Advertorial

Motor Listrik Efektif Kurangi Polusi, Mitos atau Fakta?

Kompas.com - 14/09/2023, 19:29 WIB

KOMPAS.com - Polusi udara di Jakarta dalam beberapa waktu belakangan menjadi topik perbincangan yang tak terhindarkan. Berdasarkan penelitian dari Vital Strategies pada 2022, asap knalpot kendaraan merupakan penyebab utama polusi udara di Jakarta.

Riset tersebut menyatakan bahwa asap kendaraan menyumbang emisi karbon sekitar 32-41 persen saat musim hujan dan 42-57 persen saat musim kemarau.

Selain asap kendaraan, sejumlah faktor lain juga menjadi penyebab polusi, seperti aerosol sekunder, pembakaran batu bara, aktivitas konstruksi, garam laut, pembakaran terbuka biomassa dan bahan bakar, debu jalan beraspal, serta partikel tanah tersuspensi.

Demi mengatasi tersebut, berbagai pihak terkait diminta untuk bisa menyelidiki dan mengevaluasi solusi terbaik agar permasalahan polusi di Ibu Kota bisa segera terselesaikan.

Adapun dari sejumlah polusi yang dihadirkan, elektrifikasi transportasi kerap dimunculkan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan polusi. Solusi ini diajukan oleh pemerintah, pengamat lingkungan, dan masyarakat.

Namun, elektrifikasi transportasi bukan menjadi satu-satunya solusi yang akan diterapkan. Pasalnya, pemerintah saat ini juga mempertimbangkan beberapa opsi potensial lain yang telah diajukan oleh sejumlah pemangku kepentingan.

Meski begitu, keragaman solusi tersebut juga harus dikaji secara teliti lantaran memiliki dampak dan tantangan yang berbeda-beda.

Berikut adalah sejumlah opsi penanganan polusi tersebut.

  1. Pengurangan mobilisasi

Mengurangi mobilisasi, terutama kendaraan berbahan bakar fosil yang menghasilkan emisi gas rumah kaca, adalah salah satu solusi yang diajukan untuk mengurangi polusi udara.

Namun, mobilisasi memiliki dampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi, terutama di kota besar seperti Jakarta.

Untuk diketahui, pertumbuhan ekonomi Jakarta pada kuartal II 2022 meningkat hingga 5,59 persen ketimbang triwulan II tahun sebelumnya. Peningkatan ini dipengaruhi oleh pertumbuhan mobilisasi masyarakat yang sempat terhenti akibat pandemi Covid-19.

Oleh karena itu, mencari keseimbangan antara mengurangi mobilisasi dan menjaga pertumbuhan ekonomi merupakan tantangan tersendiri bagi pemerintah dan masyarakat.

    2. Transisi transportasi massal

Penggunaan transportasi massal menjadi salah satu opsi yang dipertimbangkan untuk bisa mengatasi permasalahan solusi.

Meski begitu, transportasi massal di Jakarta dapat dikatakan belum sepenuhnya memadai. Bahkan, transportasi massal masih perlu dikembangkan secara lebih inklusif agar mampu menjangkau masyarakat di berbagai wilayah dan tingkat ekonomi.

Meski memiliki potensi dampak besar terhadap pengurangan polusi, pengembangan infrastruktur transportasi massal membutuhkan waktu yang relatif lama, terutama dari perspektif kebijakan pemerintah.

Di luar kebutuhan transportasi massal yang inklusif, masyarakat secara paralel juga memerlukan transportasi first mile atau last mile, seperti layanan ride hailing.

Sayangnya, sebagian besar transportasi pada layanan tersebut masih mengandalkan bahan bakar fosil.

  1. Pembangunan hutan kota atau daerah hijau

Solusi lain yang dihadirkan untuk menangani masalah polusi udara adalah pembangunan oase hijau, seperti taman atau hutan kota.

Inisiatif tersebut memiliki dampak positif terhadap lingkungan, tapi memerlukan waktu dan komitmen jangka panjang.

  1. Pensiun dini PLTU

Menurut penelitian dari Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), kualitas udara di Jakarta tetap rendah, walaupun penggunaan transportasi mengalami penurunan selama pandemi Covid-19.

Hal tersebut dikarenakan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang beroperasi di sekitar Jakarta. Salah langkah perbaikan kualitas udara adalah dengan memensiunkan dini PLTU dan transisi ke energi terbarukan.

Namun, hal tersebut tidaklah mudah. Pasalnya, negara harus mengeluarkan dana sebesar Rp 1.500 triliun untuk mengakhiri PLTU batu bara. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.

Tak hanya itu, meski langkah transisi ke energi terbarukan berdampak signifikan, prosesnya memakan waktu yang panjang.

  1. Transisi ke kendaraan listrik roda dua

Salah satu solusi lain yang dipertimbangkan adalah transisi ke kendaraan listrik, terutama untuk roda dua. Solusi ini muncul karena jumlah kendaraan bermotor di Ibu Kota sangat tinggi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta mencapai 26,3 juta unit. Dari jumlah ini, sekitar 65,5 persennya adalah sepeda motor.

Sepeda motor pun dianggap memiliki dampak pencemaran udara per penumpang yang lebih tinggi ketimbang kendaraan mobil pribadi berbahan bakar bensin dan diesel, mobil penumpang, serta bus.

Oleh karena itu, penggunaan sepeda motor listrik bisa jadi solusi ideal karena tidak menghasilkan emisi gas buang sehingga bisa berkontribusi pada peningkatan kualitas udara Jakarta.

Sebagian masyarakat berpendapat bahwa biaya untuk bertransisi ke sepeda motor listrik tergolong relatif mahal. Oleh karena itu, pemerintah saat ini telah membuat langkah signifikan untuk menjadikannya lebih terjangkau.

Pemerintah memberikan insentif sebesar Rp 7 juta terhadap pembelian sepeda motor listrik dengan syarat satu KTP per subsidi.

Selain itu, ada juga skema trade-in yang memudahkan masyarakat dalam bertransisi ke sepeda motor listrik.

Hal tersebut menunjukkan bahwa transisi kendaraan listrik roda dua adalah solusi yang dapat diimplementasikan dengan baik oleh masyarakat karena bebas emisi, tapi tetap dapat memenuhi kebutuhan mobilisasi. Biayanya pun lebih terjangkau berkat subsidi dari pemerintah.

Tak hanya itu, operasional sepeda listrik juga lebih ekonomis karena biaya bahan bakar kendaraan jenis ini hanya sepertiga dari penggunaan sepeda motor berbahan bakar fosil.

Dengan mempertimbangkan sumber polusi utama dan tantangan yang dihadapi oleh berbagai solusi yang telah diajukan, transisi ke kendaraan listrik roda dua bisa dibilang merupakan solusi paling efektif untuk mengatasi masalah polusi udara di Jakarta.

Solusi tersebut tidak hanya memiliki dampak besar dalam mengurangi emisi gas buang, tetapi juga memiliki biaya yang lebih terjangkau bagi masyarakat dan bisa memenuhi kebutuhan mobilisasi sehari-hari.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com