JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah menargetkan ekspor batu bara sebesar 457,3 juta ton dari total target produksi 694 juta ton pada 2023. Sementara itu, sebanyak 236,7 juta ton batu bara dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) pada sektor kelistrikan dan non-kelistrikan.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Lana Saria mengatakan, meski tak lebih dari 10 juta ton, pasar Eropa, seperti Polandia dan Swiss, turut berkontribusi dalam penyerapan ekspor batu bara Tanah Air.
“Pada 2023, potensi permintaan dari pasar Eropa masih terbuka. Beberapa negara Eropa mulai berkoordinasi dengan pihak kami,” ujar Lana seperti diberitakan Kontan, Rabu (1/2/2023).
Lana juga melihat peluang permintaan tinggi dari pasar India untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di negara tersebut.
Selain PLTU, batu bara juga digunakan sebagai sumber panas serta reduktor pada berbagai industri, seperti industri semen, metalurgi, pupuk, dan tekstil.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor batu bara Indonesia memecahkan rekor tertinggi dalam dua dekade terakhir.
Data yang dikutip dari Katadata.co.id, Rabu (25/1/2023) itu menyebutkan, total ekspor batu bara Indonesia pada 2022 mencapai 360,28 juta ton atau tumbuh 4,29 persen jika dibandingkan 2021.
Nilai ekspor tersebut mencapai 46,74 miliar dollar AS atau tumbuh 76,16 persen jika dibandingkan 2021.
Guna mendukung pemenuhan target produksi batu bara pemerintah, termasuk untuk kebutuhan ekspor, industri pertambangan, khususnya batu bara, melakukan sejumlah upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi. Salah satunya dilakukan lewat digitalisasi.
Pada industri pertambangan, digitalisasi merupakan proses adopsi teknologi, perangkat digital, metode, sistem, data digital, dan analitik lanjutan ke dalam operasional tambang.
Tak hanya menciptakan iklim bisnis yang strategis, pemanfaatan teknologi digital juga dapat membantu industri tambang untuk mengurangi biaya produksi, meningkatkan kinerja operasional, serta memastikan praktik kerja yang sehat, aman, dan berkelanjutan.
Di Indonesia, digitalisasi pada industri tambang telah menjadi perhatian pemerintah. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), misalnya, telah menerapkan sistem digitalisasi pelaporan penjualan batu bara melalui aplikasi Modul Verifikasi Penjualan (MVP).
“MVP dapat meningkatkan akurasi data penjualan batu bara yang masih simpang siur,” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Kementerian ESDM Gatot Ariyono seperti diberitakan laman Kementerian ESDM.
Dukungan untuk mewujudkan tambang pintar Indonesia juga dihadirkan penyedia layanan digital, yakni XL Axiata Business Solution.
Sebagai preferred integrated information and communication technology (ICT) provider, XL Axiata Business Solution mengimplementasikan hybrid network long-term evolution (LTE) pertama di tambang open pit di Indonesia, tepatnya di tambang batu bara milik PT Pamapersada Nusantara (PAMA), Sangatta, Kalimantan Timur.
Chief Enterprise and Small Medium Enterprise (SME) XL Axiata Feby Sallyanto mengatakan, secara umum, pihaknya berfokus untuk mendukung percepatan digitalisasi Indonesia pada tiga segmen utama, yakni pemerintahan, finansial, dan pertambangan.
Adapun kerja sama dengan PAMA bertujuan untuk membantu industri bertransformasi secara digital menggunakan berbagai solusi yang dikembangkan dan disiapkan oleh XL Axiata Business Solutions.
“Kerja sama itu berawal dari kebutuhan PAMA untuk mengimplementasikan teknologi digital, yakni auto dispatch system (ADS) pada semua armada,” ujar Feby kepada Kompas.com, Jumat (3/3/2023).
Implementasi tersebut, lanjut dia, merupakan upaya PAMA untuk menerapkan automasi serta meningkatkan efisiensi dan kecepatan pengiriman data (real-time data) guna memudahkan proses evaluasi serta pengambilan keputusan terkait operasional tambang.
Pada kerja sama tersebut, XL Axiata Business Solutions menghadirkan kombinasi jaringan privat dan internet publik pada area tambang PAMA.
Jaringan privat dibutuhkan untuk mendukung aplikasi milik PAMA, yakni EWACSPRO. Sementara itu, jaringan publik disediakan untuk mendukung kebutuhan komunikasi karyawan selama berada di area tambang.
Feby menuturkan, sebagai langkah pertama pengimplementasian jaringan tersebut, XL Axiata Business Solutions membangun menara base transceiver station (BTS). Menara ini berperan untuk memastikan kestabilan konektivitas di wilayah itu.
“Kemudian, kami melakukan penanaman sensor constant phase element Customer-Premise Equipment (CPE) di sejumlah alat berat dan membangun dasbor EWACSPRO,” kata Feby.
EWACSPRO sendiri hadir dengan fitur utama optimizer yang dirancang dengan algoritma khusus guna mengoptimalkan seluruh fleet sistem manajemen di tambang PAMA. Dengan kata lain, pengendalian alat berat dapat dipantau melalui dasbor EWACSPRO.
Pada akhirnya, sistem tambang pintar tersebut dapat membantu meningkatkan produktivitas dan utilisasi alat serta memastikan kontrol keamanan di lapangan.
“Beberapa alat berat yang dipasang sensor perangkat adalah loader, hauler, serta support equipment, seperti dozer dan grader,” ujar Feby.
Feby mengatakan, pengimplementasian teknologi digital pada tambang pintar bisa memberikan tiga manfaat nyata.
Pertama, meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi. Kedua, memastikan keamanan serta keselamatan (safety) pekerja dan warga sekitar. Ketiga, mendorong penerapan prinsip keberlanjutan (sustainability) pada seluruh proses tambang.
“XL Axiata Business Solutions akan terus mengembangkan jaringan hybrid LTE serupa pada area tambang di berbagai wilayah Indonesia,” tutur Feby.