Advertorial

Cegah Stunting, Remaja Diimbau Jalani Pola Hidup Sehat dan Hindari Pernikahan Dini

Kompas.com - 16/09/2022, 15:55 WIB

KOMPAS.com - Koordinator Informasi Komunikasi Kesehatan Direktorat Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (IKPMK), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Marroli J Indarto, meminta agar edukasi tentang pencegahan stunting dilakukan sejak remaja. Caranya, dengan melakukan pola hidup sehat dan menghindari pernikahan dini untuk melahirkan generasi sehat bebas stunting.

Hal itu disampaikan Marroli dalam acara Diseminasi Informasi dan Edukasi Percepatan Penurunan Stunting bertajuk Kepoin GenBest: Remaja Sadar Gizi, Cegah Stunting Sejak Dini di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Kamis (15/9/2022).

“Anak stunting secara fisik akan terlihat lebih pendek dan memiliki daya intelektual serta nalar yang rendah sehingga sulit bersaing. Untuk itu, perlu dilakukan tindakan-tindakan preventif,” kata Marroli dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (16/9/2022).

Marroli menambahkan, pencegahan stunting tidak hanya dilakukan dengan menjaga pola hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan bergizi, tetapi harus diiringi dengan mencegah pernikahan dini.

Marroli menjelaskan, angka prevalensi stunting di Indonesia terus membaik dari tahun ke tahun. Artinya, berbagai intervensi spesifik maupun sensitif yang dilakukan pemerintah telah berhasil dalam menurunkan angka prevalensi stunting secara konsisten.Dok. Kominfo Marroli menjelaskan, angka prevalensi stunting di Indonesia terus membaik dari tahun ke tahun. Artinya, berbagai intervensi spesifik maupun sensitif yang dilakukan pemerintah telah berhasil dalam menurunkan angka prevalensi stunting secara konsisten.

“Di Indonesia, (angka) pernikahan dini masih tinggi. Hal ini harus menjadi concern pemerintah agar pernikahan dini dapat ditekan,” jelas Marroli.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pernikahan dini atau pernikahan anak berada di angka 10,18 persen pada 2020. Angka tersebut masih di atas target Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA), yaitu 8,74 persen pada akhir 2024.

“Kita (Indonesia) masih punya waktu dua tahun sampai 2024. Kami optimistis, mudah-mudahan angka stunting bisa turun di angka 14 persen di bawah standar dunia, yaitu sekitar 20 persen,” ujar Marroli.

Lebih lanjut, Marroli menjelaskan, angka prevalensi stunting di Indonesia terus membaik dari tahun ke tahun. Artinya, berbagai intervensi spesifik maupun sensitif yang dilakukan pemerintah telah berhasil dalam menurunkan angka prevalensi stunting secara konsisten.

Sementara itu, dr Mario Johan yang hadir sebagai narasumber mengungkapkan bahwa stunting bukan sekadar tentang tubuh anak. Menurutnya, ada tiga masalah lanjutan yang bisa disebabkan stunting.

Pertama, tingkat kecerdasan atau intelligence quotients (IQ) lebih rendah ketimbang anak seusia lainya. Kedua, anak jadi lebih lemah dan mudah sakit. Ketiga, saat dewasa, anak lebih mudah terkena penyakit kronis, seperti darah tinggi, kencing manis, ataupun jantung.

“Bisa dikatakan bahwa anak stunting akan menjadi generasi yang tidak berkualitas. Stunting tidak hanya memengaruhi pertumbuhan anak, seperti tinggi atau berat badan, tetapi juga perkembangannya,” jelas dr Mario.

Selain itu, menurut dr Mario, masalah stunting, gizi buruk, serta pernikahan dini memiliki hubungan yang erat. Sebab, stunting terjadi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan, yaitu sejak bayi dikandung hingga berusia 2 tahun. Artinya, pemenuhan gizi sejak bayi di dalam kandungan amat memengaruhi apakah anak akan terlahir stunting atau tidak.

Lebih lanjut, dr Mario menjelaskan bahwa jika pemenuhan gizi dan penanganan anemia pada calon ibu terbilang rendah sebelum kehamilan dapat meningkatkan risiko anak terlahir stunting.

“Itulah alasan mengapa edukasi stunting penting untuk remaja. Mereka adalah cikal bakal yang akan melahirkan generasi-generasi emas nantinya. Oleh karena itu, kalau ingin Indonesia maju, kita harus tekan angka stunting,” ucap dr Mario.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Moh Bisri menjelaskan, stunting terkait erat dengan gaya hidup sehat. Bisri menggambarkan persamaan antara bayi dengan buah dalam sebuah siklus kehidupan yang sama.

Untuk mendapatkan buah yang berkualitas, proses dimulai dari bibit dan media tumbuh. Tanaman juga harus diberikan perawatan yang baik dan dijaga dari hama penyakit. Kemudian, menjelang pembuahan juga harus ada perawatan ekstra. Bahkan, ketika buah sudah muncul pun harus tetap dijaga.

“Manusia kurang lebih sama (dengan buah). Untuk itu, remaja harus mempersiapkan diri dengan pengetahuan dan harus dipraktikkan (ilmunya). Semua itu dapat dimulai dari hidup yang sehat,” ujar Bisri.

Sebagai informasi, forum Kepoin GenBest yang diadakan di Kabupaten Bintan merupakan bagian dari kampanye GenBest (Generasi Bersih dan Sehat). Kampanye ini merupakan inisiasi Kemenkominfo untuk menciptakan generasi Indonesia yang bersih dan sehat serta bebas stunting.

GenBest mendorong masyarakat, khususnya generasi muda, agar menerapkan pola hidup bersih dan sehat di kehidupan sehari-hari. Melalui situs genbest.id dan media sosial @genbestid, GenBest juga memberikan berbagai informasi seputar stunting, kesehatan, nutrisi, tumbuh kembang anak, sanitasi, siap nikah, dan reproduksi remaja dalam bentuk artikel, infografis, serta videografis.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com