Advertorial

Manfaatkan Bambu, Pemkab Trenggalek Dorong Daya Saing Berbasis Produk Lestari

Kompas.com - 24/05/2023, 16:18 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek, Jawa Timur (Jatim), bergerak memanfaatkan bambu sebagai pendorong daya saing berbasis produk lestari.

Inovasi Pengembangan bambu dari hulu, tengah, dan hilir, digagas Pemkab Trenggalek usai mengikuti asistensi peningkatan kapasitas untuk mengidentifikasi potensi daerah dan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang mendukung pembangunan berkelanjutan.

Kegiatan tersebut merupakan bagian dari program Indeks Daya Saing Daerah Berkelanjutan. Dari asistensi tersebut, Pemkab Trenggalek mengembangkan program inovatif Bamboo Craft Center.

Program itu dinilai sejalan dengan prinsip pembangunan keberlanjutan yang memperhatikan keseimbangan antara pilar ekonomi berkelanjutan, inklusi sosial, lingkungan lestari, dan tata kelola berkelanjutan.

Saat menghadiri acara Pasar Lestari yang merupakan bagian akhir dari program IDSDB 2021-2023 di selasar Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jumat (19/5/2023), Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin membeberkan sejumlah alasan pemilihan komoditas bambu.

Ia menjelaskan, selain sarat nilai filosofis, bambu dapat mendongkrak ekonomi masyarakat Kabupaten Trenggalek sekaligus melestarikan lingkungan.

"Tanaman bambu ternyata mampu menjadi penopang sektor ekonomi, mulai dari sandang, pangan, hingga papan. Bahkan, dapat dioptimalkan sebagai bahan baku kerajinan atau kriya lantaran memiliki nilai tambah secara ekonomi," ujar Arifin.

Dari segi sandang, contohnya, serat bambu bisa digunakan untuk tekstil, khususnya baju. Kemudian, dari sektor pangan, lanjut Arifin, bambu selama ini digunakan sebagai salah satu bahan baku utama berbagai penganan khas Indonesia.

"Dari aspek lingkungan, bambu mampu mengurangi biaya kerusakan lingkungan. Terutama, pada lahan kritis. Berkat manfaat tersebut terhadap keberlanjutan alam, bambu kini dikenal dengan sebutan ‘emas hijau’," terangnya.

Untuk mendukung ekosistem bambu, Pemkab Trenggalek bahkan mengeluarkan aturan yang mengimbau kepada setiap warga untuk menanam pohon bambu setahun sekali.

Selain luasan lahan di Kabupaten Trenggalek yang masih merupakan hutan, Pemkab Trenggalek juga melibatkan 2.762 perajin, termasuk kalangan ibu-ibu, serta pelaku UMKM.

Produk kerajinan berbasis bambu yang dihasilkan mulai dari kursi panjang, laundry basket, sedotan, tumbler, hingga bambu laminasi.

Arifin mengatakan, pelibatan kalangan ibu turut memberi dampak terhadap ekonomi keluarga.

"Kami percaya, ketika ibu-ibu mendapatkan penghasilan, tidak hanya meningkatkan ekonomi keluarga, tetapi juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Kabupaten Trenggalek," kata Arifin.

Upaya Pemkab Trenggalek dalam pengembangan potensi bambu sebagai basis sumber daya lestari berbuah hasil. Melalui bambu dan Bamboo Craft Center, Trenggalek kini dikenal sebagai sentra kerajinan bambu unggulan. Bahkan, produk bambu Trenggalek mampu menembus pasar ekspor ke luar negeri, seperti Prancis dan Belanda.

Potensi besar

Lead Konsorsium IDSDB Herman Suparman pada kesempatan yang sama mengatakan, daerah memiliki potensi besar terkait sumber daya dan UMKM berbasis lestari. Untuk itulah, pihaknya menyelenggarakan program IDSDB sehingga pemerintah daerah (pemda), khususnya di tingkat kabupaten, dapat mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan.

Melalui program tersebut, lanjut Herman, pemkab didorong untuk mengidentifikasi potensi tersebut melalui asistensi.

“Melalui asistensi tersebut, pemkab dan pelaku UMKM diajak untuk melihat bahwa pembangunan yang bersifat massif, mengandalkan sektor ekstraktif, serta hanya memberatkan pada satu sektor saja tidak akan menjamin keberlanjutan dalam jangka panjang,” jelas Herman.

Dari program IDSDB, lanjut Herman, pihaknya memilih tiga besar daerah dengan skor indeks tinggi. Selain Kabupaten Trenggalek di posisi kedua, Kabupaten Badung terpilih menempati posisi pertama dan Kabupaten Klungkung berada di posisi ketiga.

Kabupaten Badung dinilai berhasil mengaplikasikan manajemen tata kelola pembangunan yang baik melalui filosofi hidup Tri Hita Karana. Pembangunan dan kebijakan di Kabupaten Badung berhasil menyeimbangkan antara keselarasan dengan alam, manusia, dan makhluk hidup lain.

Kemudian, Kabupaten Klungkung terpilih karena berhasil mengeksplorasi potensi produk pangan serta olahan lain berbasis perkebunan dan pertanian rakyat saat sektor andalan pariwisata terdampak pandemi Covid-19. Produk tersebut antara lain adalah virgin coconut oil (VCO), sirup mangga, dan rumput laut kering.

Herman melanjutkan, pemkab dan UMKM terpilih dari tiga kabupaten tersebut berkesempatan untuk dipertemukan dengan jejaring ekosistem pendukung melalui ajang sharing dan learning Pasar Lestari.

“Potensi UMKM untuk sektor basis lestari di daerah sangat besar. Namun, dibutuhkan ekosistem pendukung, yakni jejaring rantai pasok, pembeli, pendanaan, dan peningkatan kapasitas, yang memadai agar mereka bisa berkembang,” kata Herman.

UMKM lestari datangkan investor

Sementara itu, perwakilan Kementerian Investasi/BKPM Yanuar Fajari menuturkan bahwa UMKM Lestari potensial mendatangkan investasi.

Karena itu, pihaknya melakukan sejumlah upaya guna meningkatkan kapasitas (scaling-up) potensi SDA di suatu daerah.

“Kami mempertimbangkan beberapa aspek, baik dari segi pasar maupun demand. Adapun dari segi pasar bisa ditelisik seperti apa demand-nya sehingga dapat disesuaikan dengan orientasi investor,” kata Yanuar.

Sementara, dari sisi suplai, lanjut dia, ditelisik pula potensi lokal yang dapat dioptimalkan guna menjamin keberlanjutan usaha.

Ia pun menjadikan Kabupaten Trenggalek sebagai contoh proyek. Hal ini bisa dilakukan dengan menghadirkan program pre-feaisibility study atau analisis tahap awal potensi suatu proyek.

“Misalnya, Kabupaten Trenggalek ingin mengembangkan industri berbasis bambu, kami bisa memberikan dukungan dengan merekrut konsultan yang kompeten untuk dibuatkan pre-feasibility study untuk ditawarkan kepada investor,” terang Yanuar.

Lebih lanjut, Yanuar menambahkan bahwa program tersebut telah diterapkan Kementerian Investasi/BKPM sejak 2020 hingga saat ini.

“Ada banyak aspek yang harus didalami lebih lanjut, mulai dari aspek legal, pemetaan supply-demand, ketenagakerjaan, hingga ekonomi (return of investment). Setelah semua informasi itu dihimpun, selanjutnya kami tawarkan kepada investor. Itu merupakan salah satu upaya yang kami lakukan untuk scaling-up usaha UMKM lestari di suatu kawasan,” kata Yanuar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com