KOMPAS.com - Tim Obgyn Center di Mayapada Hospital Bogor yang dipimpin dr Yudi Andriansyah, SpOG(K)Onk, MKes, sukses melakukan tindakan perdana Total Laparoscopic Hysterectomy Bilateral Salpingo-oophorectomy (TLHBSO).
Dokter Yudi menjelaskan, TLHBSO merupakan tindakan yang melibatkan pengangkatan rahim, kedua indung telur, dan salurannya menggunakan teknik bedah laparoskopi.
Adapun tindakan tersebut perdana dilakukan pada seorang pasien perempuan dengan kista ovarium dan miom pada rahim. Pasien ini juga memiliki riwayat kanker payudara dan telah menjalani beberapa terapi kanker.
Seperti diketahui, kista pada ovarium dan benjolan pada rahim atau miom bisa menimbulkan gangguan kesehatan yang mengganggu aktivitas. Sebut saja, nyeri hebat di panggul, gangguan haid, perut membesar, serta menimbulkan gangguan pada usus dan kandung kemih.
“Oleh sebab itu, pengangkatan kista dan miom penting dilakukan pada tahap tertentu,” kata dr Yudi dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (21/6/2023).
Dokter Yudi menjelaskan, tindakan laparoskopi merupakan teknik bedah invasif minimal yang digunakan untuk mengakses serta memeriksa daerah perut dan panggul. Seperti namanya, prosedur ini menggunakan laparoskop, yaitu sebuah batang teleskopik tipis yang dilengkapi dengan kamera di ujung.
Laparoskop dimasukkan melalui sayatan kecil berukuran hanya 0,5 cm sampai 1 cm di dinding perut. Tujuannya, untuk memberikan visualisasi langsung ke dalam tubuh tanpa harus membuka perut secara menyeluruh.
“Melalui prosedur bedah laparoskopi, tim dokter dapat melakukan operasi dengan bantuan layar monitor yang menampilkan gambaran dari laparoskop,” tuturnya.
Mayapada Hospital, kata dr Yudi, menggunakan alat laparoskop dengan ketajaman visual yang cukup baik. Salah satu keunggulan teknologi ini adalah memungkinkan dokter melihat jaringan dan struktur kecil dengan lebih detail, termasuk visualisasi yang baik dari pembuluh darah.
Teknologi tersebut sangat membantu dokter dalam melakukan tindakan operasi dengan presisi yang tinggi dan mengurangi risiko cedera selama prosedur.
Selain kecanggihan alat, keterampilan dokter operator juga menjadi faktor penting dalam keberhasilan bedah laparoskopi.
“Dengan menggunakan alat canggih, tim dokter ahli yang terlatih dapat memberikan perawatan optimal dan memastikan keselamatan pasien selama tindakan bedah laparoskopi,” ujarnya.
Implementasi laparoskopi ginekologi
Dokter Yudi melanjutkan bahwa salah satu fungsi tindakan laparoskopi ginekologi adalah untuk tujuan diagnostik. Selain tujuan itu, tindakan laparoskopi juga dipakai untuk pengobatan penyakit-penyakit kandungan.
Metode itu memungkinkan dokter kandungan untuk memvisualisasikan dan mengobati berbagai kondisi. Sebut saja, diagnosis, eksisi, atau ablasi jaringan endometriotik, evaluasi dan pengangkatan kista, evaluasi tuba atau saluran indung telur, membebaskan perlengketan di panggul, serta pengangkatan rahim dengan prosedur minim sayatan.
Bedah laparoskopi, lanjut dr Yudi, memiliki keunggulan dan manfaat lebih baik untuk pasien ketimbang teknik bedah terbuka.
“Hasil bedah laparoskopi umumnya minimal invasif. Dengan demikian, pembedahan lebih minim sayatan, perdarahan, serta nyeri pascaoperasi,” ujar dr Yudi.
Dokter Yudi melanjutkan bahwa bedah laparoskopi juga minim risiko komplikasi, seperti infeksi luka, hernia, dan perlengketan organ. Dengan demikian, bedah ini diklaim lebih aman.
Selain itu, waktu pemulihan dan rawat inap pada bedah laparoskopi juga lebih cepat. Hal ini membuat pasien dapat segera kembali beraktivitas pascaoperasi.
Meski demikian, penanganan operasi laparoskopi bergantung pada kondisi spesifik, kesehatan pasien secara keseluruhan, dan keahlian ahli bedah ginekologi.
“Evaluasi dan konsultasi menyeluruh dengan dokter spesialis kandungan penting dilakukan untuk menentukan pendekatan yang paling tepat untuk setiap kasus individu,” katanya.