Advertorial

Pentingnya Digital Skills dalam Berinteraksi di Media Sosial

Kompas.com - 23/09/2021, 11:09 WIB

KOMPAS.com - Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Sayangnya, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa memiliki kemampuan memahami dan mengolahnya secara baik sehingga mudah terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema "Cara Belajar Agama di Internet, Amankah?". Webinar yang digelar pada Jumat (10/9/2021) ini diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Pada webinar tersebut, hadir narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, di antaranya Media Planner Ceritasantri.id Aina Masrurin, Kepala Seksi Pendidikan Madrasah (Kasi Penmad) Kabupaten Serang H Muhtadi, dosen dan peneliti dari Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Dr Rifelly Dewi Astuti, dan CEO Kaizen Room Ismita Saputri.

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.

Salah satu narasumber, Aina Masrurin mengatakan, masyarakat memerlukan digital skills dalam berinteraksi di media sosial. Menurutnya, dalam belajar, khususnya belajar agama, internet merupakan alat penunjang dan bukan yang utama. Dengan kata lain, teladan guru tidak bisa digantikan oleh internet.

“Belajar agama di internet tidak bisa dilakukan secara otodidak. Harus ada bimbingan dari seorang guru yang otoritatif dan kompeten di bidangnya. Sebab, keteladanan tidak bisa ditransfer hanya melalui visual dan audio," tutur Aina dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Kamis (16/9/2021).

Pembicara lain, Muhtadi turut menyorot anggapan bahwa netizen Indonesia dikenal tidak ramah di dunia maya. Menurutnya, terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi, yakni hoaks atau penipuan, ujaran kebencian, dan diskriminasi.

Untuk mengatasinya, diperlukan dasar agama yang kuat. Menurut Muhtadi, ilmu tabayyun pun bisa dimanfaatkan.

Tabayyun artinya adalah mencari kejelasaan tentang sesuatu hingga jelas dan benar keadaannya. Secara istilah, tabayyun sama seperti meneliti dan menyeleksi berita agar tidak tergesa-gesa dalam mengambil kesimpulan terhadap informasi yang didapatkan,” kata Muhtadi.

Masyarakat, lanjutnya, juga bisa menerapkan tawaqquf , sikap atau perbuatan menahan diri untuk tidak langsung memercayai atau menolak sesuatu. Terakhir, Muhtadi mengimbau masyarakat untuk melakukan tajannub Al-zhann, yakni sikap menjauhi asumsi atau prasangka.

"Provokasi itu seperti virus, jika tidak dibatasi, virus ini akan menginfeksi (orang) lain. Oleh karena itu, diperlukan antivirusnya, yaitu tabayyun, tawaqquf, dan tajanub," tuturnya.

Menyebarkan berita bohong

Dalam menggunakan media digital, masyarakat rentan terpapar konten negatif. Salah satunya, berita bohong atau hoaks. Dr Rifelly menjelaskan, dalam hoaks terdapat istilah misinformasi, yaitu kesalahan dalam informasi yang disebarkan karena unsur ketidaksengajaan.

"Lalu, ada disinformasi, yaitu tindakan menyebarkan informasi yang salah dan dilakukan secara sengaja. Ada pula malinformasi, yakni informasi yang memiliki unsur kebenaran, tetapi penyebarannya dimaksudkan untuk merugikan dan membahayakan pihak tertentu," katanya.

Sebagai pembicara terakhir, Ismita Saputri menjelaskan bahwa karakteristik masyarakat digital cenderung tidak menyukai aturan yang mengikat atau tidak suka diatur.

"Dalam bermedia sosial, lakukan hal-hal baik, seperti berbagi berita positif atau menghormati orang lain yang memiliki pendapat berbeda. Selain itu, verifikasi semua permintaan data pribadi dan selalu berhati-hati dengan tautan atau laman yang mencurigakan," pesan Ismita.

Dalam sesi webinar, peserta yang hadir dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Vira, salah satu peserta memanfaatkan kesempatan ini dengan bertanya tentang sikap yang seharusnya diambil jika mengetahui ada teman di media sosial yang menyebarkan ujaran kebencian.

Muhtadi menjawab pertanyaan itu dengan menjelaskan bahwa dalam melakukan interaksi di media sosial, seseorang harus beretika baik, sopan, bijaksana, berkomunikasi yang baik, dan menyikapi sesuatu dengan baik.

Sebagai informasi, kegiatan webinar yang diselenggarakan Kemenkominfo terbuka untuk umum. Bagi yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital, Anda bisa mengikuti agenda webinar selanjutnya dengan mengakses akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com