KOMPAS.com - Pola asuh menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi tumbuh kembang anak. Jika pola asuh terganggu, anak berisiko mengalami stunting atau tengkes.
Seperti diketahui, stunting merupakan kondisi gagal tumbuh yang dapat menghambat perkembangan kognitif dan menurunkan kecerdasan anak.
Ketua Tim Informasi Komunikasi Kesehatan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Marroli J Indarto mengatakan, pola asuh yang baik kepada anak dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Sebut saja, memberi kasih sayang, menyediakan lingkungan yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi tumbuh kembang anak, melakukan pengasuhan tanpa kekerasan, serta memberikan teladan yang baik dari orangtua.
Hal tersebut disampaikan Marroli pada acara diseminasi informasi dan edukasi percepatan penurunan stunting bertajuk Genbest Talk “Gizi Seimbang, Bekal Ortu Pahami Tumbuh Kembang” di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Jabar), Kamis (20/7/2023).
Di hadapan remaja Indramayu, Marroli menyampaikan bahwa saat ini, pemerintah gencar mengampanyekan pencegahan stunting. Upaya ini dilakukanguna menghadapi bonus demografi, yaitu kondisi saat jumlah penduduk usia produktif lebih besar ketimbang usia nonproduktif.
“Kami berharap, teman-teman dapat mengetahui stunting sedini mungkin. Dengan demikian, saat memasuki masa bonus demografi yang puncaknya pada 2030, buah hati kalian dapat menjadi anak yang kompetitif, bisa bersaing baik di Indonesia maupun luar negeri,” ujar Marroli dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (21/7/2023).
Pengetahuan yang cukup tentang stunting, lanjut Marroli, dapat membuat orangtua siap membesarkan generasi bebas stunting. Selain pola asuh, ia juga menekankan peran penting konsumsi makanan bergizi dan menjaga kebersihan diri bagi remaja untuk mencegah stunting.
“Dengan mengetahui stunting lebih dini, para remaja dapat mengetahui cara mengatur gizi seimbang, diet yang baik, serta menerapkan pola hidup bersih,” katanya.
Pada kesempatan sama, dr Kurniawan Satria Denta, SpA, menyampaikan bahwa peran orangtua sangatlah penting dalam memutus mata rantai stunting.
“Perkembangan anak merupakan tanggung jawab orangtuanya. Salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak adalah bonding (kedekatan emosional) ke orangtua,” ujar dr Kurniawan.
Kurniawan menambahkan, salah satu momen yang sangat krusial dalam tumbuh kembang anak adalah 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Fase ini dimulai saat kehamilan hingga anak berusia 2 tahun.
Jika dalam kurun waktu tersebut pola asuh yang diberikan salah, anak dapat merasakan dampak hingga seumur hidup
“Pada dasarnya, stunting merupakan kondisi saat anak gagal tumbuh pada masa 1.000 HPK. Kalau gagal tumbuh, kita tidak hanya bicara soal fisik anak yang pendek, tapi juga kemampuan otak serta berkembang, seperti beradaptasi dengan lingkungan,” ujarnya.
Fase 1.000 HPK, lanjut dr Kurniawan, harus sangat diperhatikan. Pasalnya, saat bayi lahir, pembentukan organ-organnya tidak berhenti.
“Setidaknya perlu waktu 2 tahun bagi bayi untuk tumbuh sempurna secara fisik sebagai manusia,” tutur dr Kurniawan.
Kepala Bidang Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Indramayu Agung Rahayu menjelaskan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu telah menetapkan empat sasaran keluarga berisiko stunting.
“Empat sasaran tersebut adalah calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, serta anak di bawah dua tahun (baduta),” papar Agung.
Ia pun menekankan peran penting orangtua dalam menekan angka stunting. Pasalnya, stunting tidak bisa dilepaskan dari pola makan dan asuh.
Di Indramayu, lanjut Agung, stunting disebabkan oleh pengasuhan anak yang minim. Pasalnya, kebanyakan warga Indramayu berprofesi menjadi tenaga kerja di luar negeri.
“Masyarakat yang berprofesi sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) di Indramayu cukup tinggi. Biasanya, mereka menitipkan anak pada nenek atau kakek di desa, sedangkan kakek neneknya tidak paham terkait pola makan. Akibatnya, pola makannya tidak terjaga dan pola asuhnya juga kurang,” tuturnya.
Berdasarkan laporan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, angka prevalensi stunting di Jabar mengalami penurunan dari 24,5 persen pada 2021 menjadi 20,2 persen pada 2022.
Untuk Kabupaten Indramayu, angka prevalensi stunting masih sebesar 21,1 persen. Angka ini masih jauh dari targetprevalensi stunting yang ditetapkan Presiden Joko Widodo, yakni 14 persen pada 2024.
Terkait kampanye penurunan stunting, Kemenkominfo telah menggandeng generasi muda untuk turut serta mendukung upaya penurunan prevalensi stunting sejak 2019.
Upaya tersebut diwujudkan melalui Kampanye Generasi Bersih dan Sehat (Genbest) yang merupakan inisiasi Kemenkominfo untuk menciptakan generasi Indonesia yang bersih dan sehat serta bebas stunting.
Genbest Talk yang diadakan di Kabupaten Indramayu merupakan bagian dari kampanye Genbest. Genbest mendorong masyarakat, khususnya generasi muda, agar menerapkan pola hidup bersih dan sehat di kehidupan sehari-hari.
Melalui situs genbest.id dan media sosial @genbestid, Genbest menyediakan berbagai informasi seputar stunting, kesehatan, nutrisi, tumbuh kembang anak, sanitasi, siap nikah, serta reproduksi remaja dalam bentuk artikel, infografik, serta videografik.