KOMPAS.com – Kasus gagal ginjal akut atau acute kidney injury (AKI) pada anak tengah marak terjadi di Indonesia. Kasus ini terus mengalami lonjakan hingga mencapai puncak pada September 2022 dengan pasien didominasi oleh anak berusia di bawah lima tahun.
Setelah ditelusuri, Menteri Kesehatan (Menkes) Republik Indonesia (RI) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, fenomena AKI terjadi karena terdapat cemaran zat kimia etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), dan etilen glikol butil eter (EGBE) pada sejumlah obat cair, khususnya berbentuk sirop.
Berdasarkan temuan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), cemaran tersebut timbul akibat penggunaan EG, DEG, dan EGBE sebagai pelarut melampaui batas yang disarankan.
Atas temuan tersebut, pada Oktober 2022, Kemenkes mengeluarkan surat larangan penjualan sejumlah obat cair di pasaran. Seluruh perusahaan farmasi di Indonesia juga diminta untuk menarik obat-obatan yang telah dilarang.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun melakukan uji kandungan EG, DEG, dan EGBE pada obat cair yang diproduksi perusahaan farmasi. Setelah melakukan uji, BPOM merilis daftar obat cair yang dinyatakan aman dalam Penjelasan BPOM RI Nomor HM.01.1.2.11.22.179 Tanggal 17 November 2022.
Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, terdapat 168 produk obat sirop yang tidak mengandung empat pelarut tambahan, seperti polietilen glikol, propilen glikol, sorbitol, dan gliserin atau gliserol.
“Itu berarti, 168 obat tersebut tidak mengandung cemaran etilen glikol dan aman untuk diedarkan," tutur Penny dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (21/11/2022).
Berdasarkan daftar dari BPOM tersebut, lanjut Penny, terbukti bahwa tidak semua perusahaan farmasi melanggar ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Selain temuan tersebut, BPOM juga telah memverifikasi keamanan 126 obat sirop lain yang sudah menempuh pengujian mandiri oleh masing-masing perusahaan farmasi. Adapun perusahaan farmasi yang berhak melakukan pengujian mandiri sudah memiliki sistem jaminan mutu produk baik serta sesuai dengan izin edar dan CPOB.
Salah satu perusahaan farmasi yang menjaga semua mutu obat melalui pengujian mandiri adalah PT Pharos Indonesia.
Pharmacy Compliance dan Direktur Komunikasi PT Pharos Indonesia Ida Nurtika berterima atas kesungguhan BPOM dalam menangani kasus cemaran EG dan DEG.
“Kami mengapresiasi upaya BPOM dalam melakukan verifikasi uji mandiri bersama PT Pharos Indonesia hingga obat-obatannya bisa dinyatakan aman,” kata Ida.
Berdasarkan data yang dihimpun BPOM, terdapat 15 merek obat produksi PT Pharos Indonesia yang bebas dari cemaran EG dan DEG sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat. Rinciannya, obat Praxion Drops, Praxion Suspensi, Praxion Forte, Proris, Proris Forte, Polysilane 180 mililiter (ml), dan Polysilane 100 ml.
Kemudian, Narfoz 60 ml, Narfoz 30 ml, Candistin, Profed, Profed DMP, Rexcof Plus, Limoxin, dan Ozen.
Obat cair Pharos yang sudah dinyatakan aman oleh BPOM tersebut dapat dibeli secara luring di apotek dan toko obat terdekat. Obat-obat itu juga bisa dibeli secara daring lewat marketplace, seperti Tokopedia dan Shopee.