KOMPAS.com – Sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) merupakan salah satu penopang utama perekonomian nasional, baik untuk saat ini maupun jangka panjang.
Oleh karena itu, keberpihakan pemerintah kepada pelaku UMKM semakin tinggi. Hal ini terlihat dari kehadiran program percepatan inklusi keuangan hingga 90 persen dan kenaikan porsi kredit UMKM sebesar 30 persen dari total kredit nasional pada 2024.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM), sekitar 99 persen dari total pelaku usaha di Indonesia merupakan pelaku UMKM. Dari angka ini, sebesar 98 persen di antaranya adalah pelaku usaha mikro. Oleh sebab itu, upaya mempercepat akses layanan keuangan kepada pelaku usaha mikro menjadi relevan.
Direktur Bisnis Mikro Bank Rakyat Indonesia (BRI) Supari mengatakan, layanan keuangan yang dibutuhkan oleh para pelaku usaha mikro sebagian besar adalah layanan pembiayaan atau kredit.
Lebih dari 53 juta pelaku usaha mikro, lanjut Supari, memerlukan kemudahan akses layanan keuangan formal. Sebagian besar atau lebih dari 31 persen dari jumlah tersebut merupakan pelaku usaha mikro di sektor pertanian.
Supari berharap, kemudahan akses layanan keuangan atau pembiayaan dapat berkontribusi dalam percepatan program inklusi nasional dan program porsi pinjaman UMKM terhadap total pembiayaan nasional.
Komitmen BRI dalam sektor pertanian
Sebagai informasi, portofolio kredit mikro BRI mencapai angka Rp 307,7 triliun pada akhir 2019. Selama masa pandemi Covid-19, BRI berhasil mencatatkan pertumbuhan kredit mikro hampir 20 persen.
Hal tersebut ditopang oleh penyaluran kredit mikro sebesar Rp 339,1 triliun kepada 10,5 juta pelaku usaha mikro.
“Dari total penyaluran, sebesar Rp 161,6 triliun atau 47,5 persen disalurkan di sektor pertanian dengan lima subsektor ekonomi prioritas,” ujar Supari dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Senin (16/8/2021).
Supari menjelaskan, pembiayaan mikro BRI kepada sektor pertanian selalu mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir. Peningkatan ini memberi kontribusi hampir 20 persen terhadap pembiayaan nasional.
Menurutnya, pandemi tidak menyurutkan BRI untuk meningkatkan kontribusinya ke sektor pertanian. Bahkan, pertanian menjadi salah satu sektor yang berkontribusi terhadap pertumbuhan BRI.
Oleh karena itu, seluruh infrastruktur BRI yang relevan melakukan penataan kembali agar semakin dapat memberi akses kepada pelaku usaha mikro sektor pertanian.
Upaya pertama diwujudkan dengan mendekatkan 28.000 mantri sebagai ujung tombak pemberdayaan BRI pada ekosistem desa.
Kedua, peningkatan berbagai program pemberdayaan kelompok atau klaster yang meliputi literasi dasar, bisnis, dan digital. Saat ini, sebanyak 10.000 klaster dengan 4.700 di antaranya merupakan klaster pertanian tercatat sebagai peserta berbagai program pemberdayaan dari BRI.
Fenomena pertumbuhan sektoral di masa pandemi
Supari menyoroti bahwa dalam kondisi pandemi, terdapat fenomena perubahan postur pertumbuhan sektoral. Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi secara sektoral didominasi oleh sektor perdagangan. Kini, bergeser ke sektor yang lain, terutama sektor pertanian.
Dia menambahkan, sepanjang pandemi, sektor pertanian terbukti mampu bertahan dan justru mengalami pertumbuhan yang signifikan.
“Oleh karenanya, perseroan berkomitmen untuk terus mendorong peningkatan produksi sektor pertanian melalui pembiayaan dan pemberdayaan kepada pelaku usaha di bidang pertanian,” lanjut Supari.
Selain perubahan postur pertumbuhan sektoral, pandemi juga berdampak pada perubahan lanskap kapasitas produksi dalam pendekatan pembiayaan.
Sebagai contoh, intensifikasi kapasitas produksi di wilayah Pulau Jawa semakin menguat. Sementara itu, wilayah di luar Pulau Luar Jawa mengalami perluasan sentra produksi.
Selain itu, selama pandemi juga terjadi indikasi penguatan pada komoditas-komoditas strategis. Hal ini terlihat dari tren alokasi pembiayaan yang tumbuh signifikan sebesar 47,7 persen dari 2019 sampai semester I 2021.
Dorong pertumbuhan komoditas unggulan baru
Strategi penyaluran pembiayaan BRI selama pandemi juga memunculkan potensi pertumbuhan komoditas unggulan baru.
Hal itu menjadi indikasi besarnya perkembangan potensi sektor pertanian untuk mendukung kemandirian pangan. Adapun perkembangan tersebut terlihat dari peningkatan beberapa komoditas pertanian.
Seperti diketahui, modal kerja merupakan salah satu unsur utama penggerak sektor pertanian. Oleh sebab itu, upaya meningkatkan akses pembiayaan merupakan hal yang penting.
Untuk itu, percepatan dan perluasan akses pembiayaan melalui ekosistem pertanian diharapkan dapat memitigasi risiko, baik secara individu maupun kelompok atau klaster.
Supari menambahkan, pola pendekatan klaster terbukti mampu meningkatkan peran kelembagaan dengan nuansa kearifan lokal.
Adapun strategi pengembangan klaster binaan BRI diarahkan pada tiga hal. Pertama, peningkatan produktivitas. BRI menyelenggarakan 6.000 lebih program pemberdayaan berupa pelatihan serta pemberian bantuan sarana produksi untuk peningkatan kapasitas dan produktivitas.
Kedua, peningkatan akses pasar yang dilakukan melalui inovasi dan kolaborasi. Selain menciptakan berbagai payment tools, BRI juga menggandeng berbagai mitra, mulai dari penyedia platform blockchain, hingga e-commerce.
Selain itu, lanjut Supari, kegiatan kurasi dan business matching BRIlian Preneur pun rutin dilakukan guna menjembatani pelaku UMKM ke pasar internasional.
Pada kegiatan tersebut, BRI berhasil mendapat 74 kontrak pembelian dengan total dealing amount sebesar 57,5 juta dollar Amerika Serikat (AS) pada 2020.
Strategi ketiga, peningkatan kualitas dan nilai tambah (value added) seluruh pelaku ekosistem bisnis yang terhubung dalam rantai nilai, mulai dari perusahaan, petani, kelompok tani, pengumpul, pengolah, pedagang, hingga pasar.
Supari menjelaskan, kegiatan pemberdayaan tersebut juga diarahkan pada delapan klaster komoditas yang menjadi fokus program Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Adapun kemajuan perkembangan pemberdayaan tersebut dicerminkan dengan besarnya pembiayaan BRI, sebagai berikut.
“Sejalan dengan program Kementerian BUMN, BRI secara konsisten mendukung peningkatan produksi komoditas unggulan melalui pemberdayaan klaster. Ini merupakan dukungan nyata BRI kepada pemerintah untuk mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan nasional,” kata Supari.
Untuk menciptakan sebuah ekosistem bisnis pertanian yang terintegrasi, lanjut Supari lagi, diperlukan kolaborasi dari berbagai pemegang kepentingan (stakeholders).
Oleh sebab itu, ekosistem BRI memegang peranan penting dalam menjamin business process dari hulu sampai ke hilir.
“Dalam menjamin kelancaran rantai bisnis, konsolidasi klaster melalui platform teknologi dapat membangun nilai tawar kepada para pelaku usaha untuk terlibat. Mulai dari penyedia teknologi budidaya pertanian, pemasaran yang terkoneksi dengan off taker, hingga produksi pascapanen dengan diversifikasi produk,” imbuh Supari.