Advertorial

Regsosek Memotret dan Memantau Penambahan Kelompok Menengah

Kompas.com - 27/12/2022, 13:00 WIB

KOMPAS.com - Selama 20 tahun terakhir hingga sebelum pandemi Covid-19 melanda, ekonomi Indonesia selalu tumbuh di atas rata-rata ekonomi global. Adapun pertumbuhan ekonomi Indonesia setiap tahun stabil di kisaran 5-6 persen.

Hal itu pun menjadi salah satu alasan Indonesia masuk ke dalam kelompok Group of Twenty (G20), bahkan memimpin Presidensi G20 pada 2022.

Indonesia diprediksi menjadi negara dengan pendapatan domestik bruto (PDB) terbesar ke-5 pada 2045. Ini dapat diraih jika Indonesa mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi di level 5,7 persen per tahun seraya melakukan reformasi struktural, memanfaatkan bonus demografi dan kemajuan teknologi, serta meningkatkan daya saing ekonomi.

Berdasarkan data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) yang dirilis pada 2019, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan inklusif akan meningkatkan jumlah kelas pendapatan menengah ke atas menjadi sekitar 70 persen penduduk Indonesia pada 2045.

Indonesia diperkirakan menjadi negara pendapatan tinggi pada tahun 2036 dan PDB terbesar ke-5 pada tahun 2045Dok. Kementerian PPN/Bappenas Indonesia diperkirakan menjadi negara pendapatan tinggi pada tahun 2036 dan PDB terbesar ke-5 pada tahun 2045

Visi Indonesia 2045 menyebutkan bahwa menengah menjadi salah satu kunci dalam meraih Indonesia yang maju, adil, dan makmur. Utamanya, dalam mendukung pembangunan negara.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (26/12/2022), pihak Kementerian PPN/Bappenas menyampaikan bahwa Indonesia dapat menggapai arah pembangunan yang lebih baik dengan kebijakan yang tepat untuk menumbuhkan jumlah dan daya saing kelas menengah.

Pasalnya, kelas menengah adalah konsumen utama dari perekonomian, berinvestasi pada pendidikan, dan mampu menciptakan lapangan kerja. Bahkan, perempuan kelas menengah memiliki kemungkinan bekerja yang lebih tinggi.

Oleh karena itu, intervensi yang tepat terhadap kelompok menengah dan menuju menengah menjadi kunci kemajuan Indonesia masa depan.

Meski demikian, intervensi tersebut juga harus berprinsip inklusif, yaitu tetap mempertimbangkan pengaruh positif terhadap kelompok miskin dan rentan.

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2022, Kementerian PPN/Bappenas memperkirakan sekitar 13,25 persen penduduk Indonesia masuk kelas menengah ke atas.

Oleh karena itu, selama 23 tahun ke depan, pemerintah harus mendorong rata-rata 2,3 persen atau 6-7 juta jiwa penduduk masuk kelas menengah atas setiap tahun untuk Visi Indonesia 2045.

Target tersebut dinilai lebih berat ketimbang mengentaskan kemiskinan ekstrem menjadi nol pada 2024 atau rata-rata 2 juta penduduk per tahun. Untuk diketahui, penduduk miskin ekstrem di Indonesia berada di angka 5,9 juta jiwa.

Melihat tantangan yang cukup besar, pemerintah Indonesia harus membangun pendekatan tidak biasa (business not as usual) dan disiplin dalam menjalankan strategi yang telah ditetapkan.

Banyak yang harus dirancang pemerintah untuk mencapai target tersebut. Salah satunya, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) untuk meningkatkan daya saing dan resilien tenaga kerja dan kewirausahaan pada kelompok menengah.

Hal tersebut penting karena SDM yang berkualitas akan menjadi tulang punggung bagi perekonomian Indonesia di masa depan.

Kualitas manusia Indonesia yang berdaya saing akan meningkat dengan pendidikan yang semakin tinggi dan merata, kebudayaan yang kuat, derajat kesehatan, usia harapan hidup, kualitas hidup yang semakin baik, produktivitas yang tinggi, serta kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang luas.

Hal itu penting untuk mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan secara makro yang digerakkan oleh investasi dan produktivitas tinggi di sektor perdagangan, industri, pariwisata, maritim, dan jasa.

Adapun intervensi bagi kelompok menengah perlu memberikan dampak positif bagi kelompok miskin dan rentan. Misalnya, dengan pemberian akses modal usaha yang kompetitif. Upaya ini diharapkan dapat menguatkan rantai pasok serta meningkatkan intensitas kegiatan ekonomi seiring dengan meningkatnya investasi.

Selain itu, lahir pula kesempatan kerja yang inklusif dan adaptif sehingga berdampak terhadap masalah sosial.

Saat ini, Indonesia belum mempunyai informasi yang lengkap dan detail terkait peta kesejahteraan penduduk dari yang paling miskin hingga paling sejahtera.

Sementara itu, pemerintah membutuhkan informasi tersebut untuk menyasar program-program pembangunan yang tepat dan sesuai, seperti penguasaan iptek dan peningkatan daya saing menuju Visi Misi Indonesia Emas 2045.

Persebaran Penduduk Indonesia Berdasarkan Kelompok Kesejahteraan 2022Dok. Kementerian PPN/Bappenas Persebaran Penduduk Indonesia Berdasarkan Kelompok Kesejahteraan 2022

Pelaksanaan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia akan menjawab kebutuhan tersebut.

Pendataan awal Regsosek sendiri telah dilaksanakan secara serentak oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tgl 15 Oktober hingga 14 November 2022.

Data Regsosek yang dikumpulkan tidak hanya untuk memantau ketercapaian target 6-7 juta individu naik kelas menengah, tetapi juga bisa dijadikan untuk memonitor capaian-capaian pembangunan lainnya.

Dalam prinsip-prinsip Satu Data Indonesia, bagi pakai atau interoperabilitas Regsosek dengan sistem dan data lain bisa mewujudkan satu data sasaran pembangunan sesuai mandat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2019.

Mari dukung Regsosek agar Indonesia bisa menuju negara berpendapatan tinggi karena penduduk menengah atasnya terus tumbuh.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com