KOMPAS.com – Sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) disebut sebagai tulang punggung perekonomian nasional.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengatakan bahwa UMKM berkontribusi hingga 61 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Sektor ini juga menyerap 97 persen tenaga kerja Indonesia.
Tak hanya pada saat kondisi ekonomi normal dan stabil, UMKM terbukti kuat saat menghadapi krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada 1998 dan 2008. Bahkan, saat pandemi Covid-19 melanda, UMKM terbukti memiliki resiliensi karena dapat segera bangkit.
Meski demikian, bukan berarti UMKM tidak menghadapi tantangan. Kendala utama UMKM terletak pada pengelolaan usaha yang belum profesional, salah satunya belum menerapkan manajemen risiko.
Seperti diketahui, manajemen risiko diperlukan pelaku UMKM untuk memproteksi aset, diri, transaksi, dan operasional bisnis. Ketika risiko terjadi, usaha tidak goyah dan tetap bisa berjalan secara berkelanjutan.
Proteksi diri pada pemilik bisnis, misalnya. Pemilik bisnis memainkan peran besar bagi keberlangsungan usaha. Mereka adalah tumpuan utama, tak hanya bagi keluarga, tetapi juga bagi karyawan.
Para karyawan bergantung kepada pemilik bisnis untuk menjamin keamanan kerja dan sumber penghasilan mereka.
Oleh sebab itu, pemilik bisnis sudah seyogianya memiliki asuransi jiwa sebagai bentuk proteksi diri. Tak hanya memberikan ketenangan pikiran (mind of peace) bagi pemilik polis, asuransi jiwa juga memiliki manfaat besar lain.
Pertama, bagi keluarga pemilik bisnis. Jika terjadi hal yang tidak diinginkan, keluarga pemegang polis akan mendapatkan uang pertanggungan dalam jumlah yang tak sedikit.
Dana tersebut dapat menjadi bantalan finansial untuk menutupi kehilangan pendapatan secara tiba-tiba. Uang pertanggungan juga dapat menutupi utang bisnis. Bahkan, asuransi jiwa juga dapat membantu menjaga aset bisnis penting, misalnya properti, dari tangan kreditor.
Kedua, bagi kelangsungan bisnis. Sejumlah bisnis memiliki kontrak pemasok, karyawan yang harus dibayar, dan biaya operasional harian yang harus ditanggung. Meski pemilik bisnis meninggal, pengeluaran tersebut harus tetap berjalan demi menjaga kelangsungan bisnis.
Keberlangsungan bisnis tak hanya menjaga kesejahteraan ahli waris pemilik bisnis, tetapi juga memastikan keamanan sumber penghasilan keluarga pekerja.
Adapun ahli waris pemilik bisnis dapat mengalokasikan sebagian uang dari uang pertanggungan untuk pengeluaran tersebut.
Itulah manfaat manajemen risiko, khususnya asuransi jiwa, bagi pemilik bisnis. Salah satu produk asuransi jiwa yang dapat dipilih pemilik bisnis untuk memaksimalkan manajemen risiko adalah Allianz LegacyPro.
Untuk diketahui, Allianz LegacyPro merupakan produk asuransi jiwa tradisional dengan masa asuransi hingga tertanggung berusia 100 tahun. Manfaat asuransi jiwa ini pun beragam, termasuk manfaat pertanggungan meninggal dunia.
Bila pemegang polis meninggal dunia, 100 persen uang pertanggungan untuk asuransi dasar akan dibayarkan kepada ahli waris.
Manfaat lain yang juga bisa didapat pemegang polis adalah pembebasan premi asuransi dasar bila suatu hari terdiagnosis salah satu dari 77 penyakit atau kondisi kritis yang tercantum dalam polis asuransi.
Kemudian, pemegang polis juga bisa mendapat manfaat booster uang pertanggungan. Artinya, ketika pemegang polis memasuki usia 75 tahun, pihak Allianz akan memberikan manfaat booster uang pertanggungan berupa peningkatan uang pertanggungan untuk asuransi dasar hingga 50 persen.
Sebagai informasi, Allianz LegacyPro menawarkan pilihan periode pembayaran premi yang beragam, mulai dari 5, 10, hingga 15 tahun.
Untuk masa pembayaran premi 5 atau 10 tahun, usia masuk tertanggung dimulai dari 1 bulan hingga 70 tahun. Sementara, untuk masa pembayaran premi 15 tahun, usia masuk tertanggung dimulai dari 1 bulan hingga 59 tahun.
Informasi lebih lengkap asuransi jiwa Allianz LegacyPro dapat Anda temukan pada tautan berikut.