Advertorial

Lewat Webinar #MakinCakapDigital, Kemenkominfo Ajak Masyarakat Lawan Pelanggaran HKI

Kompas.com - 26/08/2021, 08:12 WIB

KOMPAS.com – Dunia digital menyediakan ruang seluas-luasnya bagi setiap orang untuk memublikasikan karyanya. Berbagai karya kreatif dapat dengan mudah ditemui di media sosial, mulai dari foto, ilustrasi, musik, video, cerita pendek, sampai puisi.

Meski demikian, penggunaan karya milik orang lain di media digital untuk keperluan pribadi harus mencantumkan sumber atau mengikuti prosedur perizinan sesuai standar yang berlaku. Tujuannya, supaya terhindar dari gugatan pelanggaran hak kekayaan intelektual (HKI) dan plagiarisme.

Menyikapi hal tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital bertema “Paham Tentang Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) di Internet” yang diikuti sejumlah peserta secara daring, Jumat (20/8/2021).

Webinar tersebut terselenggara berkat kerja sama Kemenkominfo dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital.

Narasumber yang hadir pada webinar tersebut berasal dari berbagai profesi dan bidang keahlian, yakni dosen Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Islam Bandung (Unisba) dan anggota Japelidi Rita Gani, perwakilan Kaizen Room Rhesa Radyan P, founder Bombat Media Pradna Paramita, dan anggota Indonesian Association for Public Administration (IAPA) Pradhika Yunik Nurhayati.

Narasumber lainnya adalah dosen Universitas Ngurah Rai dan anggota IAPA Putu Eka Trisna Dewi serta narasumber dari key opinion leader sekaligus pemenang Pemeran Wanita Film Televisi Terpuji Festival Film Bandung (FFB) 2015 Widi Dwinanda.

Rita Gani memaparkan bahwa HKI merupakan hak untuk menikmati hasil kreativitas intelektual secara ekonomis. Menurutnya, orang yang melakukan pelanggaran HKI berisiko mendapatkan tuntutan hukum. Tak jarang, pelanggar HKI juga mendapat hujatan dari netizen.

Rita melanjutkan, pelanggaran HKI bisa menyebabkan kerugian materiel hingga kebangkrutan bagi pencipta. Menurutnya, terdapat beberapa alasan yang menjadi latar belakang pelaku melakukan pelanggaran HKI. Dua di antaranya adalah untuk keuntungan dan ketenaran instan.

“Bahkan, banyak pelaku tidak mengetahui kalau pencantuman karya tanpa izin pembuat merupakan bentuk pelanggaran HKI,” kata Rita dalam rilis yang diterima Kompas.com, Rabu (25/8/2021).

Rita melanjutkan, para pelanggar HKI kerap merasa bahwa dunia digital berbeda dengan dunia nyata. Akibatnya, mereka tidak merasa bersalah saat mengambil materi karya orang lain di internet.

“Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk membangun kesadaran terhadap HKI adalah mencantumkan sumber jika mengutip atau menggunakan karya orang lain di dunia maya,” kata Rita.

Sementara itu, Widi Dwinanda yang kerap berinteraksi dengan publik karena tuntutan profesi menyampaikan sisi positif dari luasnya ruang digital. Ia bisa menjual karyanya sekaligus mendapatkan nilai tambah di mata publik selama bisa memanfaatkan media sosial untuk hal positif.

Widi mengatakan, terdapat berbagai hal positif yang bisa didapat melalui media sosial, mulai dari menambah pengetahuan dan skill hingga menghasilkan uang melalui konten. Menurutnya, baik buruknya media digital tergantung dari setiap pengguna.

“Memamerkan karya di media sosial bisa membuat kita termotivasi, mendapatkan pujian, sekaligus saling mendukung sesama pengguna. Hal ini membuat kita jadi semangat untuk membuat karya terbaru sekaligus membagikannya,” ujar Widi.

Setelah narasumber memaparkan materi, peserta webinar bisa memberikan tanggapan dan pertanyaan melalui sesi tanya jawab. Salah satu peserta, Wahyuni, menanyakan apakah mengambil karya orang lain di internet termasuk tindakan kriminal?

Rhesa Radyan yang menjawab pertanyaan tersebut mengatakan bahwa pelanggaran HKI termasuk dalam ranah hukum perdata karena masuk dalam kategori tindakan pencurian karya. Karenanya, ia menyarankan kepada para pelaku seni untuk mencatat setiap karya yang dipublikasikan di media digital.

“Dengan demikian, kita bisa mengetahui karya tersebut dipublikasikan untuk keperluan apa saja. Apakah ada pihak yang menggunakan karya tersebut dengan seizin mereka? Bila ada, proses perizinannya seperti apa,” ujar Rhesa.

Sebagai informasi, webinar tersebut merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital yang diselenggarakan Kemenkominfo di Jakarta Selatan. Kegiatan seri webinar #MakinCakapDigital terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital.

Kemenkominfo mengapresiasi dukungan dan partisipasi semua pihak sehingga webinar tersebut dapat berjalan dengan baik. Terlebih, seri webinar #MakinCakapDigital menargetkan 12,5 juta jumlah partisipan.

Oleh karena itu, Kemenkominfo membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua pihak untuk berpartisipasi pada webinar selanjutnya. Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

 

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com