Advertorial

Jangan Self-Diagnosed, Cemas Belum Tentu Pertanda Gangguan Kesehatan Mental

Kompas.com - 21/09/2022, 15:20 WIB

KOMPAS.com – Beberapa waktu terakhir, isu kesehatan mental menjadi salah satu topik yang banyak dibicarakan orang. Terlebih, selama pandemi Covid-19. Menjaga kesehatan mental dinilai semakin penting, selain menjaga kesehatan jasmani.

Pasalnya, pandemi Covid-19 telah menimbulkan dampak negatif terhadap berbagai bidang kehidupan, termasuk kesehatan mental. Meski begitu, tak sedikit masyarakat Indonesia yang belum memahami kesehatan mental secara mendalam.

Minimnya pemahaman soal kesehatan mental membuat sejumlah orang salah menafsirkan terkait permasalahan mental yang dialami. Bahkan, semakin jamak seseorang yang melakukan self-diagnosed dan mendiagnosis dirinya sendiri mengalami gangguan mental.

Self-diagnosed umumnya dilakukan setelah seseorang menyadari adanya perubahan perasaan, emosi, pikiran, dan perilaku sehari-hari. Padahal, perubahan tersebut belum tentu mengindikasikan gangguan kesehatan mental.

Psikolog klinis Nidya Dwika Puteri mengatakan, perubahan empat aspek tersebut pada dasarnya merupakan hal wajar dialami setiap orang.

Hal itu dikatakan Nidya dalam acara KompasFest pada sesi "A Closer Look at Mental Health Status" yang digelar secara hibrida, Sabtu (20/8/2022).

"Rasa cemas bukan pertanda adanya gangguan mental pada seseorang. Cemas adalah perasaan yang wajar dialami setiap orang sebagai bentuk respons alami tubuh," ujar Nidya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (20/9/2022).

Aktivis kesehatan mental Felicia Hutapea pun memiliki pandangan sama dengan Nidya. Ia menilai, pemicu terbesar seseorang berpotensi mengalami gangguan kesehatan mental adalah media sosial (medsos).

Felicia mengungkapkan, medsos bisa berdampak terhadap kondisi emosional apabila seseorang tak mampu mengontrol waktu penggunaannya.

Ia pun membagikan sejumlah tips yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar terhindar dari kecanduan medsos sehingga kesehatan mental tetap terjaga.

"Melihat unggahan orang lain di medsos sama saja membuang-buang waktu. Apalagi, jika unggahan tersebut tak berdampak positif bagi kesehatan mental," kata Felicia.

-Dok. AlteaCare -

Jika mulai timbul perasaan cemas dan khawatir yang berlebihan, lanjut dia, berkonsultasi dengan tenaga profesional adalah langkah tepat.

Ia pun mengimbau masyarakat agar tidak melakukan self-diagnosed tanpa pendampingan konselor atau psikolog.

"Untuk berkonsultasi dengan psikolog atau konselor tak harus berkunjung ke rumah sakit atau klinik. Opsi lain yang bisa dilakukan adalah menggunakan sarana video call atau chat dengan konselor sehingga rasa aman setiap individu tetap terjaga," jelasnya.

Adapun salah satu pusat kesehatan yang menghadirkan layanan konseling khusus masalah psikologis adalah AlteaCare. Perusahaan ini hadir untuk menjembatani interaksi antara pasien dan dokter melalui solusi platform layanan yang terintegrasi dan terlengkap.

Untuk diketahui, AlteaCare tengah menghadirkan promo konseling chat bersama konselor dengan harga terjangkau. Cukup merogoh kocek Rp 10.000, Anda dapat berkonsultasi dengan psikolog.

Dalam upaya memberikan pelayanan konseling yang optimal, AlteaCare memiliki tenaga konselor berpengalaman dan memiliki kapasitas untuk melakukan konseling psikologis.

Bila Anda mengalami gejala cemas atau khawatir berlebihan, AlteaCare bisa menjadi pilihan tepat untuk berkonsultasi langsung dengan konselor profesional karena #AlteaLebihNgerti.

Untuk informasi lebih lanjut seputar layanan konseling, Anda dapat mengunjungi Instagram @alteacare.id atau mengunduh aplikasi AlteaCare melalui tautan berikut.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com