Advertorial

Tantangan yang Timbul Akibat Kemudahan dalam Mengakses Dunia Maya

Kompas.com - 23/09/2021, 11:21 WIB

KOMPAS.com – Pandemi Covid-19 mengharuskan pelajar terbiasa dengan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan secara online.

Di tengah berbagai kemudahan kegiatan pembelajaran online, sejumlah masalah pun muncul. Masalah ini di antaranya rasa teralienasi siswa akibat kurang pengalaman berinteraksi dengan pengajar dan teman sebaya, serta kemampuan komunikasi dan jalin relasi yang terabaikan.

Mereka juga akhirnya terbiasa beraktivitas lewat gawai. Padahal, tak semua dari mereka cukup umur untuk mengaksesnya. Di sini lah perlunya pendampingan orangtua. Sebab, berbagai konten, termasuk yang tidak layak untuk ditonton atau dibaca mudah ditemukan di internet.

Miss Halal Tourism Indonesia 2018 sekaligus narasumber Riska Yuvista dalam webinar “Tantangan Pendidikan Agama Membuat Kurikulum Berbasis Digital” juga membenarkan hal tersebut.

Ia mengatakan, dunia digital menawarkan perkembangan yang sangat cepat. Namun, hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk para pengajar. Internet mengizinkan semua orang mengakses informasi yang diinginkan tanpa ada batasan umur.

Dengan demikian, orangtua memiliki peranan yang besar dalam mengawasi anak saat berselancar di dunia maya.

“Mereka tidak bisa langsung dilarang, tetapi harus dijelaskan juga alasannya,” kata Riska dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (17/9/2021).

Selain itu, Riska menjelaskan, pengguna media digital harus berhati-hati saat sharing dan memilah akses terhadap konten tertentu.

“Jangan sampai kita mengakses konten yang provokatif. Pilih laman-laman yang memang tepercaya. Pikirkan output yang kita dapat dan juga yang orang lain akan dapatkan,” paparnya.

Meski demikian, ia tak menampik kalau ada manfaat dari media digital. Ia menilai, kemajuan teknologi menawarkan berbagai keuntungan dan kemudahan.

“Sebagai contoh, dulu (bagi yang beragama Islam) ingin membaca surat harus membawa Al-Quran, tetapi sekarang cukup membawa handphone,” tutur Riska.

Hal itu diamini oleh akademisi serta pemerhati pendidikan, sosial, dan keagamaan Sugiyono. Ia mengatakan, kemudahan dalam menggunakan teknologi digital merupakan bagian dari revolusi industri 4.0.

“Revolusi industri 4.0 hadir lebih cepat dari yang masyarakat bayangkan. Konsep pendidikan pasca Covid-19 adalah blended learning. Intinya, mengkombinasikan pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran jarak jauh,” kata Sugiyono.

Ia melanjutkan, sistem pembelajaran tersebut bersifat student centered, yaitu guru atau dosen sebagai pengajar memfasilitasi siswa untuk berpikir lebih kritis dan kreatif.

“Guru dan dosen dituntut lebih dinamis. Sejumlah studi penelitian empiris memperlihatkan bahwa blended learning secara nyata dapat meningkatkan antusiasme, kemampuan analisis, serta profesionalitas peserta didik,” papar Sugiyono.

Hal tersebut membuat peserta didik memiliki kemampuan untuk melakukan konstruksi pemahaman yang diperoleh dari proses eksplorasi dibandingkan sebelumnya yang sekadar menerima bahan ajar.

Memahami netiket dalam dunia maya

Tantangan lain yang tercipta akibat merajalelanya kemajuan teknologi adalah pengguna sering kali terjerumus pada penyimpangan etika.

Untuk itu, perwakilan dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta, Muhammad Mustafied menegaskan, pengguna perlu memahami dengan baik mengenai etika.

“Perlu memilah mana yang baik dan buruk. Terapkan konsep etika dalam dunia digital. Setelah itu, ketahui cara melaksanakan etika itu dalam tata kelola digital atau yang disebut netiket,” kata Mustafied.

Selain itu, lanjutnya, pengguna juga perlu menyadari bahwa pengguna internet sangat beragam.

Masyarakat yang tidak memahami keberagaman pengguna internet, menurutnya, berisiko melakukan tindakan yang tidak berdasarkan pada netiket tersebut.

“Dibutuhkan suatu rumusan etik yang lebih rinci agar kehidupan digital berpijak pada nilai etik. Hal ini perlu disosialisasikan dengan lebih kuat,” tutur Mustafied.

Sebagai informasi, webinar  “Tantangan Pendidikan Agama Membuat Kurikulum Berbasis Digital” yang dilaksanakan pada Selasa (14/9/2021) merupakan bagian dari seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital yang akan diadakan hingga akhir 2021.

Webinar tersebut terbuka bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital. Peserta yang mengikutinya juga akan mendapatkan e-certificate.

Adapun rangkaian webinar tersebut termasuk dalam Modul Literasi Digital yang digagas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital Indonesia.

Seri Modul Literasi Digital memiliki empat tema besar, yakni Cakap Bermedia Digital, Budaya Bermedia Digital, Etis Bermedia Digital, dan Aman Bermedia Digital.

Melalui program tersebut, masyarakat Indonesia diharapkan bisa memanfaatkan teknologi digital dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.

Program literasi digital juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak yang terlibat sehingga dapat mencapai target 12,5 juta partisipan.

Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa mengikuti akun Instagram @siberkreasi dan @siberkreasi.dkibanten

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau