Advertorial

Vaksinasi Covid-19 di Pedalaman, Kolaborasi Jadi Kunci Penting untuk Menjangkau Masyarakat

Kompas.com - 25/11/2021, 15:01 WIB

KOMPAS.com – Dalam upaya pemerataan dan percepatan vaksinasi, pemerintah terus mendistribusikan vaksin ke seluruh penjuru Tanah Air.

Agar vaksinasi dapat dijangkau masyarakat di pelosok daerah, diperlukan dukungan dan kerja sama seluruh pihak. Pasalnya, proses distribusi vaksin ke setiap daerah di Indonesia memiliki tantangan tersendiri.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Sulawesi Barat (Sulbar) Mustari Mula mengatakan, kondisi geografis yang beragam menjadi salah satu tantangan pelaksanaan vaksinasi.

Hal itu ia sampaikan dalam dialog virtual bertema “Perjuangan Vaksinasi di Pedalaman Indonesia” yang diselenggarakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Rabu (24/11/2021).

Ia melanjutkan, terdapat beberapa wilayah di Sulbar yang cukup terisolasi, bahkan sulit dijangkau dengan kendaraan roda dua.

“(Meski sulit dijangkau), saya sangat bersyukur banyak pihak yang membantu. Seluruh pihak bahu-membahu, mulai dari TNI, Polri, tenaga kesehatan (nakes), dan masyarakat,” ujar Mustari dalam keterangan tertulis, Kamis (25/11/2021).

Kondisi geografis tersebut, lanjutnya, juga menjadi tantangan dalam upaya menjaga kualitas vaksin. Karenanya, pemerintah telah menentukan dan mengalkukasi waktu serta jarak tempuh sehingga vaksin tiba di daerah dalam kondisi baik.

“Stok vaksin juga terpenuhi,” imbuhnya.

Ia menyebutkan, capaian vaksinasi di Tanah Air telah mencapai 56 persen. Capaian tersebut tak lepas dari kesadaran masyarakat akan pentingnya vaksinasi.

Mustari mengisahkan, masyarakat pada awalnya cenderung menghindari vaksinasi. Bahkan, ada yang menolak tenaga vaksinator karena belum mendapatkan informasi terkait vaksinasi secara komprehensif.

“Setelah teredukasi dengan baik, masyarakat justru lebih proaktif untuk divaksin,” jelasnya.

Seperti halnya di Sulbar, kondisi geografis juga menjadi tantangan tersendiri di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur (Jatim).

Wakil Kepala Kepolisian Resort Pacitan Komandan Polisi (Kompol) Sunardi mengatakan, 85 persen kawasan Pacitan terdiri dari pegunungan dan perbukitan.

Karenanya, untuk mempermudah mobilitas masyarakat, khususnya kelompok lanjut usia (lansia) dan difabel, pihaknya gencar melakukan vaksinasi secara door-to-door.

“Masyarakat senang dengan kemudahan yang kami berikan. Selain vaksinasi, petugas juga membagikan bantuan sosial (bansos) berupa peralatan, seperti kursi roda yang bermanfaat bagi kaum difabel,” terang Sunardi.

Ia menambahkan, cuaca ekstrem juga menjadi salah satu kendala vaksinasi di Pacitan.

Adapun upaya penguatan komunikasi dan edukasi dilakukan dengan membentuk grup WhatsApp dari tingkat RT ke RW. Upaya ini mendapat respons positif dari masyarakat sehingga cakupan vaksinasi di Pacitan cukup tinggi.

“Vaksinasi di Kabupaten Pacitan mencapai 72,61 persen. Vaksinasi bagi lansia yang baru (dosis pertama) mencapai 52 persen,” papar. Sunardi.

Vaksinasi di kawasan perkotaan

Meski tidak menghadapi tantangan geografis layaknya di wilayah pedalaman, vaksinasi di perkotaan seperti Jakarta dan sekitarnya juga memiliki kendala tersendiri.

Ketua Yayasan Sinergi Vaksinasi Merdeka Devi Rahmawati mengungkapkan, keengganan masyarakat untuk divaksin disebabkan sejumlah persoalan teknis, seperti akses, transportasi, waktu, serta biaya menuju sentra vaksinasi.

“Untuk menjawab permasalahan tersebut, kami bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menggelar vaksinasi kolosal di 900 titik di DKI Jakarta dan wilayah penyangganya. Dengan begitu, masyarakat dapat mengakses sentra vaksinasi dengan mudah.

Selain itu, imbuh Devi, vaksinasi juga dilakukan di lokasi yang dekat dengan permukiman masyarakat.

Hal itu dilakukan guna mempermudah pendekatan sosial untuk mengetahui kendala yang dihadapi warga. Tak hanya itu, waktu pelaksanaan juga disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

“Dengan begitu, upaya membujuk masyarakat jadi lebih mudah karena tim di lapangan tahu persis kendala yang dihadapi,” jelasnya.

Untuk diketahui, program Vaksinasi Merdeka telah dilaksanakan tiga kali dengan melibatkan ribuan relawan.

Dalam pelaksanaannya, Devi menyatakan pentingnya tiga unsur, yakni kerelawanan, kedermawanan, dan kepemimpinan.

Ia meyakini, selama tiga unsur tersebut terpenuhi, maka program apa pun, termasuk Vaksinasi Merdeka, dapat diimplementasikan dengan mudah di seluruh di Indonesia.

“Pandemi Covid-19 telah mendorong budaya gotong royong di tengah masyarakat. Warga dari berbagai latar belakang saling membantu sesama,” ujarnya.

Ia menambahkan, hal yang sangat diperlukan saat ini adalah aksi dari “kolabor-aksi”.

“Jadi, selain kerja sama, aksi juga paling penting,” ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Persatuan Perawat Nasional Harif Fadhillah memaparkan tantangan lain yang kerap dihadapi dalam kegiatan vaksinasi di daerah terpencil.

Kendala tersebut salah satunya adalah kurangnya pemahaman masyarakat.

Karena itu, perawat yang memberikan pelayanan kesehatan di daerah harus kreatif dan mampu melakukan pendekatan yang efektif pada masyarakat.

“Seluruh tim di lapangan harus punya kreativitas untuk membuat media-media sederhana, seperti gambar, yang dapat dipahami masyarakat,” kata Harif.

Pembekalan informasi dan pengetahuan bagi perawat juga dilakukan melalui berbagai cara. Salah satunya adalah pembekalan secara virtual bagi perawat seluruh Indonesia.

“Hal yang perlu diketahui para nakes adalah Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Nakes harus paham gejala medis yang dapat muncul setelah vaksin,” katanya.

Harif menambahkan, tantangan utama vaksinasi adalah bagaimana masyarakat dapat memahami pentingnya vaksinasi dengan baik.

Ia menilai, edukasi yang dilakukan tidak sekadar memberi informasi, tetapi juga merancang informasi yang dapat dipahami dan diikuti oleh masyarakat.

“Untuk itu, diperlukan sinergi, kolaborasi, juga ‘kolabor-aksi’ antar semua komponen,” terangnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com