Advertorial

Lewat Webinar #MakinCakapDigital, Kemenkominfo Ajak Masyarakat Percepat Penyebaran Literasi Digital

Kompas.com - 23/09/2021, 11:12 WIB

KOMPAS.com - Setiap orang yang mengakses ruang digital harus memiliki kompetensi dasar literasi digital. Tujuannya, supaya mereka mampu memahami, menyeleksi, menganalisis, serta memverifikasi segala berita dan informasi di internet.

Meski setiap orang memiliki kebebasan berekspresi, hak tersebut hendaknya tidak dipakai untuk melukai orang lain serta membahayakan kepentingan publik, negara, dan masyarakat.

Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan literasi digital. Tujuannya, guna mengisi ruang maya dengan konten yang mampu mengedukasi dan menginspirasi masyarakat.

Terdapat beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk membangun masyarakat berbudaya Indonesia melalui pendidikan literasi digital.

Salah satunya, melalui pendekatan 4D yang berarti dekat, dukung, dampingi, dan diskusi. Pendekatan tersebut membutuhkan upaya dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menggelar webinar bertajuk “Literasi Digital: Bangun Masyarakat Digital Berbudaya Indonesia” berkat kerja sama Kemenkominfo dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital pada Senin (13/9/2021). Kegiatan ini diikuti sejumlah peserta secara daring.

Narasumber yang hadir pada webinar tersebut berasal dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) dan anggota Indonesian Association for Public Administration (IAPA) Bevaola Kusumasari dan CEO Jaring Pasar Nusantara Muhamad Achadi.

Kemudian, anggota IAPA Pradhikna Yunik Nurhayati, pekerja dan pengembang media seni Tomy Widiyatno, serta perwakilan dari pihak key opinion leader (KOL) penulis Brian Krishna.

Menjadi narasumber pertama, Muhamad Achadi menyampaikan bahwa media digital telah melahirkan ruang sosial baru bernama netizen atau warganet.

Kehadiran netizen merefleksikan kekuatan sipil baru yang bisa melakukan kontrol sosial hingga politik. Bahkan, hal ini dapat memunculkan solidaritas sosial dan pemihakan pada kaum lemah.

Menurut Achadi, budaya gotong royong yang telah lama mengakar di dalam masyarakat Indonesia kini bertransformasi menjadi gotong royong secara digital. Solidaritas netizen dalam merespons bencana dan persoalan sosial tecermin dalam berbagai aksi sosial.

“Aksi tersebut di antaranya adalah menjadi relawan, mengumpulkan donasi (crowdfunding), dan berbagai informasi melalui jejaring media sosial,” kata Achadi dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (16/9/2021).

Achadi menambahkan bahwa esensi gotong royong sebagai tindakan bekerja sama tanpa pamrih tidak hilang, meski dilakukan secara digital. Pasalnya, media sosial memiliki kekuatan untuk mengumpulkan warga digital tanpa batasan ruang dan waktu.

Saat ini, lanjut Achadi, siapa pun bisa berjejaring dengan semangat dan komitmen yang sama. Netizen dapat bertindak sebagai pembuat, pembagi, dan penikmat konten. Dengan demikian, setiap orang dapat menjadi aktor atau fasilitator di media sosial, baik sebagai good influencer maupun inspirator.

“Pengguna media sosial hendaknya tidak sekadar mengejar popularitas, tetapi juga menggunakan integritas, otoritas keilmuan atau keahlian, serta track record yang baik untuk menjadi teladan bagi orang lain,” ujar Achadi.

Sementara itu, Brian Krishna menceritakan perjalanan hidupnya sebagai penulis.

Menurutnya, menjadi penulis pada zaman dulu merupakan hal yang sulit. Pasalnya, calon penulis harus melewati serangkaian proses, mulai dari harus lolos seleksi di koran, membangun portofolio, sampai mencari penerbit yang ingin menerbitkan karya.

Berbeda dengan keadaan saat ini. Menjadi penulis kian mudah. Terlebih, bagi orang yang sudah memiliki audiens sehingga penerbit tidak lagi memusingkan hal tersebut.

Personal branding yang dibangun melalui platform digital kini sangat berharga. Dengan demikian, penulis bisa langsung mencetak karya. Misalnya, dari situs Wattpad,” ujar Brian.

Ia menambahkan bahwa proses pencarian referensi kini dapat dilakukan dengan mudah melalui internet. Misalnya, seperti yang dia lakukan saat meneliti keris dan pewayangan di Jawa, Bali, dan India untuk bahan tulisannya.

Meski demikian, era digitalisasi juga memberikan dampak buruk bagi penulis. Salah satunya adalah maraknya peredaran e-book bajakan yang dapat merugikan penulis.

Guna mengatasi hal tersebut, Brian mendorong sosialisasi literasi digital supaya masyarakat menghargai hak kekayaan intelektual (HAKI). Menurutnya, menghargai HAKI merupakan aspek penting karena membuat masyarakat menghargai karya cipta orang lain.

“Ketika sudah memiliki wawasan literasi digital, kita memiliki tanggung jawab atas diri sendiri. Salah satunya dengan bersikap bijaksana di internet serta membantu mengedukasi banyak orang,” ujar Brian.

Setelah narasumber memaparkan materi, peserta webinar bisa bertanya dan memberikan tanggapan melalui sesi tanya jawab. Salah satu peserta, Pujiono Prasetya, menyampaikan bahwa pemahaman literasi digital masyarakat secara umum masih kurang, apalagi masih banyak yang gagap teknologi.

Ia pun menanyakan, bagaimana seharusnya sikap pelaku media, baik televisi, radio, maupun media sosial untuk mengedukasi mengedukasi masyarakat tentang pentingnya literasi digital. Terlebih, masyarakat pedesaan yang minim informasi dan pengetahuan mengenai media sosial.

Bevaola yang menjawab pertanyaan tersebut mengatakan, andaikan media konvensional sudah berliterasi digital, hal tersebut masih belum cukup karena jangkauan terhadap masyarakat di pelosok masih kurang.

Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah merekrut lembaga dan organisasi untuk bisa masuk ke pelosok-pelosok dalam rangka melakukan edukasi dan pelatihan di desa-desa.

“Misalnya, organisasi tersebut melakukan pelatihan yang melibatkan ibu-ibu PKK dan karang taruna,” kata Bevaola.

Sebagai informasi, webinar tersebut merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital yang diselenggarakan Kemenkominfo di Jakarta Timur. Kegiatan seri webinar #MakinCakapDigital terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital.

Kemenkominfo mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga webinar tersebut dapat berjalan dengan baik. Terlebih, seri webinar #MakinCakapDigital menargetkan 12,5 juta jumlah partisipan.

Oleh karena itu, Kemenkominfo membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua pihak untuk berpartisipasi pada webinar selanjutnya. Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau