Advertorial

Begini Cara Dani Rachmat Hindari Perilaku Impulsif yang Bikin Boros

Kompas.com - 12/01/2022, 10:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Berbagai inovasi teknologi dari masa ke masa terus berkembang ke arah yang lebih canggih. Kecanggihan ini pun memudahkan manusia untuk melakukan berbagai hal, termasuk melakukan transaksi keuangan secara digital melalui smartphone.

Sayangnya, kemudahan itu sering kali membawa petaka bila pengguna tidak dapat menahan diri. Misalnya, kemudahan mengakses aplikasi belanja online dan mobile banking justru membuat pengguna menjadi lebih sering berbelanja di luar kebutuhannya.

Ditambah, berbagai peraturan yang membatasi mobilitas masyarakat selama pandemi Covid-19 membuat seseorang memiliki lebih banyak waktu mengakses smartphone-nya. Akibatnya, ia menjadi lebih impulsif dalam berbelanja sehingga pengelolaan keuangannya menjadi acak-acakan.

Menanggapi permasalahan tersebut, financial influencer Dani Rachmat Kurniawan bercerita bahwa ia juga pernah berada dalam fase impulsif.

Menurutnya, sifat impulsif dapat terjadi karena banyak orang merasa terhibur dan mendapat kesenangan ketika mengeluarkan uang untuk sesuatu yang disukai dan diinginkan, bukan dibutuhkan. Padahal, dorongan tersebut bisa berakibat fatal terhadap keuangan ke depan.

“Dulu, saya membentengi sifat impulsif itu dengan embel-embel self-reward, seperti saya sudah bekerja keras dan prinsip you only live once (YOLO). Maka, kala itu, menghabiskan uang adalah hal yang wajar,” kata Dani dalam wawancara dengan Kompas.com, Senin (20/12/2021).

Misalnya, lanjut Dani, dari gaji Rp 7 juta per bulan, biasanya ia hanya memakai sekitar 30 persen untuk biaya hidup. Namun, sifat impulsif berkedok self-reward justru bisa membuat seluruh gaji bulanannya habis terpakai alias boros.

Ia memakai seluruh gajinya hingga sering kali overspending untuk berbagai hal demi kesenangan pribadi, seperti sering makan di restoran mewah dan membeli barang yang tidak dibutuhkan.

Bahkan, ketika gaji bulanannya sudah menipis Dani kerap menggunakan uang simpanannya untuk bulan berikutnya demi memenuhi gaya hidup impulsif. 

“Saat itu, saya sudah habis Rp 1,3 juta dan tersisa Rp 300.000. Otak saya mengatakan untuk tetap self-reward alias impulsif dengan memakai budget bulan depan dan menggantinya ketika gajian. Alhasil, budget bulan depan saya gunakan, tetapi pas gajian tidak saya ganti. Begitu pun seterusnya,” papar Dani.

Akibatnya, kebiasaan self-reward tanpa budget plan alias impulsif itu membuat keuangan Dani semakin berantakan. Gaji yang harusnya bisa disisihkan, ditabung, dan dialokasikan ke hal lain perlahan-lahan tergerus.

“Semakin hari, semakin kewalahan. Akhirnya, saya sadar dan segera membenahi itu semua,” katanya.

Pentingnya manajemen dan prinsip keuangan yang benar

Dani menjelaskan, kebiasaan impulsif masih bisa diubah bila seseorang memiliki keinginan dan tekad yang kuat. Hal tersebut ia terapkan dengan lebih menguatkan prinsip dan memperbaiki manajemen keuangan.

Perbaikan manajemen keuangan tersebut Dani lakukan salah satunya dengan memanfaatkan fitur Kantong di aplikasi Jago yang dimiliki oleh Bank Jago.

Dani menjelaskan, fitur Kantong di aplikasi Jago memiliki cara kerja yang serupa dengan cara orang zaman dahulu dalam memisahkan uang untuk berbagai kebutuhan ke dalam beberapa amplop.

Adapun fitur Kantong dapat diisi setiap kali pengguna menerima pendapatan bulanan. Nama kantong juga bisa dikustomisasi. Kantong pun bisa dialokasikan sesuai dengan budget yang telah ditetapkan.

“Fitur Kantong sangat efektif untuk memisahkan biaya dan keperluan. Fitur ini saya gunakan untuk budgeting bulanan. Misalnya, Kantong Self Reward untuk senang-senang dan Kantong Kewajiban untuk bayar kewajiban bulanan,” tuturnya.

Dengan fitur Kantong, pengguna juga dapat mengetahui besaran budget yang telah terpakai. Hal ini dapat mengurangi godaan overspending. Pasalnya, pengguna dapat dengan mudah memantau transaksi yang dilakukan pada setiap kantong agar tetap sesuai dengan budget yang telah dialokasikan. 

“Selain itu, pengguna juga harus menanamkan (prinsip) bahwa self-reward boleh, tetapi dengan budget yang telah ditentukan. Kalau sudah lebih dari budget, namanya self-sabotage untuk masa depan. Karena kalau tetap memakai Kantong (budget) lain, bulan depan akan kewalahan,” jelas Dani.

Ia juga menegaskan bahwa self-reward yang sesungguhnya adalah dapat menikmati pensiun cepat tanpa harus pusing memikirkan biaya hidup setiap bulannya.

Selain fitur Kantong, Dani menjelaskan, ia juga memanfaatkan fitur Rencanakan dari Jago untuk membayar berbagai kewajiban.

 “Melalui fitur Rencanakan, pengguna hanya perlu mengatur jadwal dan jumlah transfer, serta rekening yang dituju. Setelah itu, dana akan langsung ditransfer secara otomatis pada waktu yang telah ditentukan. Fitur ini saya manfaatkan untuk berbagai hal, seperti bayar listrik, kartu kredit, sekolah, dan cicilan,” tambahnya.

Tak hanya itu, aplikasi Jago juga memudahkan Dani untuk melihat riwayat transfer karena setiap pengeluaran secara otomatis akan tercatat.

Lalu, pengguna hanya perlu meng-generate seluruh laporan di akhir bulan untuk melihat setiap pengeluaran atau transaksi yang dilakukan dalam sebulan.

“Setelah semua pengeluaran selama satu bulan dikumpulkan, pengguna bisa menjumlah dari tiap kategori pengeluaran. Lalu, tinggal dibuat budget untuk bulan selanjutnya. Jika sudah, ke depan kita tinggal disiplin untuk mengikuti batas yang telah ditetapkan,” tuturnya.

Itulah beragam fitur aplikasi Jago yang bisa dimanfaatkan pengguna untuk menghindari impulsif berkedok self-reward. Walau demikian, pengguna tetap harus disiplin menjalankan manajemen keuangan sesuai dengan budgeting yang ditetapkan.

Untuk diketahui, wawancara bersama Dani Rachmat merupakan salah satu rangkaian program edukasi dari Bank Jago bertajuk “Financial Vitamin (Fintamin)”. Program ini bertujuan membantu menjaga kesehatan dan daya tahan finansial personal serta keluarga.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com