KOMPAS.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Republik Indonesia menggelar webinar “Cerdas Berdemokrasi-Demokrasi Sehat Tanpa Hoax”, Senin (21/2/2022).
Acara yang diadakan secara virtual tersebut merupakan bentuk upaya Kemenkominfo memberikan literasi digital pada generasi muda sekaligus menyikapi dinamika demokrasi digital di Indonesia yang terus dibayangi hoaks.
“Penting untuk kita agar terhindar dari berita-berita yang sifatnya poison (racun). Mari kita menjadi netizen yang sehat dan menjauhi berita hoaks agar bangsa ini jadi lebih maju,” ujar Staf Ahli Menteri Kominfo Bidang Komunikasi dan Media Massa Widodo Muktiyo sebagai salah satu narasumber dalam webinar tersebut.
Dalam paparannya, Widodo mengajak masyarakat untuk memahami definisi demokrasi.
“Sering kali kita (sebagai masyarakat) mengucap (soal demokrasi), tetapi terminologinya belum sinkron dengan definisi demokrasi itu sendiri,” sambungnya.
Ia mengutip Abraham Lincoln yang mendefinisikan demokrasi secara sederhana, yakni sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Ia menyatakan bahwa Indonesia punya prinsip demokrasi yang unik dan berbeda dengan negara lain, yakni Demokrasi Pancasila. Artinya, praktik demokrasi harus mengamalkan nilai-nilai Pancasila.
“Contoh penerapan demokrasi Pancasila bisa kita lihat pada sila keempat yang mencakup dua nilai besar, yaitu hikmah dan kebijaksanaan,” urainya.
Nilai hikmah merupakan respons terhadap hal yang baik dan menghindari yang buruk. Sementara nilai kebijaksanaan berpegang pada peran warga negara dalam menjalankan peran sebaik-baiknya dan menjaga nilai-nilai dalam berkomunikasi.
Menurut Widodo, kedua nilai tersebut harus diimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari agar dapat melahirkan demokrasi yang sehat.
Menjalani demokrasi digital
Seiring berkembangnya teknologi, masyarakat diimbau untuk mengimplementasikan Demokrasi Pancasila saat berinteraksi digital. Istilahnya, demokrasi digital dengan mengacu pada penggunaan media digital sebagai alat komunikasi politik.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta, Prof Dr Ismi Dwi Astuti Nurhaeni menjelaskan bahwa seluruh penduduk dapat terlibat untuk mewujudkan demokrasi digital.
“Di mana pun kita berada, kita bisa berpartisipasi terhadap demokrasi itu sendiri. Dengan menggunakan media digital, tidak ada lagi batas regional, batas waktu, dan kultural,” kata Ismi.
Ismi mengimbau masyarakat untuk bijak, cerdas, dan ikut bertanggung jawab saat berinteraksi digital untuk mewujudkan demokrasi.
“Gunakan media untuk mendukung proses politik yang baik. Jangan sampai kita justru punya pikiran negatif dan menggunakan media digital sebagai alat untuk menyebarkan hoaks,” tambahnya.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Pemerintah Kota Surakarta, Indradi menyambung dengan menjelaskan bahwa warganet punya kuasa atas penggunaan media dan teknologi digital.
“Saat ini, masyarakat terkoneksi dengan menggunakan teknologi. Relasi elite (pejabat) dengan masyarakat semakin terbuka. Kita bebas menyampaikan pendapat atau ide, termasuk kritik,” paparnya.
Kesempatan itu, menurutnya, jangan dipakai untuk menyebarkan hoaks. Saat ini, menurut Indradi, hoaks adalah tantangan demokrasi digital yang utama.
Baginya, hoaks adalah persoalan serius terkait perilaku negatif netizen. Hoaks sengaja dibuat untuk meresahkan masyarakat, menimbulkan kebencian, penipuan, provokasi, dan propaganda.
“Maka, sebagai warga negara yang baik, kita punya tugas untuk menjalankan fungsi sebagai agent of change. Sudahkah kita bertindak demikian atau justru kalah dan dikendalikan oleh perubahan itu sendiri?” timpalnya.
Agar tidak terjadi seperti itu, Indradi menegaskan agar warganet membekali diri dengan wawasan kebangsaan dan berpedoman terhadap empat pilar, yakni Pancasila, UUD 1945, nilai luhur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhineka Tunggal Ika.
“Itu harus jadi pedoman tiap warga negara dalam menjalani aktivitasnya, baik pada dunia nyata maupun virtual. Dengan begitu, demokrasi akan terwujud,” ujarnya.
Sebagai informasi, webinar “Cerdas Berdemokrasi - Demokrasi Sehat Tanpa Hoax” diselenggarakan di Studio TATV, Solo. Webinar diikuti peserta dari kalangan pelajar, mahasiswa, dan organisasi kepemudaan dengan total 360 orang.
Sementara itu, peserta umum yang menyaksikan lewat kanal Youtube berjumlah 500 orang. Saat ini, webinar masih dapat disaksikan lewat tautan berikut.