Advertorial

Mengenal Ablasi, Tindakan Penanganan Penyakit Jantung Aritmia Non-Operasi

Kompas.com - 03/10/2022, 11:30 WIB

KOMPAS.com - Aritmia adalah salah satu jenis gangguan jantung yang ditandai dengan irama jantung yang tidak beraturan, bisa menjadi lebih cepat atau lambat.

Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Konsultan Aritmia Mayapada Hospital Tangerang dr Agung Fabian Chandranegara, SpJP(K) mengatakan bahwa aritmia merupakan penyakit yang tergolong unik.

Sebab, lanjutnya, penyakit tersebut bisa menyerang siapa pun tanpa memandang usia, mulai dari anak-anak, orang dewasa, hingga orang tua. Penyakit ini bisa mengancam jiwa bila tidak segera diobati.

Dokter Agung menjelaskan, irama detak jantung yang normal adalah di atas 60 dan di bawah 100 denyut per menit. Jika dalam kondisi istirahat jantung berdetak di bawah 60 atau di atas 100 denyut per menit, kondisi ini sudah termasuk aritmia.

“Ketika aritmia muncul, irama detak jantung berarti sedang terganggu. Kecepatannya itu terganggu. Detak jantung kurang dari 60 atau lebih dari 100 per menit saat orang sedang istirahat, bukan dalam kondisi beraktivitas, sudah termasuk gangguan irama jantung,” kata dr Agung dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (30/9/2022).

Ia menuturkan, jika gejala aritmia dibiarkan, peredaran darah pada jantung bisa terganggu. Oleh karena itu, masyarakat sebisa mungkin melakukan deteksi dini terhadap penyakit tersebut.

Deteksi dini aritmia bisa dilakukan dengan menggunakan metode sederhana, yakni ‘menari’ atau meraba nadi sendiri.

Caranya, hitung denyut nadi selama 1 menit. Jika, denyutnya kurang dari 60 dan lebih dari 100 per menit, berarti ada indikasi aritmia.

Dokter Agung melanjutkan bahwa terdapat berbagai gejala yang menandakan seseorang menderita aritmia, salah satunya jantung sering berdebar.

“Selain itu, gangguan kesehatan ini juga bisa ditandai dengan sensasi kliyengan tanpa sebab jelas saat berjalan atau bangun dari duduk dan nyeri dada seperti ditusuk. Rasa nyut-nyutan di dada juga merupakan gejala awal aritmia,” jelas dr Agung.

Jika hal tersebut kerap dirasakan, dr Agung menyarankan agar masyarakat segera berkonsultasi ke dokter, khususnya dokter spesialis jantung.

“Pasien harus tahu frekuensi keluhan tersebut. Misalnya, pasien sering merasakan (jantung) berdebar kencang atau tidak normal setiap minggu, atau saat sedang menonton televisi ataupun istirahat tiba-tiba (jantung) berdebar,” kata dr Agung.

Dalam penyembuhan aritmia, dokter akan melakukan berbagai metode, mulai dari minum obat jika gejalanya masih ringan, ablasi, hingga pemasangan alat pacu jantung.

Pengobatan aritmia dengan meminum obat, metode ini biasanya akan dilakukan seumur hidup. Artinya, setiap hari pasien harus mengonsumsi obat untuk mengatasi aritmia.

“Pengobatan aritmia itu bisa beberapa jenis, salah satunya dengan mengonsumsi obat-obatan. Namun, jika terdapat kelainan pada sistem konduksi listrik jantung, obatnya harus diminum seumur hidup,” paparnya.

Penangan aritmia dengan ablasi

Dokter Agung mengatakan bahwa pengobatan aritmia dengan metode ablasi tergolong lebih efisien karena tingkat kesembuhan pasien bisa mencapai 95 sampai 98 persen.

Selain itu, pengobatan dengan metode tersebut juga tergolong minim risiko. Bahkan, pasien mungkin tidak perlu lagi meminum obat seumur hidup.

Efek pengobatan aritmia dengan ablasi hampir tidak signifikan. Sebab, dua sampai tiga hari setelah ablasi, pasien sudah dapat beraktivitas seperti biasa. Bahkan, diperbolehkan pulang esok harinya. Namun, prosesnya tetap dilakukan dengan meneliti kondisi pasien terlebih dahulu.

Untuk proses ablasi sendiri, dr Agung menuturkan bahwa metode ini dapat dilakukan dengan cara nonoperasi. Pasien hanya disuntikan bius lokal dan dipasangkan kateter berupa kabel kecil melalui paha masuk ke jantung. Selanjutnya, dokter akan melakukan eliminasi jalur tidak normal pada jantung penyebab aritmia.

“Jalur abnormal kami eliminasi atau hancurkan dengan gelombang mikro. Hal ini dilakukan hanya dengan cara suntikan, tanpa bedah dan operasi,” kata dr Agung.

Sementara itu, Hospital Director Mayapada Hospital Tangerang dr Markus Waseso mengatakan bahwa ablasi bisa dilakukan di Mayapada Hospital Tangerang.

Pasalnya, rumah sakit itu memiliki kesiapan yang memadai, mulai dari tim dokter spesialis sampai dengan fasilitas untuk menangani penyakit tersebut.

“Mayapada Tangerang siap untuk menangani pasien aritmia melalui ablasi,” kata dr Markus.

Ia melanjutkan, Mayapada Hospital Tangerang juga menyediakan layanan komprehensif berupa konsultasi yang bisa dilakukan secara telekonsultasi atau tatap muka dengan dokter.

Untuk menunjang diagnosis, Mayapada Hospital Tangerang juga telah dilengkapi dengan monitor holter, electrophysiology study, ablasi tiga dimensi (3D), serta EKG Holter.

“Mayapada Hospital Tangerang menyediakan penanganan ablasi yang dilakukan oleh dokter Agung, baik dengan metode 2D atau 3D. Rumah sakit kami siap melakukannya karena memiliki tim dokter ahli dan fasilitas yang menunjang,” tuturnya.

Dokter Markus menjelaskan, dr Agung merupakan salah satu dari 41 dokter spesialis penyakit aritmia yang ada di Indonesia.

Selain itu, imbuhnya, Mayapada Hospital Tangerang juga memiliki kompetensi yang baik untuk menangani berbagai jenis penyakit jantung.

Bahkan, sejak pertengahan 2021, Mayapada Hospital Tangerang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sebagai rumah sakit rujukan wisata medis Indonesia di Banten, khususnya pelayanan jantung.

“Penunjukan tersebut tidak terlepas dari penilaian bahwa rumah sakit kami memiliki sumber daya lengkap, mulai dari tim dokter, peralatan penunjang, serta intensive care unit,” paparnya.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai layanan dan pengobatan yang tersedia di Mayapada Hospital, Anda bisa mengunjungi laman mayapadahospital.com/.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com