KOMPAS.com – Keberadaan berita palsu atau hoaks di Indonesia masih menjadi masalah besar yang harus segera diatasi.
Hal tersebut terjadi lantaran penggunaan media digital oleh masyarakat tak diiringi dengan kemampuan literasi yang baik.
Penyebaran hoaks tak hanya terjadi lewat media online, tetapi juga kerap melalui aplikasi Whatsapp.
Adapun salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mengeluarkan Undang-undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pasal 28 ayat (1) dan pasal 45a ayat (1) UU 19 Tahun 2016.
Kedua pasal itu berisi tentang hukuman terhadap pihak penyebar berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian.
Keberadaan beleid tersebut diharapkan mampu mengurangi jumlah berita palsu yang kian masif diterima masyarakat.
Selain itu, masyarakat juga perlu mengenali beberapa ciri hoaks agar terhindar dari paparan berita palsu dan negatif.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Diponegoro Dr Kismartini, MSi, mengatakan bahwa umumnya, keberadaan berita hoaks tidak diiringi dengan keterangan waktu yang pasti.
Hal itu ia sampaikan dalam web seminar (webinar) #MakinCakapDigital dengan tema “Bersama Lawan Kabar Bohong (Hoaks)”, Rabu (1/9/2021).
Sebagai informasi, webinar "Bersama Lawan Kabar Bohong (Hoaks)" digelar oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital untuk memperkuat literasi digital di masyarakat.
Lebih lanjut, Kismartini menjelaskan, saat menerima berita dengan keterangan waktu yang tidak pasti, sebaiknya cek validitasnya terlebih dahulu melalui mesin pencari Google.
“Cek di Google dengan ketik kata kunci yang dilengkapi kata ‘hoaks’ di belakangnya. Kemudian, lakukan verifikasi data dengan mencocokkan pernyataan yang terkandung dalam konten dengan sumber yang dapat dipercaya. Kita harus dapat melawan hoaks dengan meningkatkan peran para stakeholders,” ujar Kismartini dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (27/9/2021).
Ia menambahkan, negara juga berperan dalam memberikan kepastian hukum untuk melindungi masyarakat dari kejahatan berbasis teknologi informasi.
“Masyarakat juga berperan dan harus melaporkan saat menemukan situs atau apa pun terkait berita bohong. Lalu, pihak swasta harus ikut mendukung kebijakan pemerintah dengan melakukan sosialisasi melalui media sosial dan kegiatan lainnya untuk memerangi hoaks,” kata Kismartini.
Sementara itu, presenter televisi Tyra Lundy mengatakan, penyebaran hoaks kerap terjadi di lingkungan keluarga.
Menurutnya, hal tersebut terjadi karena generasi orang tua belum mampu beradaptasi dengan baik terhadap era digital.
“Saat mereka mendapat berita, biasanya langsung di-share saja ke grup keluarga. Contohnya, saat pemilihan presiden. Waktu itu sampai terjadi banyak perpecahan karena berita-berita hoaks yang disebar untuk saling menjatuhkan hanya karena berbeda pilihan,” jelas Tyra.
Oleh karena itu, Tyra mengimbau agar masyarakat hati-hati terhadap berita yang tidak jelas asal-usulnya.
Ia pun mengingatkan masyarakat agar rajin melakukan pengecekan terkait informasi yang didapat. Terlebih, saat ini, banyak berita dengan unsur clickbait yang bertujuan untuk menarik pembaca melalui judul provokatif.
Di sisi lain, Pengurus Pusat Satuan Pemuda (Sapma) Pancasila Akhdi Kumaeni SPd mengatakan, untuk tak menghiraukan akun penyebar hoaks yang masih beredar di media sosial, meskipun sudah dilaporkan.
Selain itu, berikan juga data valid dan aktual kepada kerabat yang percaya terhadap penyebaran berita bohong.
“Agar cakap dan kritis, kita bisa (mengedukasi) dengan memberikan data-data pembanding. Berikan pemahaman yang (baik) pada kawan saat berdiskusi. Jika sudah dilaporkan dan masih ada berita hoaks dari akun tersebut, memang itulah risiko dari jejak digital yang sulit dihapuskan,” kata Akhdi.
Akhdi menambahkan, untuk melawan berita dari akun penyebar berita bohong, seseorang juga bisa menyebarkannya melalui akun media sosial masing-masing.
Sebagai informasi, webinar “Bersama Lawan Kabar Bohong (Hoaks)” merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital yang diadakan di Kota Jakarta Selatan.
Masyarakat yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital dapat mengikuti kegiatan webinar tersebut.
Kegiatan webinar itu diharapkan dapat mengundang banyak partisipan dan mendapat dukungan banyak pihak agar dapat terselenggara dengan baik. Pasalnya, program literasi yang digagas Kemenkominfo tersebut ditargetkan dapat menjaring 12,5 juta partisipan.
Bagi yang berminat mengikuti webinar pada program literasi digital, silakan ikuti akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.