KOMPAS.com – Perkembangan teknologi digital yang melaju cepat harus diimbangi dengan pemanfaatan secara bijak oleh penggunanya. Batasan etika dalam mengutarakan kebebasan berekspresi pun harus selalu dijaga.
Seperti diketahui, kebebasan berekspresi merupakan hak setiap orang untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi atau gagasan dalam bentuk apa pun.
Kebebasan berekspresi juga merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM) yang meliputi hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama.
Baca juga: Ramai Isu Gaji PNS Naik 16 Persen di 2025, Ini Penjelasan BKN
Walau begitu, terdapat indikasi masalah keadaban pengguna internet di Indonesia. Survei Digital Civility Index pada 2020 yang dilakukan oleh Microsoft menunjukkan bahwa hampir separuh pengguna internet dari berbagai generasi di Indonesia terlibat dalam perilaku yang buruk.
Untuk menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pun bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital untuk menggelar webinar dengan tajuk “Paham Batasan di Dunia Tanpa Batas: Kebebasan Berekspresi di Ruang Digital”, Senin (15/11/2021).
Beberapa narasumber yang hadir pada forum tersebut adalah pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM) dan anggota Indonesian Association for Public Administration (IAPA) Dr Bevaola Kusumasari serta perwakilan dari Tempo Institute Sopril Amir.
Baca juga: Mengira GERD, Meriam Bellina Cerita Awal Kena Serangan Jantung Saat Tidur
Kemudian, dosen Universitas Sriwijaya dan anggota IAPA Anang Dwi Santoso, Co-Founder Pitakonan Studio and Management dan pegiat literasi komunitas Maryam Fithriati, serta Abang Jakarta 2018 Mujab MS.
Dalam pemaparannya, Sopril Amir mengatakan bahwa salah satu batasan yang perlu diterapkan dalam berinteraksi di ruang digital adalah etika digital.
Pengguna internet, lanjutnya, berasal dari berbagai latar belakang bahasa, budaya, dan keyakinan. Hal ini berpotensi menimbulkan salah paham dan permusuhan. Terlebih, kekaburan identitas (anonymity) karena ketidakhadiran fisik sangat membuka kemungkinan seseorang untuk bertindak buruk.
Baca juga: PT Yihong Berencana Kembali Pekerjakan 1.126 Buruh yang di-PHK
Selain batasan moral melalui etika, terdapat batasan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 11 Tahun 2008 yang diperbarui pada Nomor 19 Tahun 2016.
“Pada Pasal 27 UU tersebut diatur mengenai kesusilaan penghinaan, nama baik, ancaman, dan pemerasan. Kemudian, Pasal 28 mengenai kebencian permusuhan terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Lalu, Pasal 29 mengenai ancaman kekerasan pribadi,” kata Sopril dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Selasa (6/12/2021).
Etika, lanjut Sopril, pada dasarnya berhubungan dengan cara seseorang mengontrol diri. Oleh karena itu, seseorang sebaiknya berpikir terlebih dahulu sebelum mengutarakan pendapat agar terhindar dari sembarang berbicara dan menghakimi.
Baca juga: Cara Terdaftar Jadi Penerima Dana PIP, Siswa SD-SMA Ikuti Langkah Ini
Mujab MS selaku narasumber dari perwakilan key opinion leader (KOL) mengatakan bahwa dampak media digital bergantung kepada penggunanya.
“Suburnya penyebaran hoaks, hate speech, dan perundungan bukan merupakan masalah dari media digital, melainkan dari perilaku netizen yang memiliki kendali sepenuhnya dalam memproduksi konten,” katanya.
Hal tersebut membuat pengguna digital harus memahami cara dan batasan-batasan kebebasan berekspresi, serta berperilaku positif dan produktif dalam memanfaatkan ruang virtual untuk menjadi warga digital yang baik.
Baca juga: Tak Mau Posesif pada Anak, Ariel NOAH: Emaknya Lebih Preman dari Gue
“Kita harus terus belajar dan memperdalam literasi digital, seperti mengurangi dan mengolah informasi yang tepat. Selain itu, kita harus memiliki pemikiran terbuka dan perlu dukungan satu sama lain untuk cek fakta atas informasi yang diterima,” jelas Mujab.
Untuk diketahui, webinar yang diadakan Kemenkominfo tersebut merupakan salah satu seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital yang akan digelar hingga akhir 2021.
Kegiatan tersebut terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk mengetahui dan bergabung dengan webinar selanjutnya, silakan ikuti akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.