Advertorial

Mendagri Tegaskan Tanah di Kepulauan Widi, Maluku Utara, Tidak Boleh Berpindah ke Tangan Asing

Kompas.com - 08/12/2022, 11:33 WIB

KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menegaskan bahwa tanah di Kepulauan Widi, Maluku Utara, tidak boleh berpindah ke tangan asing, termasuk melalui layanan lelang asing.

Menurutnya, hal tersebut melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan Peraturan Presiden (PP) Nomor 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar.

“Pengelolaan sebuah pulau pun terbatas luasnya sesuai ketentuan UU, yaitu 70 persen," ujar Tito dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (8/12/2022).

Tito menanggapi kekeliruan media yang memberitakan upaya PT Leadership Island Indonesia (LII) yang mencantumkan pengelolaan Kepulauan Widi dalam daftar barang lelang pada situs Sotheby's Concierge Auctions.

Pada situs tersebut, lanjut Tito, LII sebagai pihak pengelola pulau tersebut menawarkan hak pengelolaan lewat lelang. Namun, beberapa pemberitaan menuliskan informasi yang berbeda makna.

Judul pemberitaan yang misleading tersebut, kata Tito, menyebabkan kekeliruan pemahaman bahwa seolah-olah Mendagri mengizinkan pulau tersebut dapat dijual dan berpindah kepemilikan.

“Pada prinsipnya, sesuai program pemerintah dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat di daerah terluar, pemerintah menyambut minat investor untuk mengelola sumber daya yang terdapat di pulau-pulau kecil,” ujarnya.

Namun, imbuh Tito, hal tersebut harus memenuhi seluruh ketentuan perundang-undangan. Salah satunya adalah tidak memperjualbelikan pulau.

Mengenai pengumuman tentang lelang, Tito memerintahkan Direktur Jenderal (Dirjen) Administrasi Kewilayahan Kemendagri mempelajari dan berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Halmahera Selatan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

Dari hasil koordinasi tersebut, diketahui bahwa LII melakukan perjanjian kerja sama (MoU) dengan Pemprov Maluku Utara dan Pemkab Halmahera Selatan pada 2015 untuk mengembangkan ecotourism Kepulauan Widi. Kerja sama ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan membuka lapangan kerja.

Saat ini, izin LII dibekukan untuk sementara karena belum terliihat kemajuan realisasi pengembangan terhadap pulau tersebut.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Benni Irwan menyebut, pihaknya berada di samping Mendagri saat memberikan penjelasan kepada media terkait penjualan pulau.

Rekaman hasil wawancara antara Medagri dengan wartawan pun sudah dicek. Hasilnya, tidak ada kalimat Mendagri satupun yang mengizinkan penjualan pulau.

"Sangat disayangkan (kami melihat) judul pemberitaan (yang) melenceng jauh. Padahal, Mendagri sudah memberikan penjelasan secara normatif dan rasional kepada wartawan,” tuturnya.

Benni menambahkan, pada dasarnya, investor boleh saja masuk untuk mengelola pulau-pulau yang memiliki potensi menguntungkan masyarakat, seperti membuka lapangan kerja serta mendatangkan PAD.

“(Hal) yang penting (berkomitmen pada) prinsip hukum bahwa kepemilikannya tidak boleh (berpindah pada) orang asing dan tidak boleh mengganggu wilayah konservasi," ujar Benni.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau