Advertorial

Sambut Bonus Demografi pada 2030, Pemerintah Kejar Target Penurunan Stunting

Kompas.com - 09/06/2022, 20:00 WIB

KOMPAS.com - Penurunan angka prevalensi stunting di bawah 14 persen masih menjadi target utama pemerintah. Hal ini dilakukan agar bonus demografi berkualitas dapat tercapai pada 2030.

Adapun kondisi bonus demografi terjadi ketika sumber daya manusia (SDM) didominasi oleh usia produktif.

Untuk menyiapkan hal tersebut, pemerintah juga memfokuskan perhatian dalam menjaga gizi dan nutrisi makanan pada generasi siap nikah. Sebab, generasi ini berpeluang melahirkan generasi berikutnya dalam waktu dekat.

Hal tersebut disampaikan Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Wiryanta dalam Forum Diseminasi Informasi dan Edukasi Percepatan Penurunan Stunting bertajuk Kepoin Genbest: Jaga Gizi Sejak Dini, Cegah Stunting dengan Nutrisi, di Kabupaten Magelang, Jawa tengah (Jateng), Kamis (9/6/2022).

Wiryanta mengatakan, bonus demografi menjadi perhatian penting pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah akan fokus menurunkan prevalensi stunting. Dengan demikian, akan tercipta generasi produktif yang berkualitas.

“Berdasarkan Sensus Penduduk 2020, komposisi atau struktur demografi terbesar Indonesia ada pada generasi Z. Jumlahnya mencapai 27,9 persen dari total seluruh populasi penduduk di Indonesia,” ujar Wiryanta dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (9/6/2022).

Angka tersebut, lanjut Wiryanta, disusul oleh generasi milenial yang mencapai 25,8 persen.

Menurutnya, hal tersebut dapat menjadi kekuatan luar biasa untuk mendukung cita-cita menuju Indonesia emas dan masuk ke dalam jajaran empat besar negara dengan ekonomi kuat.

Pada kesempatan sama, Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jateng Widiono mengingatkan bahwa stunting penting untuk dicegah. Sebab, terdapat tiga dampak merugikan akibat stunting.

Pertama, anak dengan stunting akan lebih pendek jika dibandingkan anak lain yang seusia.

Kedua, berkaitan dengan kecerdasan anak, jumlah sel otak anak stunting lebih sedikit ketimbang anak tidak stunting.

“Ini merugikan karena jumlah sel otak lebih sedikit sehingga berpikirnya pasti lebih lambat,” jelas Widiono.

Ketiga, anak dengan stunting ketika dewasa lebih cepat terkena penyakit degeneratif, seperti diabetes dan hipertensi. Hal ini adalah kerugian yang paling berbahaya.

“Jika dilihat secara ekonomi, kualitas SDM yang kurang akibat stunting akan berdampak pada etos kerja, kinerja, hingga produktivitas yang rendah,” ucap Widiono.

Sementara itu, Ketua Indonesia Sport Nutritionist Association (ISNA) Rita Ramayulis mengatakan, pemenuhan nutrisi tidak lagi cukup hanya dengan 4 sehat 5 sempurna, tetapi juga harus disesuaikan melalui gizi seimbang.

“Daya saing yang tinggi membutuhkan kecerdasan yang tinggi juga. Makanya, gizi harus seimbang. Gizi seimbang tidak hanya tentang aneka ragam makanan, tetapi juga terkait jumlah,” tutur Rita.

Rita menambahkan, makanan bergizi tidak harus mahal. Hal terpenting, padu padan makanan dalam porsi yang tepat harus diperhatikan.

Sebagai informasi, forum Kepoin GenBest merupakan bagian dari kampanye Generasi Bersih dan Sehat (GenBest).

Kampanye tersebut diinisiasi oleh Kemenkominfo untuk menciptakan generasi Indonesia yang bersih, sehat, dan bebas stunting.

GenBest ingin mendorong masyarakat, khususnya generasi muda, agar menerapkan pola hidup bersih dan sehat di kehidupan sehari-hari.

Adapun melalui situs genbest.id dan media sosial @genbestid, GenBest juga menyediakan berbagai informasi seputar stunting, kesehatan, nutrisi, tumbuh kembang anak, sanitasi, siap nikah, dan reproduksi remaja dalam bentuk artikel, infografis, serta videografis.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau