KOMPAS.com – Anterior cruciate ligament (ACL) adalah jenis cedera yang terjadi pada bagian ligamen. Biasanya, seseorang yang menderita cedera jenis ini akan kesulitan mengalami sejumlah aktivitas.
Seperti diketahui, ligamen berfungsi untuk membantu menjaga stabilitas rotasi lutut dan mencegah tibia (tulang kering) bergeser di depan tulang paha.
Adapun minim pemanasan sebelum berolahraga kerap dituding sebagai penyebab utama dari terjadinya cedera ACL. Padahal, pemanasan bukan pemicu utama cedera jenis ini.
“Pemanasan (kerap) dijadikan pencetus kesalahan, padahal ada faktor lain. Salah satunya, faktor internal, seperti berat badan, teknik yang salah, kelelahan, dan kondisi otot yang tak seimbang. Ada juga faktor eksternal, seperti terlalu semangat bermain sampai memaksakan kondisi, terlalu sering berolahraga, kondisi lapangan kurang bagus, dan sepatu olahraga yang tak cocok,” ujar Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga Mayapada Hospital dr Taufan Favian Reyhan, SpKO.
Untuk pertolongan pertama pada ACL, tambah Taufan, penderita bisa melakukan hal sederhana, seperti beristirahat, mengompres bagian ligamen dengan es batu, dan mendapatkan penanganan tim medis.
Jika pertolongan pertama tak efektif dan sampai tidak dapat melanjutkan permainan, atlet tersebut harus segera diangkut ke rumah sakit (RS).
“Kalau masih nyeri, jelas butuh penanganan yang komprehensif dan harus diangkut oleh tim medis. Tidak boleh memaksakan olahraga,” tuturnya.
Paling umum terjadi
Dokter Ortopedi Mayapada Hospital dr Sapto Adji Harjosworo, SpOT (K) mengatakan, ACL merupakan cedera yang paling sering dialami oleh para atlet. Bahkan, sekitar 40 persen dari semua cedera terjadi pada area tersebut.
“Semua pelaku olahraga yang mengandalkan kelincahan kecepatan bisa mengalami ACL. Jadi, mayoritas atlet rentan terhadap cedera jenis ini,” ujar Sapto.
Dokter Sapto melanjutkan, masalah ACL yang umum dialami pasien adalah putus pada bagian urat. Akibatnya, urat pada lutut menjadi terpuntir dan menyebabkan nyeri.
“Biasanya, urat putus terjadi karena paha bergerak ke luar dan tungkai bawah ke arah dalam. Sama seperti ketika turun tangga, kadang kita tak menyadari dua anak tangga yang akan dilewati. Akibatnya, kita terjatuh dan menumpu. Saat uratnya putus, biasanya akan mengeluarkan bunyi,” kata dr Sapto.
Setelah urat pada ligamen putus, kondisi tersebut biasanya akan langsung disusul dengan rasa nyeri yang hebat.
Kemudian, penderita akan mengalami pembengkakan pada lutut dalam beberapa jam ke depan sehingga lutut menjadi susah digerakkan.
Adapun tingkat keparahan ACL dapat dilihat dari seberapa besar kerusakan yang dialami di area tersebut.
“Tergantung dari seberapa parah rasa sakit yang dialami penderita. Kalau hanya ketarik, umumnya atlet masih bisa melanjutkan permainan. Namun, kalau sudah robek atau putus sebagian, (atlet) akan sulit (melanjutkan),” jelas dr Sapto.
Tata laksana dan pengobatan
Terkait tata laksana atau penanganan dan pengobatan ACL, dr Sapto menjelaskan bahwa cedera tersebut harus ditangani secara multidisiplin. Sebab, ACL, khususnya yang akut, tak akan bisa sembuh dengan sendiri.
“ACL tak punya kemampuan itu (sembuh sendiri). Sekali putus, tak bisa disambung lagi. Makanya, harus dioperasi. Setelah pasien melakukan wawancara dan pemeriksaan, selanjutnya dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang, seperti foto rontgen (x-ray). Lewat upaya ini, kami memang tidak dapat melihat kerusakan ligamen, tapi dapat melihat ada atau tidak kelainan pada tulang,” ucapnya.
Untuk melihat robekan pada ligamen, pasien akan mendapatkan pemeriksaan melalui magnetic resonance imaging (MRI).
Jika terdapat luka pada tulang rawan, pasien pun akan diberi tindakan lewat operasi arthroscopy.
Tindakan arthroscopy adalah teknik operasi minimal invasif untuk menangani kasus cedera olahraga. Tindakan ini berfungsi untuk mendiagnosis dan memperbaiki masalah yang ada dalam sendi.
“Keunggulan teknik arthroscopy adalah sayatannya yang minimal. Dengan begitu, nyeri dan risiko infeksi menjadi lebih kecil, waktu rawat inap lebih pendek, dan pemulihan lebih cepat. Arthroscopy dapat dilakukan untuk lutut, bahu, pinggul, tangan, dan kaki,” jelas dr Sapto.
Program pemulihan pascaoperasi
Setelah melewati tahap operasi, biasanya pasien akan diberikan program latihan untuk mengembalikan performa dan kebugaran.
Latihan tersebut bertujuan agar pasien dapat kembali aktif dalam kegiatan sehari-hari dan berolahraga.
Untuk penanganan kasus cedera olahraga dengan pendekatan nonoperasi, program pemulihan akan disesuaikan dengan kondisi pasien.
Adapun untuk mendapatkan penanganan terbaik terkait ACL, seseorang bisa mendapatkannya di Sports Injury Treatment and Performance Center (SITPEC) Mayapada Hospital.
Fasilitas tersebut memberikan layanan komprehensif dan terintegrasi karena telah didukung oleh program yang preventif, mulai dari skrining, performa olahraga, cara penanganan cedera, serta program pemulihan pascacedera dan pascaoperasi.
Terkait tenaga medis, fasilitas SITPEC Mayapada Hospital pun telah didukung oleh tim dokter multispesialis dan fisioterapis olahraga profesional.
Semua tim medis tersebut sudah berpengalaman untuk memberikan program latihan dan penanganan cedera sesuai dengan kebutuhan pasien.
Adapun beberapa kondisi cedera yang umum ditangani di SITPEC Mayapada Hospital adalah keseleo, tegang otot, nyeri lutut, nyeri bahu, nyeri pinggul, nyeri tangan, dan nyeri kaki.
Selanjutnya, ACL, jumper’s knee (cedera lutut), runner’s knee (cedera lutut), achilles tendinitis (cedera pada tendon achilles), dan dislokasi sendi.
Semua cedera tersebut dapat ditangani pada layanan SITPEC Mayapada Hospital yang ada di Mayapada Hospital Jakarta Selatan dan Kuningan.
Pada Mayapada Hospital Jakarta, pasien akan dilayani oleh sejumlah tim dokter berpengalaman, seperti dr Sapto Adji Harjosworo, SpOT (K)Sport Injury, dr Charles Hoo, SpOT(K)Sport Injury, dr Taufan Favian Reyhan, SpKO, dan dr Jovita Maria, SpKFR.
Sementara, untuk Mayapada Hospital Kuningan, penanganan akan dilakukan oleh dr Demy Faheem, SpOT(K)Sport Injury, dr Elyse SpKO dr Zeth Boroh, SpKO, dr Grace Tumbelaka, SpKO, dr Febriyani Valentina, SpKFR, dan dr Inez Widyasari Halim, SpKFR.
Lakukan deteksi sedini mungkin untuk menghindari risiko penyakit serius dan jangan tunda pengecekan bila mulai merasakan gejala tak biasa terkait kesehatan.
Bagi Anda yang ingin melakukan konsultasi dengan dokter spesialis dari Mayapada Hospital, silakan kunjungi situs web ini dan tautan berikut.