Advertorial

Kemenkominfo Ajak Orangtua dan Guru Pahami Psikologi Anak Saat Pembelajaran Daring

Kompas.com - 12/08/2021, 09:18 WIB

KOMPAS.com – Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak 2020 turut mengubah cara masyarakat beraktivitas, termasuk dalam kegiatan di sekolah. Aktivitas belajar-mengajar yang semula dilakukan secara tatap muka, kini beralih menjadi proses pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang harus dilakukan secara digital.

Perubahan tersebut membutuhkan proses adaptasi tak hanya dari peserta didik dan guru, tapi juga orangtua sebagai pendamping siswa belajar di rumah. Dari sudut pandang siswa, proses PJJ membuat mereka kehilangan kesempatan untuk bersosialisasi dengan teman seusianya.

Meskipun terkesan lebih simpel, PJJ kerap terhambat karena beberapa faktor, seperti masalah pada gawai dan koneksi internet, serta perubahan situasi belajar di rumah membuat prosesnya jadi tak efektif.

Perubahan figur otoritas dari guru ke orangtua juga dapat menjadi masalah karena tidak semua dari mereka dapat menjelaskan materi pembelajaran dan memiliki kesabaran layaknya guru. Tak jarang, PJJ dapat membuat orangtua stres.

Menyikapi hal tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar bertajuk “Tetap Berprestasi di Masa Pandemi: Kiat Belajar Online”.

Webinar tersebut digelar pada Kamis (5/8/2021) dan diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Adapun narasumber yang hadir pada webinar tersebut di antaranya pegiat seni Zahid Asmara, anggota Japelidi dan dosen Universitas Udayana Ni Made Ras Amanda, trainer Making Indonesia 4.0 Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Rahmawati, praktisi pengembangan website Sumedi, dan penulis sekaligus key opinion leader (KOL) Suci Patia.

Ni Made Ras Amanda yang menjadi narasumber pertama memaparkan tips untuk guru dan orangtua siswa dalam menghadapi perubahan kebiasaan belajar secara daring.

Menurutnya, guru bisa memberikan tugas kelompok virtual supaya para siswa bisa bersosialisasi. Keberadaan jam bebas virtual tanpa kehadiran guru selayaknya jam istirahat di sekolah juga penting untuk mengusir kejenuhan.

Para guru, lanjut Ni Made, bisa memberikan perhatian dengan sering menyapa siswa dan selalu mengaktifkan kamera untuk bisa melihat satu sama lain. Tujuannya, supaya mereka bisa merasakan komunikasi dua arah.

“Jangan lupa untuk tetap menggunakan baju yang rapi dan perhatikan hal yang ada di background. Para siswa juga harus membiasakan selalu mengecek mikrofon dan berada dalam keadaan mute saat guru sedang menerangkan,” kata Ni Made dalam rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (10/8/2021).

Sementara itu, Suci Patia yang sudah menulis dua buku, memberikan tips supaya bisa tetap produktif selama pandemi. Menurutnya, keberadaan teknologi tanpa dibarengi dengan kecakapan penggunanya tidak akan memberikan dampak maksimal.

Oleh karena itu, penggunaan media sosial dan platform digital harus diimbangi dengan kecakapan literasi digital. Hal ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pengguna di dunia maya, seperti mendapat nilai tambah intelektual, sosial, dan ekonomi.

“Setiap orang memiliki bakat dan potensi yang berbeda-beda. Jangan sampai melewatkan kesempatan memanfaatkan internet untuk menghasilkan dan mengasah kemampuan yang kita miliki,” kata Suci.

Para peserta webinar berkesempatan mengajukan pertanyaan atau memberikan tanggapan setelah narasumber memaparkan materi. Salah satunya adalah Samuel Parlindungan.

Ia menanyakan, bagaimana cara meningkatkan skill dalam menggunakan internet bagi anak-anak agar dapat meningkatkan digital literasi dan menggunakannya untuk hal yang positif. Terlebih, dunia digital juga memiliki konten bermuatan negatif yang dapat memengaruhi perkembangan anak.

Zahid Asmara yang menjawab pertanyaan tersebut mengatakan bahwa dunia digital bagaikan dua sisi koin dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Menurutnya, keberadaan konten negatif merupakan masalah yang harus dihadapi semua pihak, seperti pemerintah, pendidik, orangtua, dan masyarakat. Orangtua bisa melakukan kebijakan 4D, yakni dampingi, diskusi, ditemani, dan dikontrol, untuk meminimalisasi peluang anak membuka konten bermuatan negatif.

Zahid menambahkan bahwa pengajar dan pendamping harus menanamkan ketertarikan anak terhadap suatu bidang. Hal tersebut merupakan salah satu poin penting dalam penanaman literasi digital pada anak-anak.

“Tak kalah penting, setiap anak harus diajarkan cara berpikir kritis, berpikir kreatif, dan design thinking. Ketiganya merupakan kesatuan dalam meningkatkan keahlian dan kemampuan dari transformasi digital, serta untuk membuat konten yang positif dan bermanfaat,” ujar Zahid.

Sebagai informasi, webinar tersebut merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital yang diselenggarakan Kemenkominfo di Jakarta Timur. Kegiatan seri webinar  #MakinCakapDigital terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital.

Kemenkominfo mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga webinar dapat berjalan dengan baik. Pasalnya, webinar #MakinCakapDigital menargetkan 12,5 juta partisipan.

Karenanya, Kemenkominfo membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua pihak untuk berpartisipasi pada webinar selanjutnya. Anda bisa mengunjungi akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi untuk mengetahui informasi lebih lanjut mengenai webinar #MakinCakapDigital.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com