Advertorial

Mengenal Laparoskopi, Operasi Bedah Canggih yang Efisien

Kompas.com - 10/08/2022, 10:36 WIB

KOMPAS.com – Teknologi dunia medis semakin canggih dan modern seiring perkembangan zaman. Alhasil, pasien bisa mendapat metode terapi yang lebih baik. Operasi laparoskopi menjadi salah satu contoh teknologi terbaru dalam dunia medis.

Untuk diketahui, laparoskopi adalah pembedahan minimal invasif dilakukan di area perut dan panggul dengan bantuan alat bernama laparoskop.

Adapun laparoskop adalah batang teleskopik tipis yang dilengkapi kamera di ujungnya. Dengan alat ini, dokter bisa melihat organ dalam tubuh pasien tanpa harus membuka sepenuhnya.

Sayatan yang diperlukan lewat operasi bedah laparoskopi pun lebih minim, yakni hanya satu hingga empat sayatan kecil berukuran 0,5 hingga 2 centimeter (cm). Salah satu sayatan kecil tersebut berguna untuk memasukkan kamera. Sementara, sayatan lain digunakan untuk memasukkan instrumen bedah yang diperlukan.

Panjang dan jumlah sayatan tersebut berbeda dengan bedah terbuka yang membutuhkan sayatan sepanjang 15 hingga 30 cm. Hal ini bisa meningkatkan risiko luka dan perdarahan.

Oleh karena itu, laparoskopi dapat menjadi alternatif untuk mengurangi luka dan perdarahan pada pasien saat operasi.

Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan Konsultan Onkologi dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan Tricia Dewi Anggraeni SpOG, SubspOnk, mengatakan bahwa teknik tersebut diharapkan bisa mempersingkat masa penyembuhan pascaoperasi.

“Prosedur laparoskopi diharapkan dapat mempercepat waktu pemulihan dan waktu rawat inap sehingga pasien dapat segera kembali beraktivitas setelah operasi,” ujar dr Tricia dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (4/8/2022).

Kasus yang bisa ditangani dengan teknik laparoskopi

Sebagai informasi, tidak semua penyakit bisa ditangani dengan teknik laparoskopi. Adapun sejumlah penyakit yang bisa ditangani dengan teknik ini adalah usus buntu, batu empedu, hernia, dan kista.

Ada pula kasus kanker yang bisa ditangani dengan teknik tersebut. Sebut saja, kanker serviks, kanker usus besar, kanker atau tumor hati, dan kanker prostat. Selain itu, perlekatan usus akibat berbagai penyebab juga bisa ditangani dengan alat laparoskop.

Dokter Tricia mengatakan, ia biasa menggunakan teknik laparoskopi untuk menangani kasus-kasus penyakit organ reproduksi wanita yang menyangkut penegakan diagnosis dan tata laksana tumor kandungan jinak. Adapun kasusnya berupa kista ovarium, endometriosis, mioma uteri, adenomiosis, serta penanganan tumor kandungan ganas.

“Pada kanker endometrium dan serviks yang masih dini, pengangkatan rahim bisa dilakukan secara laparoskopi sehingga bekas sayatan kecil, tetapi radikalitas operasi tetap tercapai,” ujarnya.

Selain itu, pada bidang urologi atau yang berkaitan dengan saluran kemih, teknik laparoskopi bisa dilakukan untuk operasi kista dan rekonstruksi saluran kencing. Teknik ini pun dapat digunakan pada operasi kanker ginjal, prostat, serta kandung kemih.

Teknologi laparoskopi mutakhir menambah efisiensi tindakan

Saat ini, telah muncul laparoskopi mutakhir yang mengusung teknologi 3 dimensi (3D) dan ketajaman kamera hingga 4K atau ultra-high definition (HD). Kehadiran teknologi ini cukup penting karena berpengaruh pada efisiensi tindakan.

Dokter Spesialis Bedah Konsultan Bedah Digestif Mayapada Hospital Jakarta Selatan Errawan Wiradisuria SpB-KBD, MKes mengatakan, indikator bedah laparoskopi yang baik adalah yang memudahkan dokter operator untuk melihat ke dalam rongga perut.

Apabila gambar laparoskop yang digunakan kurang tajam, lanjut dr Errawan, kemampuan dokter untuk melihat organ mendekati keadaan yang aktual menjadi terbatas.

“Dengan laparoskopi 3D yang dilengkapi 4K ultra-HD, seperti yang biasa kami digunakan di Mayapada Hospital, pembuluh darah dapat tervisualisasi dengan baik. Begitu pula dengan saluran-saluran kecil lainnya. Gambarnya menjadi sangat detail dan jelas,” katanya.

Pada kasus bedah digestif, lanjut dr Errawan, laparoskop 3D dengan ketajaman 4K ultra-HD bisa membantu mendeteksi batas tumor, pembuluh darah usus, dan saluran empedu, jika ditambahkan pewarnaan (indocyanine green).

Tindakan laparoskopi, terutama dengan teknologi mutakhir, tercatat lebih efisien dalam penanganan kasus. Sebuah studi mencatatkan pengurangan signifikan dalam hal waktu operasi dan penurunan jumlah kehilangan darah saat operasi laparoskopi dengan teknologi 4K ultra-HD ketimbang pembedahan terbuka.

Dokter Spesialis Urologi Konsultan Urologi Onkologi Mayapada Hospital Jakarta Selatan Syamsu Hudaya, SpU (K) mengatakan, pada kasus kanker prostat dan ginjal yang cukup tinggi kejadiannya di Indonesia, Mayapada Hospital cukup berpengalaman melakukan operasi minimal invasive dengan laparoskopi 3D atau 4K.

Studi untuk kasus-kasus bedah urologi, imbuh dr Syamsu, sudah membuktikan bahwa semakin advance alat laparoskopnya, misalnya 2D versus 3D, maka outcome klinis untuk pasiennya juga lebih baik.

"Pada kasus pengangkatan kelenjar prostat menggunakan laparoskop 3D, waktu operasinya lebih singkat dan kehilangan darahnya juga lebih sedikit. Kemampuan buang air kecil (BAK) pasien pascaoperasi juga lebih cepat pulih," ujar dr Syamsu.

Sebagai informasi, Mayapada Hospital telah menggunakan laparoskopi dengan teknologi mutakhir, yakni teknologi 3D dan ketajaman 4K ultra-HD.

Dengan dukungan keahlian dokter spesialis yang berpengalaman sekaligus kecanggihan alat, pasien diharapkan bisa mendapat manfaat dan penanganan terbaik di Mayapada Hospital.

Untuk mengetahui lebih lanjut terkait penanganan laparoskopi di Mayapada Hospital, silakan kunjungi tautan ini.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau