Advertorial

Tren Penggunaan Gawai Meningkat, Kenali Dampak Cyberbullying pada Anak

Kompas.com - 29/09/2021, 20:59 WIB

KOMPAS.com – Seiring perkembangan teknologi digital, risiko perundungan atau cyberbullying pada anak terus meningkat, terutama di masa pandemi Covid-19.

Melansir Kompas.com, Sabtu (28/11/2020), cyberbullying terjadi karena peningkatan intensitas penggunaan gawai oleh anak-anak seiring diterapkannya sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ). Alhasil, risiko bullying pun rentan terjadi di ranah digital.

Merespons fenomena tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital bertajuk "Identifikasi dan Antisipasi Perundungan Digital (Cyberbullying)” pada Kamis (23/9/2021).

Pada webinar tersebut, Kemenkominfo menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang, yakni founder and CEO PT Maline Teknologi Internasional Samuel Berrit Olam serta lawyer bidang informasi dan teknologi (IT) Sandy Nayoan.

Kemudian, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Muhammad Yunus Anis dan dosen Hubungan Internasional Universitas Budi Luhur (UBL) Jakarta Anggun Puspitasari.

Pada kesempatan tersebut, Samuel Berrit menjelaskan bahwa cyberbullying adalah perundungan yang dilakukan dengan menggunakan teknologi digital.

"Hal itu dapat terjadi di media sosial, platform chatting, game, dan ponsel," ujar Samuel dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Senin (27/9/2021).

Ia menambahkan, cyberbullying merupakan perilaku berulang untuk menakut-nakuti, membangkitkan amarah, atau mempermalukan seseorang yang menjadi sasaran.

Berdasarkan data Drone Emprit, lanjut Samuel, perundungan siber paling banyak terjadi di Instagram sebesar 42 persen. Kemudian, disusul platform Facebook 37 persen, Snapchat 31 persen, WhatsApp 12 persen, YouTube 10 persen, dan Twitter 9 persen.

Adapun faktor terbesar yang melatarbelakangi terjadinya perundungan di ranah digital adalah penampilan dengan persentase 61 persen.

Pada kesempatan yang sama, Sandy Nayoan menegaskan bahwa cyberbullying lebih kejam dibandingkan bullying. Pasalnya, perundung dapat meninggalkan jejak digital, seperti foto, video, dan tulisan.

Dampak cyberbullying juga tergolong dahsyat karena mampu mengguncang psikologis seseorang.

"Dampak cyberbullying di antaranya adalah menimbulkan keresahan, tekanan emosional, ketakutan, kurang percaya diri, kebencian, bunuh diri, tidak semangat hidup, cemas berlebih atau depresi, isolasi diri dunia maya, kemarahan, dan dendam," ungkap Sandy.

Sandy menjelaskan, salah satu ciri-ciri cyberbullying adalah tidak adanya kekerasan fisik yang terjadi antara pelaku dan korban karena aksi perundungan tersebut menggunakan teknologi.

“Terdapat pasal hukum yang bisa menjerat pelaku bullying. Tindakan yang bermuatan kesusilaan dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE),” jelas Sandy.

Perundungan yang bermuatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik dapat dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.

Sementara, pemerasan dan atau ancaman dapat dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (4) UU ITE.

"Perlakukan orang lain seperti Anda ingin orang lain memperlakukan diri Anda. Saring sebelum sharing. Karena itu, kirim konten positif dan jangan ikuti orang lain yang melakukan bullying. Terapkan nilai-nilai Pancasila dalam bermedia," tuturnya.

Senada dengan Sandy, Muhammad Yunus mengatakan bahwa perundungan merupakan perilaku tidak menyenangkan, baik secara verbal, fisik, maupun sosial, di dunia nyata maupun dunia maya. Perundungan bisa membuat seseorang tertekan, sakit hati, dan tidak nyaman.

"Indonesia dengan potensi keragaman budayanya harus terus dijaga dan dilestarikan, khususnya di ranah digital,” kata Yunus.

Dengan memperkuat karakter nilai-nilai Pancasila, lanjut Yunus, akan lahir budaya digital yang kreatif, aman, dan nyaman. Tak kalah penting, optimalisasi empat kurikulum literasi digital juga harus dilakukan.

Oleh karena itu, Anggun Puspitasari mendorong berbagai pihak untuk melindungi diri dari risiko cyberbullying di media sosial, terutama pada anak-anak.

“Utamakan mengikuti akun media sosial yang sudah terferivikasi. Hati-hati dengan alter account, fake account, dan non-personal account. Bertemanlah dengan akun yang mempunyai mutualfriend,” jelasnya.

Untuk diketahui, webinar tersebut merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang yang diselenggarakan Kemenkominfo. Webinar ini terbuka bagi siapa pun yang ingin belajar tentang dunia literasi digital.

Kemenkominfo mengajak seluruh pihak untuk berpartisipasi dengan mengikuti webinar tersebut melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang Gerakan Nasional Literasi Digital, Anda dapat mengikuti akun Instagram @siberkreasi.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com