KOMPAS.com - Proses belajar mengajar dalam kelas memiliki peran penting dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Sebagaimana dikemukakan oleh tokoh pendidikan yang terkenal dengan semboyan "Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani", Ki Hajar Dewantara, pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan potensi manusiawi pada siswa, baik itu fisik, cipta, rasa, maupun karsa.
Dengan demikian, seseorang dapat berfungsi dan memiliki nilai dalam perjalanan hidupnya.
Sayangnya, nilai dalam masyarakat di era modern mengalami degradasi. Hal ini diakibatkan akumulasi pendidikan yang lebih mengedepankan transformasi knowledge daripada transformasi nilai.
Degradasi nilai tersebut perlu segera diatasi dengan mengembalikan esensi pendidikan sesuai dengan yang pernah dicetuskan oleh para ahli pendidikan Indonesia atau dunia.
Kepala Sekolah Dasar (SD) Taruna Bakti Irma Meirani mengatakan, pihaknya mengedepankan transformasi nilai dalam proses belajar mengajar dengan menekankan pada faktor manusiawi.
“Selain metode pengajaran serta kurikulum, faktor manusiawi, seperti empati, juga berperan penting dalam membantu siswa untuk tumbuh dan berkembang,” jelasnya seperti dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (16/11/2023).
Hal itu diimplementasikan dalam kegiatan belajar mengajar di SD Taruna Bakti agar semua murid tak hanya kompeten dalam bidang pendidikan, tapi juga memiliki nilai sebagai manusia.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), empati didefinisikan sebagai kesadaran mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.
Dalam konteks pendidikan, jelas Irma, mengajar dengan empati membuat guru dapat merasakan dan memahami kebutuhan siswa. Dengan begitu, para guru dapat memberikan dukungan yang lebih efektif dan memotivasi siswa dalam belajar.
Program-program di SD Taruna Bakti, lanjut Irma, dirancang untuk menumbuhkan potensi dan kreativitas berpikir siswa. Lalu, empati memunculkan pemahaman yang dalam antara guru dan siswa.
“Ketika guru memahami perasaan dan pandangan siswa, pembelajaran menjadi lebih bermakna. Guru yang peduli akan membantu siswa tumbuh dan berkembang secara menyeluruh,” ujar Irma.
Irma menambahkan, terdapat sejumlah metode belajar di SD Taruna Bakti yang mengedepankan nilai empati. Salah satu metode tersebut adalah memberikan perhatian penuh kepada siswa ketika mereka menyampaikan pendapat.
Para guru juga tidak dibolehkan untuk langsung menyalahkan jika jawaban siswa tidak tepat. Selain itu, para guru juga diminta untuk menggunakan kalimat yang memotivasi dalam mengoreksi jawaban siswa.
Selanjutnya, para guru meluangkan waktu untuk menganalisis dan memahami kebutuhan siswa agar kegiatan belajar mengajar menjadi efektif.
Para guru harus menjadi teladan murid dalam empati itu sendiri. Sebab, siswa akan mencontoh perilaku orang dewasa dalam bersikap dan bertutur kata. Jadi, guru harus bisa menunjukkan sikap empati saat berinteraksi dengan siswa.
“Jika guru sebagai pemimpin pembelajaran di kelas secara efektif mengajar dengan empati, diharapkan tujuan pembelajaran dapat tercapai sehingga potensi siswa dapat berkembang secara positif,” kata Irma.
Pada SD Taruna Bakti, lanjut Irma, para guru juga melakukan asesmen secara berbeda untuk mengetahui karakteristik siswa. Sebab, karakter dan potensi yang dimiliki setiap murid juga berbeda.