KOMPAS.com - Perkembangan teknologi yang semakin pesat di era digital menjadi salah satu kekhawatiran sebagian besar masyarakat, termasuk bagi tenaga pendidik.
Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Betapa tidak, cukup dengan gawai di tangan, siswa dapat dengan bebas mengakses berbagai informasi di internet.
Bila konten yang diakses bersifat positif untuk menambah wawasan, hal ini tidak menimbulkan masalah. Namun sebaliknya, bila gawai digunakan untuk mengakses konten negatif, seperti pornografi, perjudian, kekerasan, fitnah, hingga berita palsu (hoaks), hal itu akan membawa dampak buruk bagi mental dan pola pikir siswa.
Diberitakan Kompas.com, Selasa (13/10/2020), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah menangani sekitar 1,3 juta konten negatif di internet.
Kemenkominfo menilai, minimnya literasi digital menjadi salah satu penyebab maraknya penyebaran konten negatif di dunia maya.
Oleh karena itu, pemblokiran terhadap sumber konten negatif yang telah dilakukan Kemenkominfo tak cukup mengatasi masalah tersebut.
Sebagai salah satu upaya preventif, Kemenkominfo menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital bertajuk "Menjadi Pendidik Cerdas dan Cakap Digital" ini digelar pada Kamis (12/8/2021). Webinar ini juga menjadi salah satu langkah edukasi bagi masyarakat.
Kemenkominfo menghadirkan sejumlah ahli sebagai narasumber webinar tersebut, di antaranya dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Bevaola Kusumasari serta dosen Kebijakan Publik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Dwiyanto Indiahono.
Kemudian, perwakilan Pena Enterprise dan Kaizen Room A Zulchaidir Ashary, serta dosen Universitas Ngurah Rai sekaligus perwakilan Indonesian Association for Public Administration (IAPA) Putu Eka Tresna Dewi.
Dalam pemaparannya, Bevaola Kusumasari mengatakan bahwa populasi dunia terbagi dalam berbagai kategori generasi, di antaranya adalah silent generation, baby boomers, generasi X, Y atau milenial, Z, dan alpha.
Menurut Bevaola, generasi milenial, Z, dan alpha dapat mengoptimalkan teknologi internet untuk bekerja, berkreativitas, dan menghasilkan konten-konten yang bersifat positif.
Mulai dari menjadi influencer atau podcaster media sosial, penulis konten digital, membangun toko online, mengajar, merancang aplikasi mobile, hingga menjadi blogger ataupun vlogger.
"Mari isi dunia internet dengan konten-konten positif yang inspiratif, edukatif, informatif, dan menghibur,” ujar Bevaola dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Rabu (18/8/2021).
Bevaola juga mengingatkan untuk menghindari konten negatif yang bertebaran di dunia maya, seperti hoaks, ujaran kebencian, dan perundungan.
Pada kesempatan yang sama, Dwiyanto Indiahono memaparkan laporan tentang etika netizen Indonesia di dunia maya.
Dwiyanto menyebutkan, berdasarkan laporan terbaru Digital Civility Index (DCI) yang mengukur tingkat kesopanan digital pengguna internet dunia di dunia maya, warganet Indonesia menempati urutan terbawah se-Asia Tenggara.
Terkait hal tersebut, Dwiyanto mengemukakan tiga faktor utama yang menyebabkan netizen Indonesia dianggap paling tidak sopan di dunia maya, yakni hoaks dan penipuan, ujaran kebencian, serta diskriminasi.
Konten-konten negatif tersebut dinilai dapat menimbulkan rasa kebencian, permusuhan, dan ancaman kekerasan untuk menakut-nakuti pengguna internet lainnya.
“Oleh karena itu, hindari hal-hal tersebut dan milikilah komunitas yang baik. Rancang strategi digital untuk menanggapi peluang dan ancaman. Maju terus dan pantang menyerah," kata Dwiyanto.
Sementara itu, Zulchaidir Ashary menjelaskan perubahan yang terjadi terkait perkembangan teknologi. Menurutnya, perubahan bisa dilihat dari cara seseorang berkomunikasi.
“Dulu, masyarakat berkomunikasi menggunakan telepon kabel. Saat ini, hal tersebut sudah tergantikan oleh gadget (yang lebih) canggih, seperti smartphone,” jelasnya.
Adapun pesatnya inovasi teknologi semakin memudahkan manusia untuk melakukan berbagai aktivitas, serta bisa mendapatkan informasi secara online dan real time. Dengan kemudahan teknologi, pengguna internet bisa mendapat manfaat dari konten-konten positif.
Zulchaidar menambahkan, bagi kalangan milenial, guru yang cakap bisa menjadi idola dan suri teladan. Dengan konsistensi serta kecakapan digital yang dimiliki, guru dapat melindungi siswa dari paparan informasi negatif dunia maya. Dengan demikian, generasi yang cerdas, mandiri, dan berkarakter dapat dilahirkan.
"Keunggulan penggunaan teknologi saat mengajar adalah membantu guru untuk membuat siswa memahami pelajaran dengan lebih mudah dan tertarik untuk belajar. Guru dapat mengajar di mana saja dan kapan saja, mempermudah sistem administrasi di institusi pendidikan, sekaligus memungkinkan kolaborasi antarguru," ujarnya.
Pada sesi terakhir webinar, Putu Eka menjelaskan faktor-faktor yang membuat hoaks mudah menyebar, yakni rasa ingin tahu yang tinggi, era digital, kecepatan media sosial, dan kemudahan dalam mendesain hoaks.
"Sikap yang harus dimiliki pendidik di era globalisasi ialah cerdas, positif, kreatif, dan produktif. Dengan meningkatkan kemampuan kognitif, (pendidik) dapat memilah antara informasi yang benar dan salah, serta tidak menjadi penyebar hoaks atau hate speech," kata Putu.
Putu menegaskan, upaya menyadarkan seseorang yang terbiasa menyebarkan hoaks dapat dimulai dari diri sendiri.
"Kita tidak bisa menyadarkan orang untuk tidak menyebarkan berita hoaks. Hal yang bisa dilakukan adalah tidak merespons hal-hal negatif dan tidak mengikuti tren-tren atau hal negatif. Dengan begitu, mata rantai hoaks bisa terputus," jelas Putu.
Untuk diketahui, webinar tersebut merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang yang diselenggarakan Kemenkominfo.
Webinar tersebut terbuka bagi siapa pun yang punya rasa ingin tahu tentang dunia literasi digital.
Oleh karena itu, Kemenkominfo akan menggelar webinar berikutnya dan mengajak seluruh pihak untuk berpartisipasi dengan mengikuti webinar tersebut melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang Gerakan Nasional Literasi Digital, Anda dapat mengikuti akun Instagram @siberkreasi.