Advertorial

Gubernur Papua Tolak Pembentukan DOB, Pemerhati Papua: Seperti Menampar Wajah Sendiri

Kompas.com - 04/06/2022, 17:44 WIB

KOMPAS.com – Gubernur Papua Lukas Enembe belum lama ini menyatakan penolakan terhadap rencana pemekaran Papua. Menurutnya, populasi masyarakat Papua terlalu sedikit untuk membentuk daerah otonomi baru (DOB).

Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri) dalam rilisnya kepada Kompas.com, Sabtu (4/6/2022), menyatakan, sikap penolakan dari Lukas tersebut mengundang kontroversi.

Sebab, Lukas berulang kali menyatakan dukungannya terhadap realisasi pemekaran provinsi di Papua saat kampanye pemilihan gubernur (pilgub) beberapa tahun silam.

Pada kampanye pilgub 2018, misalnya, Lukas menyambut aspirasi dari pendukungnya yang ingin mewujudkan provinsi baru Papua Selatan dengan positif.

Dalam kampanye tersebut, Lukas mengatakan akan memperjuangkan pembentukan Provinsi Papua Selatan setelah pemerintah pusat mencabut moratorium pemekaran.

"Bagaimana saya tidak bisa mekarkan keinginan masyarakat untuk Provinsi Papua Selatan? Saya ini tokoh pemekaran (Papua),” ujar Lukas seperti dimuat dalam rilis tersebut.

Berkat kampanye tersebut, Lukas pun kembali terpilih sebagai Gubernur Papua untuk kedua kalinya.

Pada Juli 2019, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Merauke menindaklanjuti janji Lukas Enembe dengan membentuk tim Pemekaran Provinsi Papua Selatan (PPPS).

Menurut Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Merauke Daniel Pauta, Lukas telah mendorong pemekaran sejumlah provinsi di Papua, termasuk Papua Selatan pada saat kampanye. Langkah ini bertujuan untuk memaksimalkan pemerataan layanan masyarakat.

“Selama masa kampanye, isu pemekaran (Papua) selalu digemakan oleh Lukas Enembe,” kata Daniel.

Sementara itu, pada tahun yang sama Lukas menugaskan Universitas Cendrawasih untuk melakukan kajian tentang pemekaran provinsi di Papua. Kajian tersebut akhirnya menghasilkan rekomendasi tujuh provinsi baru di Papua.

Bahkan, rekomendasi tujuh provinsi baru Papua tersebut pernah disebarluaskan oleh Lukas melalui berbagai media.

Pada Pilgub 2013, isu pemekaran Papua pun kembali dikampanyekan oleh Lukas dan mendiang Klemen Tinal yang menjadi wakil gubernur pada masa itu.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sekaligus tokoh masyarakat Papua Yorrys Raweyai sempat menggambarkan dukungan Lukas terhadap pemekaran Papua yang sudah digaungkan sejak 2008. Hal ini ia sampaikan dalam forum diskusi yang difasilitasi oleh Public Virtue Institute.

Menurut Yorrys, sejumlah tokoh Papua, termasuk Lukas Enembe, pernah datang ke Jakarta untuk meminta realisasi pemekaran wilayah kepada pemerintah pusat.

"Itu konsep dari Pak Lukas tentang Otonomi Khusus (Otsus) Plus. Beliau datang dengan seluruh pemerintah daerah dan saya memfasilitasi (mereka) ke pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Permintaannya (berupa) pemekaran kabupaten dan provinsi,” kata Yorrys.

Pemerhati Masalah Papua Agus Kosek mengatakan, sejumlah tokoh masyarakat Papua mengakui bahwa kemenangan Lukas Enembe dan mendiang Klemen Tinal pada Pilgub 2013 tidak terlepas dari janji-janjinya untuk mewujudkan pemekaran Papua.

Agus Kosek menyatakan bahwa sikap Lukas yang kini menolak pemekaran Papua dinilai sebagai sikap yang berbalik 180 derajat. Menurutnya, Lukas tidak mampu mengangkat dan membanggakan masyarakatnya sendiri meskipun sudah memimpin Papua selama hampir 10 tahun.

"Pernyataan sekaligus alasan Lukas Enembe menolak Daerah Otonomi Baru hanya karena merasa bahwa Orang Asli Papua (OAP) tidak memiliki kapabilitas dan kapasitas dalam mengelola provinsi baru seperti menampar wajahnya sendiri,” kata Kosek.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau