersama timnya tetap menjaga konsistensi, khususnya rasa pedas yang menjadi ciri khas hidangan sambal tumpang.

“Meski harga cabai lagi tinggi, rasa pedas itu selalu kami jaga. Guna mengantisipasi hal tersebut, kami biasanya memborong cabai saat harga sedang normal atau rendah. Kemudian, cabai dikeringkan untuk disimpan di dalam gudang,” terangnya.

Berkaca dari upaya Eko dan Yusuf tersebut, Arto mengatakan, kepekaan menjadi syarat untuk menggali lokalitas. Masyarakat harus peka dalam menganalisis dan berpikiran terbuka agar bisa berkolaborasi dengan pihak lain.

“Ketika masyarakat peka dan mau berkolaborasi, berbagai kesempatan akan datang. Lokalitas itu jadi pintu masuk ke dalam dunia brand. Lokalitas juga yang jadi pembeda dari sebuah brand, bahkan mampu meningkatkan kepercayaan diri masyarakat,” ujarnya.

Sebagai informasi, Petualangan Brilian The Series merupakan serial mini yang mengangkat kisah-kisah inspiratif pelaku dan pegiat UMKM dari seluruh penjuru Tanah Air.

Program yang diinisiasi Bank Rakyat Indonesia (BRI) itu turut menghadirkan brand activist dan Mantri BRI untuk memberikan sudut pandang terkait bisnis lokal.

Adapun, Mantri BRI merupakan perpanjangan tangan BRI yang dibuat untuk membantu pelaku UMKM dalam mendapatkan modal usaha dan memberdayakan ekonomi berbasis kerakyatan.

Untuk menyaksikan perjuangan garda terdepan perekonomian bangsa tersebut, silakan kunjungi saluran Youtube resmi Kompas TV dan BRI

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com