JAKARTA, KOMPAS.com – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meluncurkan empat kajian analisis untuk mendukung penguatan dan pengembangan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE). Hal ini dipaparkan di Hotel JS Luwansa, Rabu (5/7/2023).
Empat kajian tersebut, yakni Indonesia Knowledge Hub (I-KHub) BNPT Counter Terrorism and Violent Extremism Outlook, Knowledge Hub (K-Hub) Preventing and Countering Violent Extremism (PCVE) Outlook. Keduanya di didukung oleh Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2); Mid-Term Evaluation RAN PE, serta Analisis Kesiapan Pemerintah Daerah untuk Melaksanakan RAN PE.
Sebagai informasi, kajian tersebut merupakan hasil kerja sama BNPT dengan kalangan akademisi, organisasi masyarakat sipil (OMS), serta mitra pembangunan.
Baca juga: Ramai Isu Gaji PNS Naik 16 Persen di 2025, Ini Penjelasan BKN
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol) Dr Rycko Amelza Dahniel mengatakan, empat produk pengetahuan tersebut merupakan hasil kolaborasi multidisipliner dan multipihak, baik dari dalam maupun luar negeri.
Rycko berharap, keempat kajian tersebut dapat menjadi bahan untuk menanggulangi ekstremisme yang mengarah pada terorisme di Indonesia.
“Saat ini, kelompok terorisme mulai mengubah pendekatannya, dari hard menjadi soft approach. Dari strategi bullet menjadi ballot,” ujar Rycko.
Baca juga: Mengira GERD, Meriam Bellina Cerita Awal Kena Serangan Jantung Saat Tidur
Pada kesempatan sama, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengapresiasi upaya BNPT dalam meluncurkan empat produk penunjang implementasi RAN PE.
Terlebih, hasil kajian tersebut merupakan kerja sama semua komponen terkait, mulai dari pemerintah, mitra pembangunan pemerintah, akademisi, hingga masyarakat sipil.
Mahfud menginginkan pemerintah bersama masyarakat bergotong royong supaya penanganan ekstremisme menjadi lebih efektif.
Baca juga: PT Yihong Berencana Kembali Pekerjakan 1.126 Buruh yang di-PHK
“Terlebih, menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang mana kekerasan politik menjadi rentan (terjadi),” katanya.
Peran serta masyarakat
Sementara itu, salah satu inisiator K-Hub PVE Community sekaligus Co-founder dan Direktur Eksekutif PeaceGeneration Indonesia Irfan Amali mengatakan, OMS memiliki peran krusial dalam pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan dan terorisme di Indonesia.
Ia merasa bangga karena pemerintah turut melibatkan OMS pada penanganan ekstremisme berbasis kekerasan di Indonesia. Sementara itu, di negara lain, penanganan ekstremisme berbasis kekerasan ini umumnya dilakukan oleh pemerintah saja.
Baca juga: Cara Terdaftar Jadi Penerima Dana PIP, Siswa SD-SMA Ikuti Langkah Ini
“Hal tersebut menunjukkan tingginya kesadaran di kalangan OMS terhadap masalah ekstremisme,” ujar Irfan.
Irfan melanjutkan bahwa jumlah OMS yang terlibat dalam pencegahan dan penanganan ekstremisme berbasis kekerasan di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan riset terbaru K-Hub PVE Community bersama Laboratorium Psikologi Politik UI, saat ini terdapat 81 OMS dengan 448 program terkait penanganan ekstremisme dan terorisme di Indonesia.
Irfan menyebut bahwa berdasarkan hasil temuan K-Hub PCVE Outlook, salah satu faktor yang memengaruhinya adalah ditemukannya kasus bibit-bibit terorisme yang mulai ditanamkan pada anak-anak sekolah. Untuk mengantisipasinya, peran institusi pendidikan dibutuhkan.
Baca juga: Tak Mau Posesif pada Anak, Ariel NOAH: Emaknya Lebih Preman dari Gue
Hal itu membuat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencantumkan intoleransi dalam tiga dosa pendidikan bersama perundungan dan kekerasan seksual.
“Selain sektor pendidikan, ekstremisme juga dapat menyasar keluarga. Hal ini terbukti dari beberapa kasus terorisme yang melibatkan pihak keluarga dan anak,” tuturnya.
Meski terus meningkat setiap tahun, Irfan tak menampik jika sebagian besar OMS di bidang ekstremisme berbasis kekerasan masih berkutat di Pulau Jawa. Menurutnya, isu terorisme hanya populer di sekitar masyarakat perkotaan atau urban yang berbasis di Pulau Jawa.
Baca juga: Kronologi Dokter IGD Ditodong Pistol di RS TNI AU Sam Ratulangi Manado
Selain itu, OMS di luar Pulau Jawa juga kerap kesulitan memetakan program kerja yang sesuai dengan kondisi wilayahnya. Oleh karena itu, K-Hub PCVE Outlook diinisiasi oleh K-Hub PVE Community untuk memetakan masalah-masalah terkait ekstremisme di berbagai daerah.
“Dengan demikian, program kerja yang dimiliki OMS dapat disesuaikan dengan lokalitas dan kebutuhan di daerah,” ujar Irfan.
Tantangan lain yang kerap ditemui OMS juga diungkapkan Irfan, yakni belum memiliki program yang berkelanjutan atau sustainable. Akibatnya, program kerja terhambat atau bahkan terhenti ketika mengalami berbagai masalah, mulai dari keuangan hingga birokrasi.
Baca juga: Usaha Sepi Usai Direview Food Vlogger, Sidik Eduard: Seneng Mereka Jujur, tapi...
Oleh karena itu, ia mendorong OMS agar mampu membangun resiliensi yang berkelanjutan. Supaya dapat berkelanjutan, OMS dapat mengubah pola pendanaan dari yang semula bergantung pada donasi menjadi entrepreneurial atau berbasis bisnis.
“Saat ini, banyak program pemberdayaan yang dilakukan korban, mantan teroris, serta OMS untuk membangun kemandirian ekonomi. Dengan langkah ini, program mereka dapat tetap berlanjut, meski tidak mendapatkan dana dari pemerintah atau donor dari mitra pembangunan,” tuturnya.
Untuk mengetahui hasil temuan K-Hub PVE Community dalam penanganan ekstremisme berbasis kekerasan di Indonesia, Anda dapat mengunjungi laman khub.id/outlook/melacakdampak.