KOMPAS.com – Memasuki usia ke-70 tahun, KALLA mengukuhkan posisinya sebagai kelompok usaha terbesar di kawasan timur Indonesia. Kegigihan menjadi salah satu kunci eksistensi KALLA.
Perusahaan yang dirintis oleh orangtua mantan wakil presiden (wapres) Muhammad Jusuf Kalla–Hadji Kalla dan istrinya, Hajjah Athirah–itu mulanya menjalankan bisnis dengan berdagang.
KALLA menemui banyak tantangan hingga berada di posisi saat ini. Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (31/10/2022), awal mula bisnis KALLA dimulai oleh Kalla pada saat ia masih berusia 15 tahun.
Saat itu 1935, Kalla membeli sebuah kios di Pasar Pelabuhan Bajoe, Sulawesi Selatan, untuk berjualan. Ia membawa dagangan dari Kampung Nipah ke kios miliknya menggunakan kuda. Berkat kegigihannya itu, masyarakat memanggilnya sebagai Pakkampilo Ulung.
Ketenaran yang didapat olehnya saat itu bukan hanya karena kepiawaiannya dalam berdagang, tetapi juga karena Kalla merupakan jamaah haji termuda dari Bone. Inilah yang membuat nama Kalla seakan tak bisa terlepas dari sebutan "Hadji".
Pada 1937, Hadji Kalla menikah dengan Athirah. Setahun setelahnya, ia kembali membeli sepetak toko di Pasar Bone. Toko dipakai untuk menjalankan usaha tekstil dan diberi nama "Sederhana". Dengan toko itu, Hadji Kalla dikenal sebagai saudagar tekstil di Bone.
Berkat pengelolaan usaha yang baik dan matang, Toko Sederhana menjadi semakin sukses. Seakan tak mau menyia-nyiakan peluang, Hadji Kalla berekspansi ke Makassar. Ia pun tidak keberatan ketika harus bolak-balik Bone-Makassar untuk urusan dagang.
Kemudian, setelah usaha semakin berkembang, Hadji Kalla dan Athirah mengajak anak keduanya, Jusuf Kalla, ke Makassar pada 1951. Saat itu, Jusuf masih duduk di kelas 4 Sekolah Rakyat.
Jatuh bangun menjalankan usaha
Sayangnya, ketika Hadji Kalla hijrah bersama keluarga kecilnya ke Makassar bertepatan dengan kondisi politik yang kurang kondusif. Hal itu pun turut memengaruhi aktivitas bisnis Hadji Kalla. Bahkan, untuk menyelamatkan usaha dan keluarganya, Hadji Kalla terpaksa menjual Toko Sederhana.
Sebagai gantinya, ia membeli sebuah toko di Makassar. Lokasi toko itu berhadapan dengan area bongkar muat kapal di Pelabuhan Makassar.
Keadaan yang sulit tidak menurunkan kegigihan Hadji Kalla dalam mengembangkan usahanya. Justru pada 18 Oktober 1952, ia mendirikan Namlozee Venonchap (NV) Hadji Kalla Trading Company. Inilah cikal bakal KALLA.
Awalnya, NV Hadji Kalla Trading Company menjalankan usaha di bidang perdagangan, tekstil, ekspor dan impor, serta jasa transportasi. Seiring berjalannya waktu, NV Hadji Kalla Trading Company juga menjalankan usaha impor besi, semen, susu, dan penyedia layanan transportasi.
Pada sektor transportasi, Hadji Kalla memiliki armada sendiri yang diberi nama Cahaya Bone. Armada ini menjadi alat transportasi utama bagi masyarakat yang ingin bepergian dari Makassar ke Bone dan sebaliknya.
Selama hampir satu dekade, bisnis Hadji Kalla pun terus berkembang. Namun, pada 1959, NV Hadji Kalla Trading Company kembali terguncang karena adanya kebijakan pemotongan nilai mata uang (sanering) untuk mengatasi inflasi yang terjadi di Indonesia saat itu. Peraturan tersebut dikeluarkan oleh Presiden Republik Indonesia yang menjabat kala itu, yaitu Soekarno.
Akibat kebijakan itu, banyak perusahaan yang mengalami penurunan, termasuk perusahaan milik Hadji Kalla. Namun, kegigihannya tak membuat ia goyah. Hadji Kalla langsung mencari cara untuk memastikan usaha yang ia mulai sejak belia bisa terus berjalan.
Bersama Athirah, ia kembali menjalankan usaha kain sutra dan perhiasan yang sudah mereka kelola sejak 1950-an. Bisnis itu menjadi sangat besar setelahnya.
Bahkan, Athirah menjadi salah satu pengusaha perempuan terkemuka di Makassar berkat usaha yang dijalankannya bersama Hadji Kalla.
Selain serius dalam berdagang, Hadji Kalla juga aktif di dunia politik. Ia bergabung bersama partai Nahdlatul Ulama (NU) dan menjadi anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD).
Meneruskan kegigihan Hadji Kalla
Pada 1967, Hadji Kalla menyerahkan kepemimpinan bisnisnya kepada Jusuf Kalla. Saat itu, Jusuf Kalla sudah lulus kuliah dari Universitas Hasanuddin.
Sebagai informasi, Jusuf Kalla merupakan mahasiswa yang aktif semasa masa kuliahnya. Ia tercatat aktif dalam organisasi pergerakan mahasiswa, yakni menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).
Organisasi tersebut menjadi gerbang ia masuk dalam dunia politik. Jusuf Kalla juga sempat menjadi anggota DPRD dari Partai Golongan Karya setelah menyandang gelar Sarjana Ekonomi.
Meski sempat mencicipi dunia politik, pada akhirnya, ia lebih memilih untuk meneruskan usaha keluarga.
Tak menunggu waktu lama, setelah diberikan mandat oleh ayahnya, Jusuf Kalla memperluas jangkauan NV Hadji Kalla Trading Company dengan mengimpor produk otomotif.
Bersama istrinya, Mufidah, Jusuf Kalla berkunjung ke markas besar produsen mobil berskala global, yakni Toyota di Tokyo, Jepang, untuk menjajal bisnis tersebut.
Berbekal ilmu dan kerja sama yang ia dapatkan bersama Toyota, Jusuf Kalla berhasil menjadikan NV Hadji Kalla Trading Company sebagai importir produk Toyota. NV Hadji Kalla Trading Company juga menjadi salah satu founder dealer Toyota pertama di Indonesia.
Jusuf Kalla pun memperluas cakupan bisnis otomotif hingga ke Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Tak heran jika dealer Toyota yang dikelola Jusuf Kalla meraih pangsa pasar tertinggi di Indonesia saat itu. Bahkan, dealer Toyota itu menjadi dealer utama Toyota di wilayah Sulawesi.
Ekspansi yang dilakukan Jusuf Kalla untuk NV Hadji Kalla Trading Company berlanjut hingga masa pemerintahan Orde Baru. Saat itu, Jusuf Kalla bersama beberapa rekannya mendirikan perusahaan kontraktor sipil bernama PT Bumi Karsa pada 1969.
Upaya tersebut dilakukan Jusuf Kalla untuk memanfaatkan peluang bisnis saat pemerintah sedang menggenjot pembangunan infrastruktur. Perusahaannya semakin dikenal untuk menangani jasa konstruksi seiring dengan berkembangnya kebutuhan di bidang tersebut.
Dibimbing oleh kedua orangtua dan didukung oleh sahabat serta istri tercinta, Jusuf Kalla membawa NV Hadji Kalla Trading Company tumbuh semakin besar dengan beragam cabang bisnis.
Pada dekade pertama memimpin NV Hadji Kalla Trading Company, Jusuf Kalla telah mendirikan 10 perusahaan baru. Beberapa di antaranya adalah PT EMKL Kalla Raya, PT Bukaka Agro, dan PT Bukaka Meat. Nama Jusuf Kalla pun semakin tersohor tak hanya di Sulawesi, tapi juga di seluruh Indonesia, sebagai pengusaha sukses.
Pada 1984, Jusuf Kalla mendirikan Yayasan Pendidikan dan Kesejahteraan Islam Hadji Kalla. Yayasan ini dibangun untuk menangani kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan. Pada periode yang sama, NV Hadji Kalla Trading Company merambah ke bisnis penyedia transportasi dan jasa logistik melalui PT Jelajah Laut Nusantara.
Kemudian pada 1990-an, NV Hadji Kalla mendirikan PT Baruga Asrinusa Development dan Sahid Makassar Persada. Kedua perusahaan ini fokus pada pembangunan permukiman dan hotel besar di Makassar.
"Segala hasil yang kami miliki akan kami manfaatkan untuk menyejahterakan masyarakat dan bangsa Indonesia," ujar Jusuf Kalla.
Perusahaan juga menargetkan pasar beton dan trafo listrik dengan mendirikan PT Bumi Sarana Beton dan PT Kalla Electrical System. Adapun pada 1999, kepemimpinan Jusuf Kalla digantikan oleh adik perempuannya, Fatimah Kalla.
Pada masa itu, Jusuf Kalla diangkat sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian Republik Indonesia. Pengalaman ini juga jadi langkah ia kembali ke dalam dunia politik.
Nama Jusuf Kalla kemudian lebih akrab dikenal sebagai JK. Ia juga sempat menjabat sebagai wapres ke-10 periode 2004 sampai 2009 mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia kembali menjadi wapres ke-12 periode 2014-2019 mendampingi Presiden Joko Widodo.
Selanjutnya, pada 2000-an, NV Hadji Kalla Trading Company bertransformasi menjadi KALLA di bawah kepemimpinan Fatimah Kalla. Bisnisnya pun terus berkembang ke berbagai bidang.
Hingga saat ini, KALLA telah terlibat dalam delapan bidang usaha inti, yaitu otomotif, transportasi dan logistik, land and property, hospitality, konstruksi, manufaktur, energi, serta pendidikan. Selain itu, KALLA juga memiliki 24 subunit bisnis di berbagai sektor.