Advertorial

Menkeu Sri Mulyani Dorong Resiliensi Ekonomi ASEAN

Kompas.com - 04/09/2023, 10:03 WIB

KOMPAS.com – Situasi geopolitik yang memanas akibat rivalitas Amerika Serikat (AS) dan China menjadi topik utama dalam Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN (AFMGM) kedua yang digelar di Jakarta mulai Jumat (22/8/2023) hingga Minggu (25/8/2023).

Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, mengatakan bahwa tensi geopolitik itu membawa risiko bagi Indonesia dan ASEAN. Namun di satu sisi, hal itu memberikan peluang bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Adapun kompetisi yang semakin runcing antara Beijing dan Washington mendorong aliran modal keluar dari China ke negara-negara di Asia, termasuk negara di kawasan ASEAN.

“Indonesia dan kawasan ASEAN tengah dilirik sebagai destinasi investasi baru untuk realokasi industri, seperti di bidang manufaktur dan industri padat teknologi,” ujar Menkeu dalam rilis yang diterima Kompas.com, Minggu (3/9/2023).

Dalam pertemuan itu, jajaran Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral di ASEAN sepakat untuk memastikan instrumen kebijakan fiskal dan moneter bisa menciptakan ekosistem yang kuat untuk memaksimalkan peluang perdagangan dan investasi.

Oleh karenanya, menurut Menkeu, peningkatan kolaborasi dan integrasi ekonomi di kawasan diperlukan untuk merebut peluang investasi.

“Resiliensi ekonomi kawasan yang kuat harus diciptakan lewat kebijakan yang memperkuat perdagangan intra-regional di antara negara-negara ASEAN,” kata Menkeu lagi.

Peluang investasi perdagangan menjadi angin segar bagi negara-negara kawasan di tengah melambatnya perdagangan dan investasi internasional akibat tensi geopolitik. Penguatan rantai pasok dan perdagangan intra-ASEAN diperlukan karena selama ini, negara-negara ASEAN masih bergerak sendiri akibat pattern kompetisi antara satu sama lain di negara-negara kawasan.

Menkeu menambahkan, tantangan lainnya saat ini adalah mendorong ASEAN agar mampu secara strategis menjaga momentum dan secara kolektif menavigasi tantangan yang masih terjadi.

Tantangan tersebut di antaranya peningkatan tensi geopolitik, kenaikan tekanan utang dan keterbatasan ruang kebijakan, fragmentasi global, isu terhadap ketahanan pangan dan energi, penurunan tingkat perdagangan global, ancaman kemajuan teknologi, dan risiko perubahan iklim.

Ia menerangkan, pertumbuhan ekonomi ASEAN terus menjadi 'bright' dan 'rare' spot di ekonomi global. Ekonomi ASEAN diprediksi tumbuh 4,5 persen pada 2023 atau lebih tinggi dari pertumbuhan global.

Sementara, inflasi diperkirakan akan tetap tinggi di beberapa negara anggota ASEAN, tetapi relatif lebih rendah dibandingkan dengan kawasan lain.

ASEAN telah mampu menjaga tingkat suku bunga dan depresiasi nilai tukar di kawasan di tengah peningkatan suku bunga global. Fundamental ekonomi ini menunjukkan ketahanan ASEAN terhadap guncangan global serta konsistensi perkembangan ekonomi kawasan untuk menjadi pusat pertumbuhan atau epicentrum of growth.

“Pertemuan menitikberatkan pada pentingnya memperkuat bauran kebijakan makroekonomi di negara anggota ASEAN dengan menggunakan seluruh instrumen yang ada untuk memastikan stabilitas ekonomi kawasan. Pertemuan ini juga menekankan pentingnya kebijakan yang terkoordinasi dengan baik untuk mengatasi berbagai risiko yang ada,” ujar Menkeu.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau