Advertorial

Jangan Baca Sepotong-potong, Kunci Terhindar dari Berita Hoaks

Kompas.com - 13/12/2021, 13:59 WIB

KOMPAS.com – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menggelar seri webinar literasi #MakinCakapDigital di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, pada Senin (15/11/2021).

Bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital, webinar itu mengangkat tema “Cerdas dan Bijak Berinternet: Pilah Pilih Sebelum Sebar”.

Webinar literasi #MakinCakapDigital tersebut berangkat dari keprihatinan mengenai banyaknya pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa memiliki kemampuan untuk memahami dan mengolah informasi tersebut dengan baik. 

Akibatnya, masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi tidak benar.

Sejumlah narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi dihadirkan dalam webinar tersebut, yakni Founder Bombat Media Pradna Paramita dan peneliti di Institut Humor Indonesia Kini Mikhail Gorbachev Dom.

Kemudian, praktisi dan dosen Manajemen Komunikasi Institut STIAMI Wulan Furrie, serta dosen Hubungan Internasional Universitas Budi Luhur Jakarta Anggun Puspitasari.

Adapun tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.

Pradna Paramita membuka webinar dengan meminta para peserta untuk berhati-hati dengan judul informasi yang provokatif. 

“Baca keseluruhan informasi atau isi berita. Jangan mudah mempercayai foto atau video yang beredar. Cermati alamat situs. Manfaatkan Google dan Google Lens untuk mengecek kebenarannya," jelas Pradna dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Selasa (7/12/2021).

Mikhail Gorbachev menambahkan, ada beragam hal yang menjadi motif pembuatan konten negatif. Di antaranya, ekonomi atau mencari uang, politik atau menjatuhkan kelompok politik tertentu, mencari kambing hitam, dan memecah belah persahabatan. 

Menurut dia, terdapat tiga jenis konten negatif, yakni misinformasi, disinformasi, dan malinformasi. Baik misinformasi maupun disinformasi biasanya dimulai dengan judul yang heboh, berlebihan, provokatif, dan diakhiri dengan tanda seru.

“Informasi yang disampaikan pun tidak masuk akal. Huruf kapital digunakan secara serampang dan kadang-kadang menggunakan warna mencolok. Kualitas foto dan grafis juga buruk,” ujar Mikhail.

Dia melanjutkan, konten negatif juga biasanya tidak muncul di media berita, tidak memiliki dukungan bukti, serta mencatut lembaga atau figur publik.

Oleh sebab itu, Wulan Furrie berpesan agar seluruh masyarakat berpartisipasi untuk membiasakan budaya baru dalam dunia digital.

Adapun budaya digital yang dimaksud adalah kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, serta membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari. 

Lebih lanjut Wulan menjelaskan, budaya digital juga memiliki sejumlah tantangan. Di antaranya adalah nilai-nilai budaya Indonesia yang berkurang karena media digital seolah-olah menjadi panggung budaya asing.

Kemudian, kecenderungan terhadap kebebasan berekspresi yang kebablasan. Hal ini berdampak pada berkurangnya toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan.

“Oleh sebab itu, pendidikan karakter merupakan hal penting untuk diterapkan,” ujar Wulan.

Menurut dia, pendidikan karakter memberikan andil yang kuat sehingga masyarakat mampu bersikap bijak saat berinternet, memilih (informasi yang valid) sebelum menyebarkannya, mendukung toleransi keberagaman, memprioritaskan cara demokrasi, mengutamakan Indonesia, dan menginisiasi cara kerja gotong-royong.

Sebagai pembicara terakhir, Anggun Puspitasari mengajak masyarakat untuk membiasakan “sharing yang penting”, bukan “yang penting sharing”.

Masyarakat juga diminta untuk berani menegur dengan etika yang baik, serta tidak mudah terpancing dan terprovokasi. Selain itu, budayakan membaca berita hingga selesai.

"Untuk melawan hoaks, masyarakat dapat share kembali berita tersebut dengan dukungan informasi yang valid dan beretika,” kata Anggun.

Selain itu, Anggun juga meminta masyarakat untuk melaporkan berita bohong kepada pihak Kepolisian melalui nomor 110 atau laman https://www.aduankonten.id/ dan https://patrolisiber.id/report/my-account.

Sementara itu, menurut narasumber key opinion leader Reza Tama, seluruh informasi dan kebutuhan pendukung aktivitas masyarakat sudah tersedia di gawai.

 "Semua informasi dan pendukung aktivitas sekarang semakin mudah didapat lewat internet,” kata Reza.

Seluruh peserta tampak antusias dengan penjabaran para narasumber. Hal ini terlihat dari pertanyaan yang diajukan oleh salah satu peserta, yakni Wahyu Tri Utomo.

Dia menanyakan mengenai upaya yang perlu dilakukan generasi muda untuk dapat menerapkan critical thinking dan bersikap bijak saat menerima informasi.

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Pradna. Menurut dia, generasi muda harus membaca informasi yang diterima dengan saksama dan cari sumber atau referensi pendukung.

“Generasi muda juga harus dibiasakan untuk berbagi cerita guna mengasah critical thinking,” ujar Pradna.

Sebagai informasi, webinar #MakinCakapDigital merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Banten. Kegiatan ini terbuka bagi semua orang yang berkeinginan memahami dunia literasi digital.

Penyelenggara pun membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada agenda webinar selanjutnya melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Penyelenggara webinar juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga kegiatan dapat berjalan dengan baik. Sebab, program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com