Advertorial

Semester I 2021, Pertamina Berhasil Bukukan Laba Positif Rp 2,6 Triliun

Kompas.com - 16/08/2021, 15:29 WIB

KOMPAS.com - PT Pertamina (Persero) berhasil membukukan laba bersih sebesar 183 dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 2,6 triliun pada semester I 2021.

Seperti diketahui, pada periode sama tahun lalu, Pertamina sempat mengalami kerugian sebesar 768 juta dollar AS. Dengan keberhasilan tersebut, Pertamina mampu meningkatkan laba sebesar 951 juta dollar AS atau setara Rp 13,6 triliun.

Kinerja positif pada semester I 2021 ditunjang oleh pertumbuhan dari sisi penjualan yang nilainya mencapai 25 miliar dollar AS.

Selain penjualan, catatan positif juga disokong oleh earnings before interest, taxes, depreciation, and amortization (EBITDA) atau pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi sebesar 3,3 miliar dollar AS. Baik pendapatan maupun EBITDA meroket lebih dari 22 persen dibandingkan 2020.

Pejabat Sementara (Pjs) Senior Vice President Corporate Communications and Investor Relations Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, dampak pandemi yang berkepanjangan masih dirasakan Pertamina sepanjang 2021.

“Fluktuasi harga minyak mentah sangat berpengaruh pada kinerja Pertamina. Indonesia Crude Price (ICP) meningkat hampir dua kali lipat dari 36,5 dollar per Juni 2020 dibandingkan 70,06 dollar per Juni 2021,” ujar Fajriyah dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Senin (16/8/2021). 

Pada sektor hulu minyak dan gas (migas), misalnya, Pertamina berhasil mencapai target sebesar 850 ribu barrel oil equivalent per day (BOEPD). Dengan kenaikan ICP, efisiensi biaya pengembangan, serta biaya produksi, sektor hulu berhasil mencatat pendapatan dan laba di atas target. 

Sementara itu, penjualan di hilir migas, permintaan bahan bakar minyak (BBM) berangsur pulih meski masih lebih rendah dari kondisi normal sebelum pandemi Covid-19.

Sampai Juni 2021, permintaan BBM di Tanah Air tercatat rata-rata 126.000 kiloliter (KL) per hari atau meningkat 8 persen dari Juni 2020. Permintaan pada Juni 2020 yang tercatat 116.000 KL.

Angka permintaan pada Juni 2021 masih lebih rendah sekitar 6 persen dari demand normal sebelum pandemi pada 2019.

Fajriyah menambahkan, seiring peningkatan ICP, Pertamina memutuskan tidak menaikkan harga BBM. Tujuannya, agar tidak membebani ekonomi masyarakat di tengah pandemi.

Meski begitu, Fajriyah mengaku bahwa tingginya harga minyak memberikan tekanan signifikan atas beban pokok produksi BBM.

Seperti diketahui, lanjut Fajriyah, sejak awal 2021, beberapa perusahaan lain di sektor migas telah menaikkan harga jual BBM.

Sebaliknya, Pertamina tidak menaikkan harga BBM, mengingat daya beli masyarakat Indonesia menurun akibat pandemi Covid-19.

"Pendapatan dan laba dari sektor hilir memang cukup tertekan. Meski demikian, bagi Pertamina, kondisi tersebut merupakan momentum tepat untuk membantu masyarakat di tengah pandemi Covid-19," tuturnya.

Efisiensi biaya dan revenue enhancement 

Dalam menghadapi situasi pandemi, lanjut Fajriyah, direksi, komisaris, dan pekerja Pertamina melakukan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan pendapatan (revenue enhancement) dan efisiensi (cost leadership) di seluruh lini. 

Upaya revenue enhancement merupakan salah satu cara untuk menopang pendapatan perusahaan. Untuk itu, Pertamina mendorong seluruh subholding dan anak usaha memperkuat kinerja operasional melalui beberapa langkah. 

Pertama, peningkatan produksi, lifting, serta monetisasi gas di seluruh wilayah kerja (WK) sektor hulu migas.

Hal itu termasuk akselerasi rencana kerja yang agresif dan masif di WK Rokan yang per 9 Agustus 2021 telah dikelola penuh oleh Pertamina.

Kedua, optimalisasi produksi di kilang dengan produk bernilai tinggi. Selain itu, meningkatkan penjualan produk kilang dan petrokimia, baik dalam negeri maupun ekspor.

Ketiga, akselerasi pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di lingkungan Pertamina dan pasar eksternal.

Pertamina juga memperkuat ekosistem baterai melalui aktivasi swapping and charging Enterprise Value (EV) Battery di stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang terintegrasi dengan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). 

Keempat, akselerasi komersial liquefied natural gas (LNG) dan optimalisasi infrastruktur Arun sebagai pusat distribusi di kawasan Asia.

Terakhir, peluang tambahan revenue atas penyewaan kapal dan jasa logistik ke pihak eksternal Pertamina untuk kargo liquefied petroleum gas (LPG), BBM, serta Petrokimia.

Program efisiensi Pertamina

Sementara itu, untuk mendorong program efisiensi, Pertamina berkomitmen melakukan berbagai upaya optimalisasi.

Mulai dari reformasi pola operasi supply chain crude, BBM, dan LPG serta regionalisasi di subholding upstream dari tahap perencanaan hingga eksekusi untuk mengoptimalkan sharing resources.

Kemudian, fleksibilitas pengadaan crude untuk meningkatkan gross refining margin (GRM), preventive maintenance di seluruh kilang, dan sentralisasi procurement.

Tak hanya itu, Pertamina juga menginisiasi penurunan losses dengan menerapkan digitalisasi dan mengimplementasikan new ways of working (agile working). 

Dukung pemerintah tanggulangi Covid-19

Fajriyah menambahkan, meski dalam kondisi yang berat selama pandemi, pelayanan prima bagi masyarakat merupakan prioritas Pertamina.

Dukungan kepada pemerintah dalam menanggulangi Covid-19 juga terus digulirkan melalui pembangunan 3 rumah sakit (RS) Modular Darurat, yakni Patra Comfort, Simprug, dan Tanjung Duren.

Selain itu, Pertamina juga mengoperasikan RS Ekstensi di Asrama Haji Pondok Gede serta berhasil menambah hampir 1.000 tempat tidur perawatan.

“Angka ini belum termasuk pengoperasian RS rujukan Covid-19 yang tersebar di seluruh Indonesia oleh Pertamina Bina Medika," kata Fajriyah.

Untuk diketahui, sejak pandemi merebak di Indonesia, Pertamina Group telah menggelontorkan anggaran triliunan rupiah untuk membantu masyarakat menghadapi pandemi. 

Hal itu termasuk bantuan 315 ventilator untuk 30 RS dan terlibat langsung dalam percepatan penyaluran lebih dari 4.300 ton oksigen medis untuk 366 RS yang tersebar di 9 provinsi.

Dukung pemberdayaan UMKM 

Tak hanya di sektor kesehatan, guna mendorong pemulihan perekonomian masyarakat, Pertamina juga menjalankan program pemberdayaan untuk lebih dari 13.000 usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang terdampak pandemi. Bahkan, Pertamina juga turut mendorong UMKM menuju go global

Fajriyah menjelaskan, meski permintaan belum kembali normal, Pertamina tetap menjalankan kegiatan operasi di seluruh ekosistem energi dari hulu sampai hilir, termasuk pembangunan berbagai proyek strategis nasional.

“Rata-rata tingkat komponen dalam negeri (TKDN) lebih dari 57 persen jauh di atas target 30 persen,” terangnya.

Dengan demikian, lanjut Fajriyah, Pertamina menjaga keberlangsungan hidup 1,2 juta tenaga kerja langsung serta menciptakan multiplier effect terhadap sekitar 20 juta tenaga kerja secara tidak langsung.

“Hal tersebut merupakan kontribusi Pertamina untuk terus menjadi lokomotif perekonomian nasional,” ujar Fajriyah. 

Adapun seluruh pencapaian Pertamina tak lepas dari hasil dan manfaat restrukturisasi yang berjalan optimal. Dalam hal ini, legal end state untuk beberapa subholding telah tercapai dan dalam proses penyelesaian keseluruhan tahapan.

Dengan upaya strategis dan terobosan manajemen di semua sektor bisnis, imbuh Fajriyah, Pertamina berharap dapat melewati tahun kedua pandemi Covid-19 dengan kinerja yang tetap positif.

“Di samping berkomitmen menjalankan amanah menjaga ketahanan dan layanan energi nasional, Pertamina juga menjalankan peran menggerakkan ekonomi nasional, memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk negara dan masyarakat, tidak hanya berorientasi profit semata," kata Fajriyah.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com