KOMPAS.com - Kasus pencaplokan budaya nasional oleh negara lain mendorong pemerintah Indonesia untuk membangun Pusat Data Nasional Kekayaan Intelektual Komunal (PDN KIK).
Sebagai informasi, PDN KIK merupakan sistem penyajian data valid terkait informasi KIK yang memuat data inventarisasi dan dokumentasi kebudayaan Indonesia.
Direktur Teknologi Informasi Kekayaan Intelektual Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Dede Mia Yusanti mengatakan, kehadiran sistem tersebut membuat Indonesia tidak hanya akan memiliki data budaya yang lengkap, tetapi juga dapat menjadikannya sebagai alat promosi produk kebudayaan.
Hal itu ia sampaikan dalam Sarasehan Nasional KIK di Hotel Four Points, Ungasan, Bali, Kamis (14/9/2023).
Adapun KIK terdiri dari ekspresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional, potensi indikasi geografis, serta sumber daya genetik.
Dede menjelaskan bahwa ada tujuh tujuan PDN KIK, di antaranya sebagai pemantauan dan pelindungan; promosi dan pemasaran; pendanaan dan investasi; pengembangan kreativitas dan Inovasi; pemberdayaan masyarakat lokal; keberlanjutan budaya dan lingkungan; serta penelitian dan pendidikan.
“Mungkin ada orang melihat suatu kesenian di dalam situs PDN KIK, kemudian orang tersebut memanfaatkan jasa pertunjukan untuk melihat pertunjukan tersebut secara langsung,” ucap Dede dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis.
Selain itu, menurut Dede, PDN KIK juga dapat dimanfaatkan untuk menarik minat investor atau pembiayaan eksternal untuk proyek yang terkait dengan KIK.
“Dengan adanya database KIK, memungkinkan mereka (pelaku budaya) tertarik untuk melakukan suatu proyek tertentu sehingga bisa menarik investasi dan pendanaan,” ujar Dede.
Selanjutnya, Dede mengatakan bahwa informasi yang ada di dalam PDN KIK dapat mendorong lebih banyak orang untuk berpartisipasi dalam kegiatan inovasi. Hal ini diharapkan dapat menghasilkan lebih banyak kekayaan intelektual.
“Segudang manfaat dari pemanfaatan PDN KIK ini tentunya perlu dilakukan pengembangan sistem ke arah lebih baik yang mudah diakses masyarakat,” jelasnya.
Dede berpendapat, upaya pengembangan database KIK memerlukan usaha yang berkelanjutan dan komitmen jangka panjang antara kementerian lembaga terkait dan pemerintah daerah. Diperlukan pula pengembangan dengan target materi dan fungsi yang lebih spesifik.
“World Intellectual Property Organization (WIPO) pernah menginventarisasi database terkait dengan KIK yang ada di seluruh negara anggota WIPO. Hampir semuanya itu (database) spesifik, seperti Traditional Knowledge Digital Library milik India dan China Traditional Chinese Medicine Patent Database Search System milik China,” tutur Dede.
Ke depan, Dede berharap PDN KIK tidak hanya bermanfaat dalam pelindungan, pelestarian, dan pemanfaatan secara umum, tetapi juga dapat digunakan sebagai sumber referensi bagi pemeriksaan paten.