Advertorial

Warung Kerukunan Lintas Agama Dukung KPU untuk Pemilu 2024 Damai

Kompas.com - 23/10/2023, 13:23 WIB

KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan panitia Talkshow dan Warung Kerukunan Lintas Agama Indonesia Bangkit di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (20/10/2023).

Penandatanganan dilakukan oleh Ketua KPU Hasyim Asy’ari bersama perwakilan panitia Talkshow dan Warung Kerukunan Lintas Agama Indonesia Bangkit Prof Nasaruddin Umar.

Hasyim menuturkan, meski tanpa penandatanganan MoU tersebut, KPU dan para tokoh agama telah menjalin kerja sama informal.

“Ini formalitas saja. Akan tetapi, ini (MoU) penting bagi kita semua,” kata Hasyim dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (23/10/2023).

Sejak awal menjabat di KPU, kata Hasyim, pihaknya telah menjalin hubungan dengan organisasi keagamaan di Tanah Air. Upaya ini dilakukan dengan mendatangi kantor-kantor organisasi keagamaan.

“Kami sudah bersilaturahmi dengan pimpinan organisasi keagamaan PBNU, Muhammadiyah, PGI, KWI, dan MATAKIN. (Dari sejumlah organisasi keagamaan, salah satu) yang belum (kami kunjungi) memang Walubi. Akan tetapi, melalui forum ini (kami rasa) sudah (organisasi tersebut sudah) tercakup di sini (sebagai) forum lintas agama untuk Indonesia Bangkit,” ucap Hasyim.

Hasyim pun bersyukur dengan komitmen tokoh agama untuk mendukung kesuksesan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Ini mengingat Indonesia memiliki suku agama dan kepercayaan serta etnis dan budaya yang beragam.

“Pada kesempatan ini, kita sekali lagi patut bersyukur dan mengucapkan terima kasih atas kesepahaman di antara kita. KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota (juga akan menindaklanjuti) sehingga rentang kerja kita juga termasuk besar,” tutur Hasyim.

Sementara itu, Prof Nasaruddin Umar memastikan bahwa forum yang dipimpinnya akan mendukung KPU untuk menyukseskan Pemilu 2024.

“Kami mem-backup KPU sesuai kapasitas kami. Kenapa? Karena tujuan dan visi kami sama (dengan KPU), yakni menciptakan kedamaian umat,” jelas Imam Besar Masjid Istiqlal itu.

Secara khusus, Prof Nasarudin juga sepakat bahwa tempat ibadah tidak boleh dijadikan sebagai lokasi kegiatan politik. Dia menyatakan bahwa rumah ibadah harus steril dari politik praktis.

Meski demikian, lanjutnya, rumah ibadah dapat menjadi wadah untuk menghimpun tokoh-tokohnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau