KOMPAS.com – Setelah melanda dunia selama dua tahun, situasi pandemi Covid-19 mulai terkendali. Hal itu ditandai dengan penurunan angka kasus Covid-19 dan pemulihan ekonomi yang menuju ke arah positif.
Meski demikian, tak dapat dimungkiri, pandemi Covid-19 telah memberikan dampak berkepanjangan terhadap berbagai sektor, tak terkecuali ekonomi.
Di Indonesia sendiri, pandemi Covid-19 mengakibatkan adanya pergeseran struktur pekerja dari sektor formal menjadi informal. Hal tersebut dipicu oleh meningkatnya angka pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan secara massal.
Secara tidak langsung, fenomena PHK massal mengakibatkan para pekerja mencairkan saldo jaminan hari tua (JHT). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) mencatat, pekerja yang berasal dari kelompok generasi Z dan milenial paling banyak melakukan penarikan JHT, yakni sebesar 75 persen.
Mengingat situasi ekonomi kini mulai membaik, momen pascapandemi pun dapat menjadi kesempatan untuk mengatur ulang strategi untuk meningkatkan layanan dan kepesertaan jaminan sosial.
Untuk mewujudkan hal tersebut, BPJAMSOSTEK pun menggelar ASEAN Social Security Association (ASSA) High Level Meeting dengan tema “Social Protection in the Post-Pandemic Recovery”. Acara tersebut dilangsungkan selama tiga hari mulai Rabu (13/7/2022) hingga Jumat (15/7/2022).
Melalui acara yang digelar secara offline di Bali tersebut, BPJAMSOSTEK ingin memberikan ruang bagi penyedia jaminan sosial di negara-negara kawasan Asia Tenggara untuk berbagi pengalaman dan praktik terbaik dalam pelaksanaan program jaminan sosial, khususnya terkait peningkatan kepesertaan pascapandemi Covid-19.
Menurut keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Sabtu (16/7/2022), ASSA High Level Meeting dihadiri oleh 52 delegasi dari 9 negara yang termasuk dalam kawasan Asia Tenggara.
Direktur Utama BPJAMSOSTEK yang juga merupakan Chairman ASSA Anggoro Eko Cahyo mengatakan, inovasi merupakan kunci bagi institusi untuk bertahan dalam menghadapi situasi serba tidak pasti.
Selain itu, dibutuhkan pola pikir yang terbuka agar institusi mampu mengubah risiko dan tantangan menjadi peluang. Dengan demikian, institusi dapat terus melakukan peningkatan layanan dan kepesertaan.
“Saya yakin bahwa beberapa dari kita memiliki pelajaran berharga untuk dibagikan tentang bagaimana melewati situasi pandemi dan apa yang akan dilakukan selanjutnya pada situasi pascapandemi. Oleh karena itu, kita di sini bersama-sama untuk berbagi ilmu dan memperkuat ikatan untuk menghadapi situasi di depan yang belum pasti,” ujar Anggoro.
Terkait strategi BPJAMSOSTEK dalam menghadapi situasi pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir, Anggoro mengatakan bahwa pihaknya memiliki dua strategi besar.
Strategi pertama adalah penerapan layanan digital dengan memanfaatkan teknologi electronic know your customer (e-KYC). Layanan ini disematkan pada aplikasi Jamsostek Mobile (JMO).
Inovasi e-KYC pada aplikasi JMO terbukti mampu meningkatkan kecepatan proses klaim. Jika sebelumnya proses klaim membutuhkan waktu 10-15 hari, kini dapat dilakukan dalam 10-15 menit saja. Kemudahan layanan tersebut pun menjadikan angka klaim melalui aplikasi JMO meningkat hingga 76 persen.
Strategi kedua adalah menambah akses atau kanal pendaftaran dan pembayaran iuran Jamsostek. Hal ini dilakukan dengan membangun kerja sama dengan sejumlah mitra, seperti perusahaan fintech, e-commerce, dan perbankan.
Memasuki momen pascapandemi pada 2022, BPJAMSOSTEK juga mengembangkan skema keagenan baru, yakni New Penggerak Jaminan Sosial Indonesia (Perisai). Inovasi tersebut terbukti berhasil meningkatkan akuisisi peserta hampir tiga kali lipat dibandingkan 2021.
Jaminan sosial bagi pekerja migran
Pada ASSA High Level Meeting, Anggoro juga menyinggung soal kondisi pekerja migran indonesia (PMI) yang juga terkena dampak pandemi Covid-19.
BPJAMSOSTEK telah menjalin kerja sama dengan Social Security Organization (SOCSO) Malaysia. Kerja sama tersebut dibentuk untuk memastikan PMI yang bekerja di Malaysia mendapatkan pelayanan terbaik, serta melanjutkan kepesertaan jaminan sosial di negara tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, CEO Social Security Organisation (SOCSO) Malaysia Dato’ Sri Dr Mohammed Azman turut membagikan strategi pihaknya dalam menghadapi situasi pandemi dan pascapandemi.
Dijelaskan oleh Azman, SOCSO Malaysia menerapkan Program Subsidi Upah untuk membantu para pekerja dari sisi ekonomi sekaligus mengurangi beban perusahaan sebagai penyedia pekerjaan.
“Program Subsidi secara tidak langsung diharapkan dapat menekan angka PHK,” ujarnya.
Selain itu, SOCSO Malaysia juga menambah jangka waktu pemberian tunjangan bagi peserta yang sedang mencari kerja atau menganggur sementara, dari yang awalnya 6 bulan menjadi 9 bulan.
Sedangkan pada tahap pemulihan pascapandemi, SOCSO Malaysia fokus terhadap penciptaan lapangan kerja dengan membuka portal pencarian kerja bernama MYFutureJobs.
“Strategi penciptaan MYFutureJobs terbukti mampu berkontribusi dalam menurunkan angka pengangguran di Malaysia,” ujar Ahmed.
Tidak hanya Malaysia, Anggoro pun mengajak seluruh anggota ASSA untuk meningkatkan kolaborasi guna membentuk ekosistem jaminan sosial yang saling terhubung dan komprehensif bagi semua pihak.
“Saya berharap berbagai pengalaman dan solusi yang telah dibahas di sini dapat memberi inspirasi bagi kita untuk meningkatkan kualitas jaminan sosial di masing-masing negara sehingga dapat mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan pekerja secara global,” ujar Anggoro.