Advertorial

Task Force Energy, Sustainability, and Climate Siapkan 3 Rekomendasi Transisi Energi Hijau di KTT G20

Kompas.com - 06/02/2022, 11:10 WIB

KOMPAS.com - Task Force Energy, Sustainability and Climate telah menyiapkan tiga rekomendasi transisi energi hijau yang akan disampaikan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Group of Twenty (G20) di Bali pada November 2022.

Tiga rekomendasi tersebut disepakati saat agenda Inception Meeting Business 20 (B20) yang diselenggarakan secara virtual pada akhir Januari 2022.

Chair Task Force Energy, Sustainability, and Climate Nicke Widyawati menegaskan pentingnya transisi menuju energi hijau, sebagaimana yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Transisi energi merupakan tantangan bagi semua dan harus dilihat sebagai peluang untuk menciptakan masa depan dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan,” kata Nicke, dikutip dari keterangan pers resminya, Minggu (6/2/2022).

Caranya, sebut Nicke, adalah dengan menerapkan skenario atau roadmap (peta jalan) yang kuat, terutama dalam aspek keuangan.

“Task Force Energy, Sustainability, and Climate B20 ini memiliki prioritas yang sama dengan G20 Indonesia. Kami harus menjadi katalisator pemulihan hijau yang kuat dan berjalan seiring dengan prinsip-prinsip ketahanan dan pemerataan energi serta kelestarian lingkungan,” ujar Nicke.

Nicke menuturkan, Task Force Energy, Sustainability, and Climate akan merumuskan rekomendasi kebijakan untuk transisi energi berkelanjutan dengan fokus pada tiga isu prioritas.

Pertama, mempercepat transisi ke penggunaan energi yang berkelanjutan. Tujuannya memastikan bahwa pemanasan global dibatasi maksimum 1,5 derajat Celsius.

“Topik utama yang telah diidentifikasi untuk pengembangan kebijakan adalah pengembangan industri bahan bakar alternatif seputar hidrogen dan biofuel,” kata Nicke.

Kemudian, isu kedua adalah memastikan transisi yang adil dan terjangkau dengan kerja sama global dalam mitigasi dampak dan dukungan untuk beradaptasi dengan perubahan.

Adapun yang ketiga adalah kerja sama global dalam peningkatan ketahanan energi untuk rumah tangga serta usaha mikro kecil menengah (UMKM) untuk mengakhiri kemiskinan ekstrem dan mempercepat transisi energi berkelanjutan.

Nicke melanjutkan, tiga isu prioritas tersebut akan menjadi dasar penyusunan rekomendasi kebijakan dari Task Force Energy, Sustainability and Climate dengan mempertimbangkan isu-isu lain.

“Isu-isu lain yang akan dipertimbangkan, meliputi penetapan harga karbon, kerja sama global, mata pencaharian, pengembangan kelembagaan untuk pembiayaan, hingga adopsi teknologi,” tuturnya.

Menurut Nicke, energi merupakan kendala yang mengikat bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Energi juga sangat dibutuhkan bagi pengembangan ekonomi agar pulih dari pandemi Covid-19.

“Saat ini diperlukan tindakan mendesak dan terfokus untuk menyikapi berbagai kecenderungan global untuk menuju laju transisi energi yang masih tertinggal,” katanya.

Tindakan mendesak juga diperlukan untuk mengatasi perubahan iklim akibat emisi gas rumah kaca (GRK) antropogenik yang telah menjadi isu kritis.

“Selain itu, ada juga pertumbuhan ekonomi yang memanfaatkan konsumsi energi bahan bakar fosil yang berkontribusi besar atas sebagian besar emisi GRK,” imbuhnya.

Transisi perlu dipercepat

Nicke menegaskan bahwa transisi perlu dipercepat secara global dengan tetap meningkatkan ketahanan dan pemerataan energi guna menopang pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan ekstrem.

Selain itu, kata dia, gap pembiayaan juga harus dijembatani dengan investasi yang dialihkan ke infrastruktur energi dan dapat dibayarkan dengan penetapan harga karbon.

“Penting untuk memastikan kesetaraan dengan meningkatkan akses keterjangkauan energi bersih dan modern. Ini bisa menyukseskan transisi serta memberikan manfaat bagi lingkungan, gender, dan ekonomi,” jelasnya.

Nicke menjelaskan, pembangkit listrik berbasis energi terbarukan, elektrifikasi, serta efisiensi energi merupakan pilar-pilar utama agar transisi energi serta inovasi teknologi berjalan lebih cepat.

“Namun, negara-negara berkembang tidak memiliki kerangka kerja, tata kelola yang mapan, pasar, layanan keuangan maju, tenaga kerja terlatih, serta akses ke teknologi canggih. Semuanya dimiliki negara maju dan diperlukan untuk perubahan tersebut,” paparnya.

Sebagai informasi, pada agenda Inception Meeting B20, hadir pula Deputi Chair Agung Wicaksono. Dia menyampaikan, dalam rangka menggali masukan bisnis, Task Force turut melakukan survei dengan memasukkan 13 isu potensial.

Tiga belas isu tersebut, yakni pembangunan kelembagaan, kerja sama global, sumber energi alternatif, laju diferensial per sektor, pencegahan penguncian karbon baru, harga karbon, dan mitigasi dampak keuangan.

“Kemudian ada mitigasi kehilangan mata pencaharian (penghidupan), kerangka kerja environmental, social, and government (ESG) terstandarisasi, transisi yang teratur, akses keterjangkauan, serta adopsi teknologi pengguna akhir,” paparnya.

Agung menjelaskan, hasil survei tersebut menjadi landasan bagi Task Force untuk merumuskan rekomendasi.

Sebab, ia mengakui bahwa transisi akan membutuhkan kerja sama global yang terstruktur dan berkomitmen dalam peningkatan kapasitas tata kelola pengembangan pasar, penyaluran pembiayaan dan teknologi, serta peningkatan keterampilan tenaga kerja

“Semangat, kerja keras, dan komitmen pertemuan ini terus berlanjut yang akan membawa perubahan global ke arah yang lebih baik pascapandemi Covid-19, sehingga kita dapat Recover Together, Recover Stronger,” kata Agung.

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com