Advertorial

Usung Kearifan Lokal, UMKM Karya Heuleut Kanekes Baduy Kembangkan Kain Tenun Gedogan

Kompas.com - 14/10/2021, 09:55 WIB

KOMPAS.com – Selain sebagai ciri khas dan identitas, kearifan lokal juga memiliki potensi ekonomi. Keunikan pada kearifan lokal dapat disulap menjadi produk bernilai oleh pelaku usaha kecil mikro dan menengah (UMKM).

Pasalnya, nilai kearifan lokal merupakan sumber daya unik yang dapat digunakan untuk membangun keunggulan kompetitif berkelanjutan pada produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, nilai tersebut perlu dikelola secara arif dan bijak.

Salah satu pelaku UMKM asal Kampung Kadu Ketug, Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Amir bin Salim, menyadari potensi kearifan lokal dari daerahnya. Melalui kelompok UMKM Karya Heuleut Kanekes yang ia didirikan, Amir mengembangkan produk kain tenun gedogan Baduy.

Kain itu merupakan hasil usaha Amir dan 600 masyarakat Baduy dalam menyelaraskan kearifan lokal suku Baduy dengan nilai-nilai terkini.

Untuk diketahui, suku Baduy bukanlah suku terasing, melainkan suku yang dengan sikap kebatinannya memilih menjaga jarak dengan hiruk pikuk kehidupan luar.

Hal tersebut dilakukan guna menunaikan amanat leluhur dan menjaga wasiat karuhun dalam memelihara keseimbangan serta keharmonisan adat, tradisi, dan alam semesta. 

Wasiat karuhun itu menyatu pada kain tenun yang dikembangkan Amir.

Kain tenun ramah lingkungan

Amir menjelaskan, pada zaman dulu, kain tenun Baduy dianggap sakral. Oleh sebab itu, pembuatan kain ini membutuhkan ritual khusus, dikerjakan pada waktu tertentu, dan hanya bisa dilakukan oleh perempuan Baduy terpilih.

Kain tenun melambangkan keteguhan terhadap adat yang diwariskan secara turun-temurun. Keteguhan itu juga dipertahankan dalam teknik pewarnaan kain tenun.

Masyarakat Baduy, kata Amir, memanfaatkan bahan alami berupa tumbuhan dan mikroorganisme yang mudah terurai dan ramah lingkungan untuk mewarnai kain.

“Untuk menghasilkan warna biru, kami menggunakan daun tarum. Sementara, tumbuhan putri malu dimanfaatkan untuk memproduksi kain berwarna kuning,” jelas Amir mencontohkan pada serial mini Petualangan Brilian the Series yang disiarkan di Kompas TV, Minggu (10/10/2021).

Amir menerangkan, pemilihan bahan alami dalam pewarnaan sejalan dengan prinsip masyarakat Baduy dalam menjaga dan mencintai alam. Ia menilai, pewarna alami tidak akan mencemari lingkungan layaknya pewarna sintetis.

Amir dan kelompok UMKM kelompok UMKM Karya Heuleut Kanekes menjelaskan pembuatan kain tenun gedogan kepada Direktur Bisnis Mikro BRI Supari.Dok. BRI Amir dan kelompok UMKM kelompok UMKM Karya Heuleut Kanekes menjelaskan pembuatan kain tenun gedogan kepada Direktur Bisnis Mikro BRI Supari.

Selain itu, pewarnaan kain tenun juga membutuhkan kesabaran ekstra meski terlihat sederhana dengan menggunakan perlengkapan seadanya. Ketekunan dalam proses ini merupakan wujud keteguhan terhadap prinsip yang mengakar pada masyarakat Baduy.

Prinsip-prinsip yang dipegang teguh masyarakat Baduy juga terlihat dari filosofi tiga warna dalam pakaian sehari-hari yang mereka kenakan.

Adapun tiga warna tersebut adalah putih yang melambangkan kesucian diri, hitam melambangkan kesederhanaan, dan biru menggambarkan kelestarian alam.

Tak melulu cuan

Amir juga menjelaskan bahwa produksi kain tenun gedogan senantiasa mengedepankan etika yang berlaku.

Oleh sebab itu, UMKM Karya Heuleut Kanekes tidak berorientasi pada omzet semata. Integritas dan kualitas kain merupakan prioritas utama.

“Meski permintaan produk tinggi, kami tidak akan mempercepat produksi yang berpotensi mengurangi kualitas kain,” kata Amir.

Bagi kelompok UMKM Karya Heuleut Kanekes, mengejar nilai ekonomi tidak harus mengorbankan tatanan yang berlaku. Oleh karena itu, angka produksi dan prinsip adat merupakan dua hal yang bisa dikompromikan.

Pemberdayaan UMKM yang mengutamakan kearifan lokal, seperti UMKM Karya Heuleut Kanekes, membutuhkan peran nyata seluruh pihak. Salah satunya dilakukan oleh Mantri Bank Rakyat Indonesia (BRI) Nova Hardiansyah.

Untuk diketahui, Mantri BRI merupakan perpanjangan tangan dari BRI untuk membantu pelaku UMKM dalam mendapatkan modal usaha dan memberi pendampingan.

Tak hanya itu, Mantri BRI juga turut berperan dalam pemberdayaan pelaku UMKM dan pengembangan ekonomi berbasis kerakyatan yang menjadi garda penjaga perekonomian nasional.

Nova menilai, keunikan kain tenun gedogan karya UMKM Karya Heuleut Kanekes memiliki potensi nilai jual tinggi.

“Keunikan tersebut adalah keahlian menenun yang diwariskan secara turun-temurun dan pemanfaatan bahan alami dalam pembuatannya,” ujar Nova.

Oleh karena itu, Nova terus melakukan pendampingan kepada masyarakat Baduy untuk menjaga keberlangsungan hidup bahan-bahan yang digunakan, misalnya dengan melakukan penanaman kembali.

Sebagai Mitra BRI, Nova juga membantu pengadaan kode Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) BRI. Kode QR ini sudah memenuhi standardisasi yang ditentukan Bank Indonesia (BI).

“Dengan kode itu, transaksi jual beli yang dilakukan UMKM Karya Heuleut Kanekes menjadi lebih mudah,” kata Nova.

Kemudian, Mitra BRI juga telah mendaftarkan UMKM Karya Heuleut Kanekes dalam program Klasterku Hidupku. Melalui program ini, BRI memfasilitasi UMKM binaan untuk go digital dan go online.

Sementara itu, menurut Direktur Bisnis Mikro BRI Supari, kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Baduy dapat menjadi keunikan produk dan meningkatkan potensi ekonomi.

“Sebuah cerita mengenai kearifan lokal dapat tergambar dalam produk yang memiliki nilai jual tinggi,” imbuh Supari.

Kisah selengkapnya mengenai Amir dari UMKM Karya Heuleut Kanekes dan sosok inspiratif dari UMKM lokal lain dapat Anda saksikan dalam tayangan Petualangan Brilian the Series di kanal Youtube BRI.

Nantikan juga kisah-kisah inspiratif UMKM lokal berikutnya dalam Petualangan Brilian the Series season kedua di kanal tersebut.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com