KOMPAS.com – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menjelaskan poin-poin penting dalam Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Persetujuan Dalam Aspek Kepegawaian Perangkat Daerah kepada Pelaksana tugas (Plt), Penjabat (Pj), dan Penjabat sementara (Pjs) Kepala Daerah (KDH).
Sosialisasi tersebut dilakukan untuk membangun pemahaman bersama antara Kemendagri dengan Plt, Pj, maupun Pjs kepala daerah. Adapun sosialisasi ini dipimpin langsung oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Suhajar Diantoro secara virtual dan diikuti oleh para Pj dari berbagai daerah, Jumat (23/9/2022).
Suhajar menjelaskan, terbitnya SE Nomor 821/5492/SJ tersebut untuk merespons banyaknya Pj kepala daerah, baik gubernur maupun bupati atau wali kota yang telah dilantik. Pasalnya, mereka memiliki kewenangan terbatas, termasuk dalam menyetujui pemberian sanksi kepada aparatur sipil negara (ASN) yang melanggar hukum dan menandatangani persetujuan mutasi pegawai antardaerah.
Keterbatasan itu, mengharuskan Pj kepala daerah mengajukan izin kepada Mendagri dalam mengambil kebijakan tersebut. Akibatnya, berkas pengajuan izin dari Pj kepala daerah menumpuk di Kemendagri.
Oleh karena itu, untuk mempercepat proses pelayanan dan mengefisiensikan penyelenggaraan pemerintahan, Kemendagri menyederhanakan proses tahapan yang memerlukan persetujuan Mendagri. Penyederhanaan ini dilakukan dengan lebih dulu melakukan pendataan terhadap tahapan yang dinilai dapat diringkas.
Suhajar menjelaskan, SE tersebut hanya memberikan persetujuan kepada Plt, Pj, dan Pjs kepala daerah secara terbatas. Hal ini meliputi dua poin yang dijelaskan pada bagian nomor 4 huruf (a) dan (b) yang diatur dalam SE tersebut.
Pertama, persetujuan untuk melakukan pemberhentian, pemberhentian sementara, dan penjatuhan sanksi bagi ASN yang melanggar disiplin atau tindak lanjut proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan.
Menurut Suhajar, proses tersebut disederhanakan karena penjatuhan sanksi terhadap ASN yang melanggar disiplin atau tersandung masalah hukum merupakan langkah yang harus diambil. Apabila pegawai yang bersangkutan keberatan terhadap persetujuan sanksi yang ditandatangani, tetap dapat mengajukan banding ke pihak kepegawaian sesuai peraturan.
“Lalu orang mengatakan, kan harus izin? Itukan surat izin. Itulah surat izinnya. Maka, kami mendelegasikan kewenangan itu. Surat yang kami kirim itu adalah pemberian izin,” terangnya dalam rilis yang diterima Kompas.com, Sabtu (24/9/2022).
Suhajar menjelaskan, pemberhentian sementara ASN yang ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana diatur dalam Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Kebijakan ini juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Kalau sudah menjadi tersangka, sudah perintah pengadilan, menurut kami izin yang kami tanda tangani itu hanya administrasi tambahan. Wajib juga ditandatangani oleh Pj. Inilah yang menurut kami berdasarkan SE ini memberikan izin kepada Pj untuk menandatangani dokumen kepegawaian tersebut,” paparnya.
Persetujuan kedua yang diatur dalam SE tersebut adalah menyangkut penandatanganan persetujuan mutasi pegawai antardaerah serta antarinstansi pemerintahan sesuai ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
“Namun, persetujuan mutasi tersebut bukan merupakan Surat Keputusan (SK) mutasi,” tegas Suhajar.
Suhajar menjelaskan, alasan diberikannya persetujuan kepada Plt, Pj, dan Pjs kepala daerah untuk menandatangani berkas persetujuan mutasi pegawai karena mekanisme mutasi antardaerah serta antarinstansi itu mensyaratkan adanya persetujuan pindah dari daerah tugas sebelumnya maupun daerah penerima atau yang dituju.
“Setelah Bapak (Pj) menandatangani persetujuan si A pindah dari daerah Bapak, kemudian Pj di sebelah sana menyetujui, surat itu dikirim ke (Ditjen) Otonomi Daerah (Otda), diproses di (Ditjen) Otda, dikirim ke BKN. (Kemudian,) keluar Pertimbangan Teknis (Pertek) BKN, baru balik ke (Ditjen) Otda, Dirjen Otda tanda tangan lagi. Jadi, saya tidak pernah meragukan rekan-rekan Pj. Ini baru persetujuan. Proses setuju, bukan SK pindahnya. (Proses ini) sangat prosedural,” terangnya.
Untuk itu, Suhajar menegaskan, ketentuan Pasal 73 ayat (4) UU tentang ASN tetap berlaku. Artinya, mutasi PNS antarkabupaten atau kota maupun provinsi dan antarprovinsi ditetapkan oleh Mendagri setelah memperoleh pertimbangan Kepala BKN.
“(Ketentuan) itu tetap (berlaku). Jadi, yang dikasih kewenangan apa (untuk Pj kepala daerah)? Ya, itu surat persetujuannya saja,” ujarnya.
Di lain sisi, imbuh Suhajar, meski diberikan persetujuan tertulis terkait dua kebijakan tersebut, Plt, Pj, dan Pjs kepala daerah tetap harus melaporkannya kepada Mendagri paling lambat 7 hari setelah langkah itu diambil.