KOMPAS.com – Badan Pusat Statistik (BPS) merilis jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta orang atau sekitar 9,54 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Angka ini menurun 1,38 juta orang jika dibandingkan pada Maret 2021 dan menurun sekitar 340.000 orang ketimbang September 2021.
Di balik penurunan tersebut, masih terdapat pekerjaan rumah bagi pemerintah dalam melaksanakan program perlindungan sosial. Merujuk keterangan Kepala Seksi (Kasi) Kesejahteraan di Desa Pasanggrahan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Imam Mahdani, salah satu contoh nyata dialami oleh salah satu penduduk desanya, yakni Pak Undang.
Bapak tiga anak berusia 58 tahun tersebut jatuh sakit sehingga terpaksa mengandalkan istrinya, Min, pekerja lepas pertanian sebagai tulang punggung keluarga. Kondisi ini semakin diperparah dengan ketiadaan satu pun bantuan sosial yang diterima oleh keluarga Pak Undang.
Uji coba Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang dilaksanakan pada 2021 menunjukan bahwa keluarga Pak Undang merupakan 1 dari 446 keluarga miskin yang tidak mendapat bantuan sosial di Desa Pasanggrahan (exclusion error atau kesalahan eksklusi).
Beruntung keluarga Pak Undang tinggal di lokasi uji coba pengembangan data Regsosek, yaitu pendataan kondisi sosial ekonomi yang mencakup 100 persen penduduk. Menindaklanjuti kejadian ini, Imam pun mengusulkan yang bersangkutan untuk menjadi penerima Program Sembako kepada Kementerian Sosial.
Usulan tersebut dilakukan oleh Imam dengan merujuk data Regsosek hasil uji coba pada 2021 yang diakses dan diolah melalui aplikasi berbasis web SEPAKAT (Sistem Perencanaan, Penganggaran, Pemantauan, Evaluasi, dan Analisis Kemiskinan Terpadu).
Data Regsosek secara lengkap memberikan informasi kesejahteraan keluarga beserta status kepesertaan bantuan sosial sehingga memudahkan pengusulan Pak Undang kepada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial di Kementerian Sosial. Regsosek pun berhasil membantu Pak Undang mendapatkan haknya, yaitu Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) atau Program Sembako.
Mengacu data Regsosek, khususnya informasi mengenai penyakit kronis, Imam juga mengadvokasi Pak Undang untuk mendapatkan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN). Pengalaman Pak Undang merupakan fenomena lapangan yang menunjukkan bahwa data sosial ekonomi dapat membantu penduduk miskin dan rentan mendapatkan bantuan.
Pengembangan Regsosek di tingkat nasional
Pemerintah dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2022 mendorong pengembangan pendataan sosial ekonomi 100 persen penduduk melalui Regsosek hingga tingkat nasional. Melalui Regsosek, pemerintah dapat mengidentifikasi tingkat kesejahteraan seluruh penduduk.
Informasi Regsosek sangat beragam, mulai dari kondisi demografi, perumahan, kepemilikan asset, penyandang disabilitas, kepesertaan program hingga informasi geospasial. Informasi yang komprehensif ini memungkinkan Regsosek dalam meningkatkan ketepatan sasaran program pemerintah, mulai dari program pelatihan tenaga kerja, akses permodalan usaha, sampai perlindungan sosial.
Di tingkat makro, Regsosek dapat menjadi landasan pengambilan kebijakan berbasis bukti dan membantu pemerintah di tingkat desa/kelurahan sampai pemerintah provinsi dan pusat memantau pergerakan sosial ekonomi warganya.
Dengan demikian, kebijakan yang disusun akan berorientasi pada kebutuhan riil masyarakat. Akses terhadap data Regsosek terbuka luas bagi pemerintah kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat melalui website sepakat.bappenas.go.id.
Pasca-pandemi Covid-19, dalam kurun 2020 hingga 2021, sebanyak 96 desa atau kelurahan di 9 kabupaten atau kota telah memiliki data Regsosek melalui uji coba yang dilaksanakan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas.
Pemerintah setempat telah menggunakan data tersebut untuk pengambilan kebijakan. Berdasarkan evaluasi uji coba tersebut, sesuai amanat Presiden Joko Widodo pada 2022, Bappenas melalui BPS akan melakukan pendataan Regsosek di seluruh wilayah Indonesia dengan modal data awal dari Pendataan Keluarga, SDGs Desa, DTKS, dan Sensus Penduduk.
Regsosek diharapkan menjadi langkah awal kolaborasi data antar-kementerian/lembaga untuk menuju Satu Data Indonesia. Regsosek akan melengkapi data kependudukan yang masih terbatas serta menyatukan berbagai data sosial ekonomi yang beragam versi.
Pengembangan Regsosek diarahkan untuk mewujudkan Satu Data Indonesia dan menjadi data dasar yang dimutakhiran berkala di tingkat desa kelurahan. Untuk mewujudkan itu, pendataan Regsosek akan dibarengi dengan peningkatan kapasitas pemerintah daerah terkait literasi data termasuk pemanfaatan dan pengelolaan data secara reguler.
Pendataan registrasi sejenis sebenarnya sudah banyak dilakukan, khususnya di negara-negara Amerika Selatan. Argentina, contohnya, memiliki People Database of National Social Security Administration (ANSES) yang telah mencakup 96,2 persen dari penduduknya pada 2019.
Data ANSES digunakan untuk semua program pemerintah. Hal yang sama dengan Chile yang memiliki Social Household Registry. Pendataan ini mencakup 78 persen penduduk pada 2020 dengan pembangunan Integrated Social Information Sistem (SIIS) untuk penyaluran program-program pemerintah.
Jalan untuk mewujudkan Regsosek di Indonesia sebagai basis data induk yang terintegrasi semakin dekat. Meskipun demikian, dengan jumlah penduduk yang besar dan kondisi geografis yang beragam, pemerintah membutuhkan banyak investasi.
Menyadari hal tersebut, pemerintah bergerak bersama dengan kolaborasi berbagai sektor untuk menyediakan lingkungan pendukung Regsosek seperti kapasitas sumber daya manusia di tingkat daerah, menyiapkan infrastruktur yang memadai, seperti jaringan internet, melakukan harmonisasi data antarsektor dan membangun sistem interoperabilitas, serta menyusun regulasi terkait pengembangan Regsosek.
Pada akhirnya, kehadiran Regsosek diharapkan menjadi katalisator menuju Satu Data Indonesia yang bermanfaat bagi kesejahteraan seluruh penduduk Indonesia sekaligus menghapus kebingungan banyak pihak terkait banyaknya ragam data kondisi sosial ekonomi penduduk.