Advertorial

Toleransi dan Etika Digital Jadi Kunci Atasi Perundungan di Internet

Kompas.com - 12/12/2021, 11:05 WIB

KOMPAS.com – Perkembangan teknologi membuat segala aktivitas menjadi serbapraktis dan canggih. Terlebih, kehadiran jejaring internet semakin mempermudah masyarakat dalam mengakses informasi dan menjalin komunikasi secara online melalui perangkat elektronik.

Hal tersebut diamini dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus anggota Indonesian Association for Public Administration (IAPA) Dr Bevaola Kusumasari dalam webinar bertajuk “Hindari Virus dan Racun di Ruang Digital”, Selasa (16/11/2021).

Ia mengatakan, perkembangan tersebut mendorong masyarakat untuk lebih banyak belajar dan berinovasi dalam menyetarakan dirinya terhadap teknologi.

“Perkembangan teknologi atau digitalisasi memengaruhi budaya. Sebab, kehadiran internet mengubah kebiasaan masyarakat dalam berkomunikasi, baik melalui komputer maupun smartphone,” papar Bevaola dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (9/12/2021).

Dua perangkat tersebut, lanjutnya, membuat aktivitas komunikasi di ruang digital tetap berjalan dengan efektif, khususnya di masa pandemi.

Sayangnya, ruang digital yang cenderung memberikan berbagai informasi secara instan sering membuat penggunanya melakukan sesuatu tanpa menyadari akibat dari perbuatannya.

Oleh karena itu, kata Bevaola, pengguna perlu meningkatkan tanggung jawab di ruang digital. Dengan begitu, mereka bisa memikirkan akibat dan dampak sebelum mengunggah sesuatu di media digital.

“Internet diyakini sebagai tempat yang paling mudah untuk menebar hoaks dan kebencian. Padahal, internet diakses dari berbagai kalangan dan usia, termasuk anak-anak yang belum bisa membedakan hal baik dan buruk di dunia maya,” kata Bevaola.

Namun, pengguna internet yang menyebarkan hoaks atau ujaran kebencian hingga menyebabkan perundungan kerap membentengi dirinya dengan kebebasan berekspresi.

Dosen FIB UGM sekaligus anggota IAPA Denik Iswardani Witarti mengamini bahwa perundungan menjadi salah satu permasalahan yang banyak dijumpai di ruang digital.

“Oleh karena itu, pengguna harus bisa menjaga etika di ruang digital. Hindarilah berita hoaks dengan cek dan memverifikasi suatu informasi sebelum dibagikan ke orang lain,” katanya.

Senada dengan Denik, key opinion leader (KOL) Suci Patia mengatakan, seluruh masyarakat di ruang digital harus dapat saling menghargai satu sama lain.

“Selain itu, pengguna juga harus meningkatkan toleransi di era digital ini. Manfaatkanlah media digital dengan membanjiri berbagai konten positif,” tegasnya.

Sebagai informasi, webinar bertajuk “Hindari Virus dan Racun di Ruang Digital” merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam Modul Literasi Digital yang diselenggarakan Kemenkominfo di Kabupaten Lebak.

Webinar tersebut terbuka bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital. Peserta yang mengikutinya juga akan mendapatkan e-certificate.

Adapun rangkaian webinar Modul Literasi Digital merupakan gagasan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital Indonesia.

Seri Modul Literasi Digital memiliki empat tema besar, yakni Cakap Bermedia Digital, Budaya Bermedia Digital, Etis Bermedia Digital, dan Aman Bermedia Digital.

Melalui program tersebut, masyarakat Indonesia diharapkan bisa memanfaatkan teknologi digital dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.

Penyelenggara juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak yang terlibat sehingga dapat mencapai target 12,5 juta partisipan.

Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa mengikuti akun Instagram @siberkreasi dan @siberkreasi.dkibanten.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com