Advertorial

Kanopi FEB UI Gelar The 20th Economic International Seminar

Kompas.com - 07/12/2022, 15:42 WIB

KOMPAS.com - Kajian Ekonomi dan Pembangunan Indonesia (Kanopi) Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) menggelar The 20th Economic International Seminar di Auditorium FEB UI, Depok, Jawa Barat, Selasa (29/11/2022).

Seminar internasional bertema “Redefining the Pathways of Global Cooperation: Striving towards Resilience amidst Economic and Political Crises” tersebut juga disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Economix FEB UI.

The 20th Economic International Seminar menghadirkan sejumlah pembicara internasional, di antaranya Director of the Globalization and Development Strategies Division in United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) Richard Kozul-Wright dan Research Manager, Trade and International Integration, Development Research Group World Bank Daria Taglioni.

Kemudian, Menteri Senior dan Menteri Koordinasi untuk Kebijakan Sosial Singapura Tharman Shanmugaratnam, Head of Indonesia/India/Tunisia Desk at the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Andrea Goldstein, dan Perwakilan Residen Senior International Monetary Fund (IMF) untuk Indonesia James Walsh.

Hadir pula pakar ekonomi senior Ikumo Isono, mantan Menteri Riset dan Teknologi Indonesia/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Prof Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, Anggota Satuan Tugas Sistem Infrastruktur Informasi dan Satu Data Vaksinasi Covid-19 Telkom Indonesia Henri Setiawan Wyatno, serta Director APEC Policy Support Unit Denis Hew.

Sebagai informasi, The 20th Economic International Seminar digelar untuk memfasilitasi masyarakat dari berbagai latar belakang untuk berdiskusi, berbagi, serta bertukar pendapat demi menemukan solusi atas permasalahan global yang sedang terjadi pada saat ini.

Pada pidato pembukanya, Richard Kozul-Wright mengatakan bahwa ekonomi global sedang mengalami krisis berlipat ganda akibat dampak jangka panjang pandemi Covid-19 dan konflik geopolitik Rusia-Ukraina.

Kondisi tersebut diperparah dengan krisis iklim yang merugikan berbagai negara, terutama yang tidak memiliki kemampuan fiskal kuat.

“Saya berharap, para pemuda dapat membawa ide-ide baru serta solusi-solusi nyata di tengah upaya global untuk membangun dunia yang berkelanjutan dan makmur untuk semua,” tuturnya dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Senin (5/12/2022).

Sementara itu, Daria Taglioni dalam pemaparannya menyampaikan bahwa rantai nilai global, seperti transportasi, elektronik, dan perlengkapan kantor mengalami penurunan drastis pada masa awal krisis.

Meski demikian, sambungnyam sektor tersebut dapat pulih lebih cepat ketimbang sektor perdagangan lain pada periode akhir krisis.

Selain itu, konflik geopolitik Rusia-Ukraina juga meningkatkan kekhawatiran global terhadap teknologi rendah karbon sekaligus perhatian terhadap critical minerals.

Menurut Daria, critical minerals di bidang ekspor-impor terkonsentrasi di beberapa negara, salah satu yang terbesar dimiliki oleh China. Hal ini dinilai dapat menjadi suatu masalah besar bagi perdagangan internasional dan difusi teknologi.

“Indonesia termasuk dalam negara yang kaya akan critical minerals. Akan tetapi, Indonesia juga perlu tetap waspada sehingga sikap tetap menjaga perdagangan terbuka dan terprediksi menjadi vital,” tuturnya.

Kiat menghadapi krisis global

Tharman Shanmugaratnam mengatakan, permasalahan ekonomi dari berbagai sektor muncul secara bersamaan di seluruh negara. Problem ini pun saling berkaitan satu sama lain sehingga krisis antar-sektor dan negara tak terelakkan.

“Semua negara harus membuat kebijakan moneter dan fiskal yang tepat untuk mengatasi krisis ini. Berbagai kebijakan sudah diambil untuk kembali menstabilkan ekonomi karena perekonomian jangka pendek akan sangat mempengaruhi perekonomian jangka panjang,” imbuhnya.

Menurut Tharman, dibutuhkan infrastruktur publik yang memadai, baik dalam internasional maupun nasional, untuk mencegah dan mengatasi krisis-krisis yang tak diinginkan.

“Kerja sama multilateral dibutuhkan untuk melakukan pembangunan sehingga masalah tersebut (krisis) dapat diatasi,” jelasnya.

Sementara itu, Andrea Goldstein mengatakan bahwa kondisi perekonomian global yang anjlok menimbulkan sejumlah dampak negatif, seperti risiko kekurangan cadangan energi di Eropa pada musim dingin, peningkatan suku bunga, dan negara dengan pendapatan rendah berisiko gagal membayar utang luar negeri.

Untuk mengatasi problem-problem tersebut, termasuk inflasi, Andrea berpendapat bahwa kebijakan moneter perlu diperketat. Dari sisi fiskal, kebijakan yang diterapkan harus tepat sasaran.

“Pemerintah juga perlu menjaga keterbukaan perekonomian dalam konteks multilateral untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi. Kesenjangan gender juga harus diperkecil dengan mendorong tenaga kerja wanita untuk berpartisipasi aktif dalam pasar tenaga kerja,” katanya.

Lebih lanjut, Andrea menuturkan bahwa negara-negara juga dapat berinvestasi pada keterampilan tenaga kerja untuk meminimalkan biaya jangka panjang yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com