Advertorial

G20 Jalur Keuangan Hasilkan Langkah Konkret untuk Hadapi Tantangan Global

Kompas.com - 24/10/2022, 15:15 WIB

KOMPAS.com – Pertemuan 4th Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) Meeting negara anggota Group of Twenty (G20) digelar di Washington DC, Amerika Serikat (AS) pada Rabu (12/10/2022) hingga Kamis (13/10/2022).

Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo pun didaulat memimpin pertemuan tersebut, sejalan peran Indonesia sebagai Presidensi Group of Twenty (G20).

FMCBG kali ini digelar bersamaan dengan pertemuan tahunan International Monetary FunddanWorld Bank(IMF-World Bank) yang dilaksanakan pada Selasa (11/10/2022) hingga Minggu (16/10/2022).

Para menteri dan gubernur bank sentral anggota G20 pun menyatakan komitmennya untuk memecahkan tantangan ekonomi global yang terus meningkat dan fokus pada kemajuan yang lebih nyata.

Sedikitnya enam agenda dibahas dalam pertemuan FMCBG, yaitu ekonomi global, arsitektur keuangan internasional, peraturan sektor keuangan, investasi infrastruktur, keuangan berkelanjutan, dan perpajakan berkelanjutan.

Sri Mulyani mengatakan bahwa selama menjadi tuan rumah Presidensi G20, Indonesia telah melakukan sejumlah upaya untuk memfasilitasi diskusi G20 dan mengapresiasi dukungan kuat dari seluruh anggota.

“Seluruh pihak harus melangkah lebih jauh dan perlu melakukan aksi nyata dengan menunjukkan semangat kerja sama, kolaborasi, dan konsensus. Hal ini dapat menorehkan sejarah bahwa dengan kebersamaan, seluruh pihak dapat mengatasi tantangan global,” ujar Sri Mulyani dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Minggu (23/10/2022).

Pada kesempatan sama, Perry juga menegaskan bahwa sejak terpilih sebagai tuan rumah Presidensi G20, Indonesia telah menjalin kerja sama untuk membahas isu-isu kritis global, serta memberikan solusi konkret dan kolektif menghadapi tantangan global. Ia pun berharap, seluruh negara anggota G20 dapat mengupayakan hal sama.

Untuk diketahui, pertemuan FMCBG menyoroti perekonomian global yang mengalami perlambatan secara luas dan lebih tajam dibandingkan perkiraan, dengan tingkat inflasi yang meningkat.

Dipaparkan pula bahwa outlook perekonomian dipengaruhi oleh krisis biaya hidup (cost-of-living), pengetatan kondisi sektor keuangan di sebagian besar kawasan, konflik Rusia dengan Ukraina, serta dampak pandemi Covid-19 yang masih membebani.

Paparan mendetail mengenai peningkatan harga pangan dan energi memicu kekhawatiran akan kenaikan biaya hidup di banyak negara sehingga menambah tekanan inflasi. 

Kenaikan harga energi juga menghambat jalan menuju transisi hijau. Di sisi lain, cuaca ekstrem akibat perubahan iklim juga menimbulkan risiko penurunan terhadap prospek ekonomi global.

Merespons tantangan global tersebut, negara anggota G20 berkomitmen terhadap kebijakan yang terkalibrasi dengan baik, terencana, dan dikomunikasikan dengan baik untuk mendukung pemulihan berkelanjutan. 

Langkah tersebut diharapkan dapat mengurangi efek jangka panjang dari tantangan global tersebut. Pertumbuhan ekonomi negara anggota G20 pun bisa semakin kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif.

Selain itu, terdapat pula urgensi kerja sama kebijakan makro bagi negara anggota G20 untuk menjaga stabilitas keuangan dan kesinambungan fiskal jangka panjang. Upaya ini juga dinilai tepat untuk mengantisipasi risiko penurunan dan dampak negatif perekonomian.

Dalam menghindari tekanan inflasi yang tinggi, misalnya, negara anggota G20 perlu menyusun kebijakan fiskal yang cepat dan fleksibel, serta mengambil langkah-langkah sementara dan tepat sasaran.

Selain itu, G20 juga menegaskan urgensi kebijakan makroprudensial, agenda pembangunan berkelanjutan, dan transisi berkelanjutan. 

Aksi nyata G20 jalur keuangan

Sehubungan dengan meningkatnya risiko kerawanan pangan dan energi, G20 jalur keuangan berkomitmen untuk mempertimbangkan semua instrumen yang diperlukan untuk mengatasi kerawanan pangan dan energi, serta tekanan biaya hidup yang dialami banyak negara.

G20 menyoroti pentingnya kerja sama untuk memastikan respons global yang terkoordinasi untuk mengatasi kerawanan pangan. G20 akan terus mencatatkan kemajuannya melalui koordinasi strategis dengan Presidensi G20 India pada 2023. 

Untuk mendukung dunia dalam menghadapi pandemi saat ini dan di masa depan, G20 merevitalisasi arsitektur kesehatan global. Upaya ini dilakukan guna meningkatkan tindakan kolektif dan terkoordinasi dalam hal pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi (PPR).

Tahun ini, G20 mengukir sejarah melalui pengumpulan Financial Intermediary Fund (FIF) yang diselenggarakan oleh Bank Dunia. Langkah ini diambil untuk memastikan kecukupan dan keberlanjutan pembiayaan pencegahan dan respons pandemi di masa depan. Total komitmen FIF dari donor penggagas adalah sebesar 1,4 miliar dollar AS, dan anggota mendorong tambahan komitmen secara sukarela.

Di tengah tantangan ekonomi dan geopolitik yang belum pernah terjadi sebelumnya, G20 juga terus menyoroti pentingnya memperkuat arsitektur keuangan internasional.

Gubernur BI Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Memimpin Pertemuan FMCBG G20 Indonesia ke-4 di Washington DC, Amerika Serikat Dok. G20.org Gubernur BI Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Memimpin Pertemuan FMCBG G20 Indonesia ke-4 di Washington DC, Amerika Serikat

G20 akan terus memantau risiko peningkatan volatilitas arus modal, spillover negatif, dan kondisi pasar yang tidak merata, termasuk mendukung pengembangan operasional Integrated Policy Framework (IPF) dan upaya mempertahankan Jaring Pengaman Keuangan Global (GFSN) yang kuat.

Selain itu, G20 terus mendukung alokasi penyaluran Special Drawing Right (SDR) untuk membantu golongan yang paling rentan.

Di sisi lain, G20 punya komitmen untuk terus mengeksplorasi implikasi keuangan makro dari Mata Uang Digital Bank Sentral (CBDC) yang dirancang untuk memfasilitasi pembayaran lintas batas seraya menjaga stabilitas sistem moneter dan keuangan internasional.

Keberhasilan penyelesaian TechSprint G20 2022 yang merupakan inisiatif bersama antara Presidensi G20 Indonesia dengan BIS Innovation Hub pun disambut baik. Sebab, inisiatif ini telah berkontribusi pada diskusi tentang solusi praktis dan layak untuk menerapkan CBDC.

Ke depan, G20 terus berkomitmen untuk memajukan implementasi Peta Jalan G20 pada Pembayaran Lintas Batas Negara (CBP) untuk mencapai pembayaran lintas batas yang lebih cepat, murah, transparan, dan inklusif. Dengan demikian, akan memberikan manfaat yang luas bagi ekonomi di seluruh dunia.

Upaya atasi perlambatan ekonomi

Tantangan global yang disororti pada FMCBG turut dikemukakan oleh Perry pada pertemuan IMF-World Bank. Dalam pandangannya, terdapat tiga poin utama untuk mengatasi perlambatan ekonomi global, serta contoh langkah yang telah ditempuh Indonesia.

Pertama, tantangan global yang dihadapi saat ini tidak dapat direspons hanya dengan satu instrumen kebijakan. Kerangka IPF International Monetary Fund (IMF) dan macro-financial stability frameworks (MFSF) BIS perlu dikembangkan. 

“Terkait hal itu, Indonesia telah melakukan implementasi bauran kebijakan moneter, fiskal, stabilitas nilai tukar, dan makroprudensial,” ujar Perry.

Kedua, pentingnya pengembangan digitalisasi keuangan. BI, kata Perry, telah mengembangkan digitalisasi sistem pembayaran, di antaranya kesepakatan cross-border payment antara Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina. 

"Selain itu, BI juga (telah) meluncurkan Quick Response (QR) Code dan Bank Indonesia Fast Payment (BI-FAST),” terang Perry.

Ketiga, lanjut Perry, penguatan jaring pengaman keuangan global untuk meningkatkan kapasitas pembiayaan. Hal ini merupakan upaya membantu negara yang membutuhkan melalui reformasi kuota di IMF.

Sejalan dengan hal tersebut, IMF menyampaikan beberapa rekomendasi respons kebijakan kepada negara anggota.

Kebijakan tersebut, antara lain kebijakan moneter yang front loaded untuk menjaga stabilitas harga, kebijakan fiskal untuk melindungi kelompok vulnerable, kebijakan makroprudensial untuk memitigasi risiko sistemik, reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas dan kapasitas ekonomi, serta diperlukan kerja sama multilateral untuk menghindari fragmentasi global.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com