Advertorial

Strategi Mengenalkan Potensi Wisata Surga Tersembunyi di Likupang, mulai dari Wisata Bahari hingga Gastronomi

Kompas.com - 11/03/2022, 11:57 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Sebutan “surga tersembunyi” atau hidden paradise memang patut disematkan untuk kawasan paling ujung di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara (Sulut), Likupang.

Sebutan itu tak sekadar isapan jempol semata. Pasalnya, Likupang memiliki deretan potensi wisata yang patut disuguhkan kepada wisatawan, mulai dari keindahan alam, panorama bawah laut, flora fauna endemik, hingga budaya.

Dengan segudang potensi tersebut, tak heran pemerintah menetapkan Likupang sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata pada 10 Desember 2019.

Penetapan tersebut untuk menunjang Likupang sebagai salah satu destinasi andalan Sulut sekaligus Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) di Indonesia. Adapun DPSP telah lebih dulu diputuskan pada 15 Juli 2019.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pun menjadikan beragam kegiatan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran atau MICE sebagai sarana promosi untuk mengenalkan Likupang sebagai salah satu DPSP di Tanah Air. Salah satunya adalah konferensi internasional bertajuk “Likupang-North Sulawesi: Discover the Hidden Paradise” yang diselenggarakan Selasa (8/3/2022).

Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenparekraf Rizki Handayani Mustafa mengatakan, gelaran konferensi internasional Likupang sengaja mengusung topik utama hidden paradise.

Hidden paradise merupakan kunci pembahasan konferensi untuk mengenalkan Likupang sebagai salah satu destinasi wisata. Hal ini harus disuarakan secara konsisten. Likupang punya potensi wisata tersembunyi yang perlu diketahui wisatawan. Tak hanya dalam negeri, tetapi juga wisatawan mancanegara,” ujar Rizki dalam konferensi internasional internasional tersebut.

Sebagai informasi, Kemenparekraf menggandeng Harian Kompas dalam penyelenggaraan konferensi internasional tersebut. Digelar secara hibrida, konferensi ini diisi oleh sejumlah pembicara dari berbagai latar belakang, seperti pengamat pariwisata bahari, akademisi, praktisi bidang pariwisata, ahli kuliner, serta wartawan.

Rizki menjelaskan, selama ini, nama Likupang sudah populer di kalangan divers atau penyelam. Meski demikian, kawasan ini masih jarang dikenal oleh wisatawan Nusantara.

Seiring persaingan industri pariwisata yang semakin ketat, lanjut Rizki, berbagai upaya perlu dilakukan agar Likupang makin bersaing dengan kawasan wisata lainnya. Tak hanya dengan destinasi di Indonesia, tetapi juga luar negeri.

Selain memaksimalkan potensi bahari, hal yang dapat dilakukan untuk mendongkrak nama Likupang adalah mengembangkan potensi wisata minat khusus (specific interest).

“Pada masa mendatang, potensi wisata minat khusus dengan konsep experience tourism akan menjadi tren. Hal ini bisa dioptimalkan di Sulut melalui wisata specific interest di Likupang,” terang Rizki.

Rizki menambahkan, menentukan ciri khas suatu daerah adalah hal penting untuk membidik market wisata specific interest. Untuk Likupang, kawasan ini punya ciri khas wisata bahari.

Meski begitu, imbuh Rizki, perlu eksplorasi mendalam untuk menyelisik potensi wisata Likupang yang lebih otentik untuk menarik minat wisatawan, selain wisata bahari. Salah satunya adalah mengembangkan wisata gastronomi.

Hal itu dapat diwujudkan dengan rebranding Likupang sebagai spice up the world, garis Wallacea, serta jalur rempah dunia. Dalam hal ini, wisatawan tak sekadar diajak untuk berkulineran saja, tapi juga mengeksplorasi gastronomi yang ada di Likupang.

Pasalnya, tutur Rizki, gastronomi berkaitan dengan pola kehidupan masyarakat lokal agraris yang berakulturasi dengan berbagai budaya. Akulturasi budaya kemudian memengaruhi sajian kuliner otentik di suatu daerah, termasuk Likupang.

"Branding Likupang serta Sulut sebagai destinasi gastronomi akan lebih mudah untuk mengembangkan wisata specific interest. Sebagai kawasan yang kaya akan rempah, kulinernya pun sarat dengan bumbu rempah yang khas. Narasi terhadap kuliner yang otentik ini perlu diangkat sebagai bagian dari branding wisata Likupang," jelasnya.

Dengan begitu, wisatawan tak hanya dimanjakan dengan keindahan panorama bahari, tetapi juga disuguhkan wisata spesifik, yaitu gastronomi.

Prinsip berkelanjutan

Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Sulut Henry Richard Willard Kaitjily memaparkan deretan surga tersembunyi di Likupang, salah satunya adalah Pulisan Bay.

Henry menjelaskan, luas kawasan Likupang mencapai 167,4 hektare (ha) yang terdiri dari Pulisan Hills, Pulisan Beach, dan Pulisan Savanna.

Adapun Pantai Pulisan merupakan pantai eksotis di Minahasa Utara. Pesona pantai pasir putih dan bukit sabana menjadi daya tarik utama wisata bahari ini. Pantai cantik tersebut berlokasi di Desa Pulisan Kabupaten Minahasa Utara.

Alam bawah lautnya yang masih asri membuat wisatawan, terutama diver, beramai-ramai datang ke Pantai Pulisan. Kawasan tersebut juga menyuguhkan lanskap berlatar belakang pantai dan bukit sabana nan hijau.

“Keindahan bawah laut di Pantai Pulisan saling terhubung dengan deretan pulau yang ada di sekitarnya sehingga dapat dioptimalkan untuk pengembangan wisata bahari bawah laut,” tutur Henry.

Dalam pengembangan wisata, lanjut Henry, KEK Likupang mengedepankan prinsip berkelanjutan, baik dari aspek lingkungan, sosial, ekonomi, maupun pemberdayaan masyarakat lokal.

Selain itu, Likupang juga akan dihubungkan dengan destinasi wisata lain di Sulut sebagai supporting destination KEK, seperti Bunaken, Batu Angus, Taman Arkeologi Sawangan, Benteng Moraya, serta Danau Linow.

"Konsep pengembangan KEK Likupang adalah mengintegrasikan potensi yang ada di Sulut. Dengan begitu, tidak ada lagi daerah yang merasa tertinggal. Sebaliknya, (semua daerah) dapat maju bersama," tuturnya.

Henry menambahkan, pemerintah juga mengembangkan pulau-pulau di sekitar Likupang sebagai bagian dari pengembangan KEK, yaitu Pulau Gangga, Talisel, Bangka, Kinabuhutan, Lihaga, serta Tindila.

Terkait pengembangan potensi bahari, pengamat pariwisata bahari Christian Fanie menyoroti urgensi pelestarian ekosistem berkelanjutan. Upaya ini menjadi langkah antisipasi kerusakan lingkungan dalam pengembangan wisata bahari Likupang.

"Marine tourism Indonesia saat ini masih menempati peringkat pertama di dunia. Meski begitu, pelestarian ekosistem bawah laut harus tetap ditegakkan di tengah upaya pengembangan DPSP Likupang," jelas Christian.

Bila tidak diantisipasi sejak dini, lanjut Christian, marine tourism Likupang dapat terancam, baik pantai maupun bawah laut.

Bangun narasi kelokalan pengembangan DPSP

Pada gelaran konferensi internasional tersebut, Project Development Head PT Minahasa Permai Resort Development (MPRD) Paquita Widjaja Rustandi menyoroti perkembangan industri pariwisata yang mulai menggeliat di tengah pandemi Covid-19.

Seiring pelandaian kasus Covid-19 serta pemulihan ekonomi nasional, pergerakan sektor pariwisata menunjukkan tren positif.

Dengan mengutip data di laman Statista.com, Paquita mengatakan bahwa sektor pariwisata secara global kembali terungkit pada 2022, khususnya di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia.

Statista menyebutkan, pertumbuhan pengunjung pariwisata Asia Pasifik sempat minus hingga 84,1 persen pada 2020. Sementara, pada 2021, sektor ini menunjukkan perbaikan dengan minus 55,7 persen.

Seiring perbaikan kondisi pandemi Covid-19 berkat pemerataan vaksinasi, pertumbuhan pengunjung pariwisata diprediksi bergerak positif hingga 383,2 persen pada 2022.

"Loncatan sektor pariwisata Asia Pasifik luar biasa daripada kawasan lain di dunia. Prediksi tersebut menjadi titik terang bagi industri pariwisata, khususnya dalam pengembangan DPSP Likupang," terang Paquita. 

Meski begitu, lanjut Paquita, hal itu juga perlu didukung dengan penguatan narasi dari setiap destinasi wisata.

Paquita menilai, seluruh kawasan wisata harus memiliki narasi untuk menarik minat wisatawan. Pasalnya, setiap destinasi wisata punya cerita unik di baliknya. 

"Kalau tidak dibangun narasi, wisatawan tidak akan tahu tentang destinasi tersebut sehingga tidak mau datang. Cerita yang diangkat bisa datang dari mana saja, baik dari alam, budaya, maupun masyarakatnya," terang Paquita.

Paquita menambahkan, kawasan wisata Likupang memiliki lebih dari satu narasi yang dapat diolah menjadi konten menarik. Cerita ini dapat dijalin oleh seluruh pihak untuk memaksimalkan potensi yang ada.

"Pembangunan fisik tidak cukup tanpa konten dan program yang kuat untuk menghidupkan potensi wisata suatu daerah. Tanpa konten, apa pun destinasi wisata yang dibangun, tidak akan ada hasilnya," paparnya.

Setali tiga uang dengan pernyataan Paquita, wartawan ekspedisi Wallacea Kompas Aris Prasetyo mengatakan, obyek wisata semenarik apa pun bila tak dikemas atau dinarasikan dengan baik, selamanya akan menjadi hidden paradise.

Namun, dengan dinarasikan, ribuan wisatawan dapat hilir mudik menyambangi suatu destinasi wisata.

“Pada dasarnya, manusia adalah makhluk bertutur atau pencerita. Cerita kemudian dikemas sedemikian rupa sehingga bisa memengaruhi persepsi individu yang mendengar, membaca, atau yang menyaksikan. Hal ini membentuk perilaku dan pengambilan keputusan seseorang, termasuk untuk berwisata,” terang Aris.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) sekaligus Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Baparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan, Likupang merupakan paket komplet dengan keindahan alam yang dipadukan dengan budaya lokal.

Meski begitu, terdapat tanggung jawab untuk mengelolanya secara tepat untuk menghadirkan destinasi wisata yang berkualitas, lestari, dan menyejahterakan masyarakat.

“Likupang merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, seluruh pihak punya peran penting untuk memaksimalkan potensi wisata yang ada, termasuk dengan membangun narasi yang kuat,” kata Sandiaga.

Sandiaga menambahkan, kesuksesan Likupang menjadi salah satu site event Women 20 (W-20) pada pertengahan Februari 2022 menjadi catatan positif untuk mengembangkan kawasan tersebut.

Ia berharap, pengalaman tersebut dapat mendorong lebih banyak acara bertaraf nasional atau internasional yang digelar di sana.

Sandiaga juga meyakini, subsektor MICE akan dapat mendorong perekonomian dan meningkatkan kapasitas serta kualitas sumber daya manusia (SDM) demi pembangunan di kawasan Likupang.

Sebagai informasi, konferensi internasional di Manado merupakan bagian keempat dari rangkaian kegiatan promosi lima DPSP.

Sebelumnya, Kemenparekraf telah menyelenggarakan acara serupa di Borobudur (Jawa Tengah) dengan tema musik, Danau Toba (Sumatera Utara) yang membahas geopark, dan Mandalika (Nusa Tenggara Barat) yang mengulas soal wisata olahraga.

”Mari bersama jadikan konferensi internasional ini sebagai kesempatan berkolaborasi menggali potensi DPSP Likupang dengan 3T, yaitu tepat manfaat, tepat sasaran, dan tepat waktu,” tutur Sandiaga.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com