Advertorial

Penanganan Tuberkulosis Jadi Agenda Pembahasan di The 1ST G20 HMM

Kompas.com - 15/07/2022, 12:00 WIB

KOMPAS.com –Kementerian Kesehatan Republik Indonesia selaku Ketua Health Working Group (HWG) G20 menyelenggarakan The 1St Health Ministerial Meeting (HMM) di Yogyakarta, Rabu (20/6/2022).

Indonesia sendiri mengangkat tiga isu penting terkait bidang kesehatan global pada Presidensi G20, yaitu tuberkulosis (TBC), one health, dan resistansi antimikroba.

TBC dan one health telah dibahas dalam side event yang diselenggarakan HWG pada Maret 2022 dan awal Juni 2022. Sementara itu, topik resistansi antimikroba akan menjadi tema side event pertemuan HWG ketiga Agustus 2022

Guru Besar Universitas Gajah Mada dan Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Adi Utarini mengatakan bahwa mengakhiri TBC adalah bagian dari respons multisektoral dalam pendekatan one health dan memerangi resistansi antimikroba.

“Namun, hambatan terbesar dari langkah awal dunia (dalam upaya) mengeliminasi TBC adalah kekurangan pendanaan,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (8/7/2022).

Maka dari itu, lanjut Adi, investasi yang lebih signifikan diperlukan untuk penelitian dan peningkatan kapasitas sistem kesehatan dalam mengimplementasikan inovasi serta teknologi yang direkomendasikan Badan Kesehatan Dunia (WHO), termasuk vaksinasi baru dan penggunaan data real-time.

Pada kesempatan sama, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan bahwa Presidensi G20 Indonesia membuahkan legacy dalam upaya dunia memerangi penyakit tersebut di tingkat global.

“Dalam pertemuan 1st HMM, negara anggota G20 menyatakan ingin memprioritaskan investasi dalam penanggulangan TBC untuk vaksin yang efektif, artificial intelligence untuk diagnosis, dan real-time data surveillance,” katanya.

Oleh sebab itu, lanjut Tjandra, upaya kolektif G20 dalam mengatasi TBC perlu peran dan keterlibatan sektor swasta di G7 dan Global South countries secara optimal.

“Para peneliti, pengusaha, dan perusahaan di Indonesia mempunyai peluang dalam penelitian ataupun manufaktur untuk terlibat memecahkan permasalahan dalam mengakhiri TBC, baik di Indonesia maupun secara global,” ujarnya.

Sebagai informasi, TBC adalah penyakit menular yang paling mematikan tertinggi di dunia sebelum pandemi Covid-19 melanda dunia. Kondisi pandemi Covid-19 telah mengakibatkan kemunduran dalam upaya mengeliminasi TBC pada 2030 sesuai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).

Meski demikian, situasi tersebut justru membuka peluang untuk meningkatkan investasi dan kualitas penanggulangan TBC. Sebab, kedua penyakit tersebut menular melalui udara dan mengoptimalkan sumber daya sistem kesehatan yang serupa, seperti tenaga ahli paru, laboratorium, mesin diagnostik, promosi kesehatan, dan pencarian kasus.

Indonesia sendiri menjadi negara dengan tingkat TBC tertinggi ketiga di dunia. Selama pandemi, temuan orang dengan TBC di Indonesia merosot dari 568.987 kasus pada 2019 menjadi 443.235 kasus pada 2021.

Direktur Eksekutif STPI Lucica Ditiu yang juga hadir dalam 1st G20 HMM menyatakan bahwa upaya mengatasi tuberkulosis dan Covid-19 secara bersama seharusnya tidak menjadi dilema bagi negara-negara anggota G20. Pasalnya, kedua penyakit tersebut harus dan dapat ditangani secara bersamaan di masa depan.

“Investasi dalam penanggulangan TBC sangat berguna untuk memerangi Covid-19. Oleh karena itu, perlu ada investasi dengan cerdas untuk mengatasi beberapa penyakit secara bersamaan serta merespons pandemi di masa depan,” tuturnya.

Lebih lanjut, Lucica juga menyarankan pemerintah negara anggota G20 untuk meningkatkan investasi. Jika tidak, biaya pengobatan akan terus ditanggung oleh individu dan keluarga yang terdampak kesehatan.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Yayasan STPI dr Nurul Nadia Luntungan MPH. Ia mengatakan bahwa kepemimpinan Indonesia berhasil memfokuskan negara G20 untuk menggalang investasi penanggulangan TBC, baik melalui kebijakan domestik maupun internasional.

Berkat kepemimpinan Indonesia, negara-negara G20 juga memberi dukungan yang kuat terhadap “7th Replenishment Global Fund to Fight Against HIV/AIDS, Tuberculosis and Malaria”.

“Selanjutnya, pemerintah Indonesia perlu memastikan penyelerasan agenda peningkatan investasi tersebut di nasional dan sub-nasional. Sebab, berdasarkan WHO Global TB Report 2021, masih ada gap sebanyak 515 juta dollar Amerika Serikat untuk program TBC di Indonesia,” ungkapnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com