KOMPAS.com – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI terus mendorong pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk memperluas pangsa pasar hingga ke luar negeri.
Upaya itu ditunjukkan BRI dengan mendorong salah satu brand teh asli Indonesia, yakni Sila Tea House, dalam event internasional Tong Tong Fair atau Pasar Tong Tong di Den Haag, Belanda.
Tong Tong Fair digelar mulai Kamis (1/9/2022) hingga Minggu (11/9/2022). Kegiatan ini menjadi acara potensial bagi UMKM untuk menjalankan business matching dengan perusahaan yang terkait dengan Indonesia dan perusahaan internasional di Belanda.
Direktur Bisnis Kecil dan Menengah BRI Amam Sukriyanto yang hadir pada kegiatan tersebut menjelaskan bahwa partisipasi UMKM binaan BRI dalam Tong-Tong Fair merupakan salah satu wujud komitmen perseroan untuk terus memperkenalkan potensi produk UMKM ke kancah internasional.
Di samping itu, kata dia, ajang ini sekaligus menjadi pencapaian bagi BRI karena produk-produk UMKM binaannya dapat dilihat oleh puluhan ribu pengunjung dari berbagai negara.
Pada kesempatan yang sama, co-founder sekaligus Operational and Business Director Sila Tea House Redha Taufik Ardias mengungkapkan bahwa inspirasi kehadiran Sila datang pada 2018. Pada waktu itu, ia menilai belum banyak teh yang berkualitas tinggi di Indonesia.
“Bahwa teh yang selama ini kita minum bukanlah teh, tapi lebih kepada sisanya. Saya menemukan bahwa teh yang berkualitas tinggi di Indonesia sering kali dikirim ke luar negeri,” ujar Redha dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima, Sabtu (17/9/2022).
Kemudian, lanjut dia, teh dikemas kembali dengan brand atau merek dari luar negeri untuk dikirim lagi ke Indonesia dalam bentuk yang lebih eksklusif.
Oleh karena itu, melalui brand miliknya, Redha ingin menghadirkan teh autentik asli Indonesia yang berkualitas tinggi, sekaligus sebagai upaya mendukung kesejahteraan petani teh lokal.
Dalam mengembangkan Sila Tea House, ia pun melakukan riset mengenai segala hal tentang teh dan menemukan fakta kekayaan ragam teh Indonesia dengan kualitas yang sangat baik.
“Teh di Indonesia kualitasnya bagus-bagus semua. Indonesia masuk dalam delapan besar negara dengan kebun teh terbesar di dunia. Oleh karena itu, ini merupakan peluang bahwa kami harus memperkenalkan teh Tanah Air dengan brand Indonesia,” tutur Redha.
Brand Sila sendiri lahir dengan unsur sociopreneur dan semangat sustainability atau keberlanjutan.
Kehadiran Sila diproyeksikan membawa implikasi positif yang bersifat multiply atau berkembang. Ditambah dukungan dari produk high end quality atau kualitas kelas atas di dalam negeri, citra teh Indonesia di mata dunia akan terangkat.
Melalui Sila, Redha ingin menambah value atau nilai dari teh Indonesia. Hal ini pun diharapkan mendorong perluasan lapangan kerja dengan kehadiran tea-preneur atau pengusaha teh baru.
Adapun saat ini, Sila Tea House beroperasi dengan aset tiga rumah yang dimiliki praktisi teh Iriana Ekasari di Sentul, Bogor, Jawa Barat (Jabar).
Di samping itu, saat ini Sila Tea House memiliki lebih dari 100 ragam teh dengan yang terdiri dari kurang lebih 100 tisane atau herbal kering.
Dari ratusan ragam teh, Sila Tea House juga melakukan blending atau pencampuran. Ide ini telah menghasilkan ratusan artikel teh.
Namun, Sila Tea House saat ini baru merilis produknya ke pasar sekitar 45 varian, yang terdiri dari 30 blend atau campuran dengan 15 pure tea atau teh murni.
“Daun teh kami blend dengan bahan herbal alami, seperti serai, lemon, jahe, ada juga bunga rosella, tetapi tehnya tetap dominan,” jelas Redha.
Menurutnya, teh yang dicampur menghadirkan selling point atau titik penjualan yang unik dan menjadi daya atraktif bagi pasar. Utamanya, pasar yang telah disasar.
Redha menyebutkan bahwa teh yang telah dicampur disebut artisan tea.
“Artisan dalam hal ini adalah sebuah karya yang dibuat dengan pemahaman tinggi dan memiliki nilai seni. Dari proses ini akan menghadirkan suatu kualitas tinggi dan dapat dibanggakan, serta berbasis sains,” imbuhnya.
Untuk pemasaran, Redha mengungkapkan bahwa pihaknya fokus memasarkan produk teh Sila di dalam negeri secara business to business (B2B) ke kafe-kafe.
Selain itu, teh Sila sudah diekspor ke berbagai negara, mulai dari Turki, Amerika Serikat, Kanada, Malaysia, Uni Emirat Arab, dan Australia.
Mendapat insentif permodalan dari BRI
Adapun dalam pengembangan usaha, Redha menyebutkan, pihaknya sempat mendapat insentif permodalan dari pemerintah serta BRI.
Dari modal tersebut, ia mengaku ingin menggandeng BRI untuk memperbanyak tea bar dan pengusaha teh.
“Kami ini perusahan inovasi dan edukasi. Kami berharap bisa memberdayakan tea preneur baru untuk membuka tea bar atau bar teh. Bar jenis ini biasanya disukai anak muda. Mini saja tapi fancy atau cantik,” imbuhnya.
Redha mengklaim bahwa memasuki tahun keempat atau 2022, bisnis Sila menunjukan kemajuan yang sangat cepat.
Saat pandemi Covid-19, sebut dia, development atau perkembangan Sila cukup masif.
Sebagai langkah strategis ke depan dalam pengembangan Sila, Redha mengaku, pihaknya saat ini tengah meningkatkan kapasitas produksi.
“Sila juga membangun tim penjualan yang kuat untuk mencari sebanyak-banyaknya distributor dan reseller. Saat ini, Sila diperkuat dengan empat distributor di Medan, Manado, Serpong, dan Palangkaraya,” jelasnya.
Adapun untuk harga jual saat ini, kata Redha, termasuk harga termurah karena hanya dibanderol Rp 12.000 per tea bag atau kantong teh, hingga Rp 225.000 per kemasan kaleng yang berisi 15 tea bag.
Ia mengungkapkan, Sila saat ini telah mampu memberdayakan 15 kebun teh milik petani rakyat dan menyerap pemetik teh hingga 300 orang.
“Oleh karena itu, dengan unsur sociopreneur dan semangat sustainability yang menghasilkan teh berkualitas tinggi, maka tak salah jika BRI memberangkatkan Sila ke Belanda untuk menghangatkan Festival Tong Tong di sana,” imbuh Redha.
Ia berharap, ke depannya Sila akan semakin mampu melambungkan nikmat dan harumnya teh premium asli Nusantara.