Advertorial

BPJS Kesehatan Dukung Skrining Riwayat Kesehatan Petugas Pemilu 2024

Kompas.com - 20/11/2023, 21:33 WIB

KOMPAS.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja, serta Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron Mukti menandatangani Surat Edaran Bersama (SEB) terkait Pelaksanaan Skrining Riwayat Kesehatan dan Optimalisasi Kepesertaan Aktif Program Jaminan Kesehatan Nasional bagi Petugas Penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Penandatanganan tersebut disaksikan oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Jakarta, Senin (20/11/2023).

Dalam SEB tersebut, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mengoordinasikan seluruh gubernur, bupati, dan wali kota untuk memastikan KPU dan Bawaslu provinsi, kabupaten, atau kota di wilayahnya dapat mengarahkan seluruh petugas penyelenggara Pemilu untuk mengikuti skrining riwayat kesehatan dari BPJS Kesehatan.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan, skrining riwayat kesehatan merupakan salah satu manfaat promotif dan preventif bagi peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Skrining riwayat kesehatan, ucap dia, dilakukan untuk mengetahui potensi risiko penyakit kronis sedini mungkin sehingga dapat ditindaklanjuti segera oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)

“Lewat skrining riwayat kesehatan, kami dapat memantau risiko kesehatan (petugas Pemilu), apakah masuk dalam kategori berisiko atau tidak berisiko penyakit. Selain itu, (skrining ini) juga dapat (memungkinkan pihak kami untuk) menemukan informasi tentang status kepesertaan JKN, apakah aktif, tidak aktif, atau belum terdaftar,” jelas Ghufron dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin.

Ghufron menjelaskan, jika hasil skrining petugas masuk dalam kategori tidak berisiko penyakit, maka bisa dipastikan bahwa petugas bisa melanjutkan aktivitas dan tanggung jawab pada Pemilu 2024.

Namun, bagi petugas yang berisiko atau menderita sakit dan status kepesertaan JKN-nya aktif, maka dapat melakukan pemeriksaan kesehatan lebih lanjut di FKTP yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Ghufron juga memastikan, hasil pengisian skrining riwayat kesehatan tidak berpengaruh terhadap status sebagai petugas penyelenggara Pemilu dan Pilkada 2024.

Sementara, jika didapati petugas pemilu yang belum menjadi peserta JKN, maka pemerintah daerah (pemda) wajib mendorong petugas untuk mendaftarkan dirinya sebagai peserta JKN pada segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) jika petugas tersebut merupakan pekerja.

Ia menjelaskan bahwa pemda wajib mengalokasikan anggaran untuk memberikan bantuan iuran JKN bagi petugas penyelenggara pemilu yang belum terdaftar program tersebut.

“Pemda juga wajib mengaktifkan kembali (reaktivasi keanggotaan) bagi petugas dengan status kepesertaan tidak aktif,” kata Ghufron.

Sistem terintegrasi

Ghufron menambahkan, petugas pemilu dapat mengisi seluruh pertanyaan skrining riwayat kesehatan melalui tautan https://webskriningpetugaspenyelenggarapemilu.bpjs-kesehatan.go.id/. BPJS Kesehatan juga akan menyiapkan sistem informasi berupa aplikasi untuk pengisian skrining riwayat kesehatan petugas pemilu. Sistem ini akan terintegrasi dengan sistem informasi milik KPU dan Bawaslu.

BPJS Kesehatan juga akan menyiapkan dashboard pemantauan pelaksanaan skrining riwayat kesehatan petugas pemilu. Adapun hak akses dashboard tersebut akan dimiliki oleh KPU Pusat, Bawaslu Pusat, Kemendagri, KSP, dan BPJS Kesehatan.

”Hasil skrining riwayat kesehatan dapat dipantau bersama dan akan memberikan feedback kepada petugas ataupun panitia penyelenggara pemilu. Dengan demikian, panitia dapat mengantisipasi risiko kondisi kesehatan para petugas dan memastikan (petugas) telah terlindungi oleh program JKN yang dikelola BPJS Kesehatan,” tambah Ghufron.

Untuk diketahui, hingga November 2023, penduduk yang telah mendapatkan perlindungan kepesertaan program JKN mencapai 265 juta jiwa atau 95,76 persen dari total penduduk semester I Tahun 2023.

Sementara itu, jumlah peserta JKN yang telah melakukan skrining riwayat kesehatan mencapai 32.950.537 peserta.

Tindakan preventif

Pada kesempatan tersebut, Moeldoko mengatakan bahwa skrining riwayat kesehatan menjadi tindakan preventif dari pemerintah agar risiko penyakit seluruh petugas pemilu terdeteksi sejak awal.

”Sejak awal, negara memikirkan serta menjaga kesehatan dan keselamatan petugas pemilu. Jangan sampai kita mengulang kejadian pada tahun sebelumnya. Dengan skrining, kami berharap agar kondisi yang kurang baik dapat lebih diantisipasi,” jelas Moeldoko.

Menanggapi hal tersebut, Rahmat mengatakan bahwa skrining kesehatan merupakan wujud kehadiran negara dalam upaya mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, khususnya yang menyangkut keselamatan para petugas pemilu.

”Ini juga menepis isu hoaks terkait pemilu. Kita ketahui (bahwa) kerja petugas pemilu ini cukup berat, hampir lebih dari 24 jam. Kita bayangkan pada hari pemilihan ada berapa banyak petugas yang bekerja. SEB ini merupakan wujud dari pemenuhan hak para petugas pemilu untuk memperoleh perlindungan kesehatan saat menjalankan tugas,” kata Rahmat.

Senada dengan Rahmat, Inspektur Utama KPU Nanang Priyatna menilai bahwa SEB itu menjadi langkah nyata dalam menyukseskan pemilu, khususnya perlindungan bagi petugas pemilu.

”Evaluasi penyelenggaraan pemilu menyebutkan pentingnya peningkatan skrining riwayat kesehatan, akses layanan kesehatan, dan jaminan perlindungan kesehatan,” ucap Nanang.

Sementara, Direktur Kawasan, Perkotaan, dan Batas Negara Kemendagri Amran juga menyatakan dukungannya terhadap SEB tersebut.

“Kemendagri melalui pemda akan memastikan pelaksanaan skrining riwayat kesehatan dapat berjalan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk dalam memastikan kepesertaan JKN petugas pemilu dalam keadaan aktif,” ucap Amran.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau